Regulator Keuangan di AS Terdesak Menyusun Aturan tentang Risiko Perubahan Iklim

Kamis, 22 April 2021 | 21:48 WIB
Regulator Keuangan di AS Terdesak Menyusun Aturan tentang Risiko Perubahan Iklim
[ILUSTRASI. Presiden AS Joe Biden di Gedung Putih, Washington, Amerika Serikat, Selasa (20/4/2021). REUTERS/Tom Brenner]
Reporter: Sumber: Reuters | Editor: Thomas Hadiwinata

KONTAN.CO.ID-WASHINGTON. Lanskap aturan industri keuangan di Amerika Serikat (AS) bakal semakin rumit. Regulator diperkirakan akan menerbitkan aturan baru, mengikuti agenda kerja perubahan iklim yang diusung pemerintahan Amerika Serikat di masa kini. 

Presiden Joe Biden diprediksi akan menerbitkan executive order sehubungan dengan perubahan iklim dalam waktu dekat. Perintah eksekutif itu akan menjadi landasan bagi regulator sektor finansial menyusun aturan mengenai risiko perubahan iklim, yang dapat merugikan perusahaan serta pasar keuangan. Regulasi tentang informasi sehubungan risiko perubahan iklim yang harus dipublikasi, diperkirakan juga akan muncul.

Instruksi presiden itu akan mengawali serangkaian aturan yang menjadi titik balik bagi kebijakan perubahan iklim di AS. Tidak hanya sekadar berkebalikan dengan kebijakan yang diambil pemerintahan Donald Trump, executive order ini diprediksi membawa dampak besar ke Wall Street.

Baca Juga: Menko Airlangga: Indonesia berkomitmen terapkan pembangunan berkelanjutan

"Ini merupakan perubahan besar bagi regulator keuangan AS saat mereka mulai mempromosikan transparansi tentang apa yang dilakukan perusahaan dan perusahaan pembiayaan untuk mengatasi risiko iklim," kata Ty Gellasch, kepala Healthy Markets, sebuah lembaga pemikir yang berpusat di Washington. 

Perubahan iklim menimbulkan risiko yang merusak sistem keuangan, karena adanya ancaman fisik seperti kenaikan permukaan laut. Belum lagi, kebijakan dan teknologi netral karbon yang bertujuan untuk memperlambat pemanasan global, bisa menghanguskan aset yang saat ini bernilai triliunan dolar AS, demikian penilaian para pakar risiko.

Laporan otoritas bursa berjangka, alias Commodity Futures Trading Commission (CFTC) pada 2020, memuat kutipan tentang kekayaan global yang berkaitan dengan aset bahan bakar fosil, senilai US$ 1 triliun hingga US$ 4 triliun, kemungkinan akan hangus.

Baca Juga: Biayai proyek berwawasan lingkungan, Bank Mandiri terbitkan sustainability bond

"Dalam setiap aspek lain dari manajemen risiko, kami mengharapkan regulator untuk menetapkan ekspektasi yang jelas untuk lembaga keuangan, dan meminta mereka untuk mematuhi ekspektasi tersebut," kata Brian Schatz, dari Partai senator Demokrat yang turut mendukung rancangan undang-undang tentang risiko iklim keuangan.

Pemerintahan Trump yang tidak ambil pusing dalam aturan perubahan iklim, mengakibatkan AS tertinggal dari Eropa dalam hal penyusunan risiko iklim keuangan. Kini, regulator di AS berada di bawah tekanan dari negara-negara Eropa untuk mengejar ketertinggalan tersebut. 

Dan jika melihat derasnya dana, hingga US$ 51 miliar, yang mengalir ke reksadana bertema sustainable funds, terlihat kepedulian investor terhadap perubahan iklim. Investor membutuhkan informasi yang lebih baik tentang bagaimana perubahan iklim bisa mempengaruhi baik neraca maupun pendapatan perusahaan.

Eropa saat ini sudah mengharuskan perusahaan besar untuk mengungkapkan risiko dan data tentang masalah lingkungan dan memperkenalkan pengungkapan keberlanjutan untuk produk investasi. 

Sedangkan AS tidak memiliki aturan pengungkapan khusus tentang risiko iklim. Negeri Paman Sam juga tidak memiliki definisi terhadap istilah "berkelanjutan," serta tidak punya standar yang umum digunakan untuk mengukur tujuan lingkungan perusahaan atau risiko iklim.

Padahal, regulator di Eropa kini mulai menambahkan risiko iklim ke ujian para bankir yang digelar tiap tahun. Langkah serupa selama ini ditolak oleh otoritas moneter di AS, alias The Fed.

Baca Juga: Para menkeu dan gubernur bank sentral ASEAN perkuat kerja sama pemulihan ekonomi

"Sementara rekan-rekan mereka di luar negeri telah mulai mengembangkan dan menerapkan kebijakan tentang perubahan iklim, sebagian besar regulator AS belum melakukan sesuatu yang signifikan," kata David Arkush, kepala kelompok advokasi program perubahan iklim di Public Citizen.

Pejabat otoritas di AS mengatakan perubahan iklim merupakan masalah yang sangat kompleks dan membutuhkan analisis. Dan kini, Federal Reserve, CFTC, dan badan pembiayaan perumahan memulai proses penilaian tentang bagaimana perubahan iklim dapat memengaruhi pemberi pinjaman, perusahaan perdagangan, dan pasar yang mereka awasi.

Pengawas sekuritas juga menindak perusahaan dan pengelola dana yang menyesatkan investor dalam masalah iklim. Regulator juga memperketat panduannya tentang pengungkapan risiko iklim perusahaan. 

Baca Juga: Aset Crypto Berbasis DeFi Mulai Digemari, Perlahan Mulai Digemari Investor Institusi

Tetapi kaum progresif ingin regulator keuangan di AS memberlakukan kewajiban gaya Eropa yang ketat, termasuk pengungkapan terperinci untuk perusahaan tentang emisi gas rumah kaca langsung dan tidak langsung, dan total aset karbon mereka. Mereka juga ingin Fed menguji neraca bank terhadap skenario tertentu, seperti kenaikan 1 atau 2 derajat Celcius dalam suhu global rata-rata.

Banyak tindakan seperti itu akan ditentang oleh Partai Republik dan pelobi perusahaan, yang mengatakan Demokrat menggunakan kebijakan keuangan untuk memajukan agenda politik.

Sebagian anggota Kamar Dagang AS mendukung kebijakan perubahan iklim yang terbatas. Dan, menurut mereka, aturan itu harus diberlakukan oleh Kongres, bukan regulator.

Sedangkan kelompok-kelompok advokasi berharap, perintah eksekutif dari Gedung Putih memberikan perlindungan politik bagi regulator keuangan. "Akan ada penolakan dari perusahaan. Inilah alasan mengapa sinyal dari presiden sangat dibutuhkan," kata Ilmi Granoff dari yayasan ClimateWorks.

Selanjutnya: Mengimplementasikan prinsip-prinsip Sustainability dalam perusahaan

 

 

Bagikan

Berita Terbaru

IHSG Paling Bapuk di Asia Tenggara Pekan Ini, Turun 0,83% Dalam 3 Hari
| Kamis, 25 Desember 2025 | 13:43 WIB

IHSG Paling Bapuk di Asia Tenggara Pekan Ini, Turun 0,83% Dalam 3 Hari

IHSG melemah 0,83% untuk periode 22-24 Desember 2025. IHSG ditutup pada level 8.537,91 di perdagangan terakhir, Rabu (24/12).

Saham Terafiliasi Grup Bakrie Terbang, Kini Tersisa Jebakan atau Masih Ada Peluang?
| Kamis, 25 Desember 2025 | 11:05 WIB

Saham Terafiliasi Grup Bakrie Terbang, Kini Tersisa Jebakan atau Masih Ada Peluang?

Potensi kenaikan harga saham terafiliasi Bakrie boleh jadi sudah terbatas lantaran sentimen-sentimen positif sudah priced in.

Imbal Hasil SRBI Naik di Akhir Tahun Meski BI Rate Stabil
| Kamis, 25 Desember 2025 | 10:08 WIB

Imbal Hasil SRBI Naik di Akhir Tahun Meski BI Rate Stabil

Imbal hasil instrumen Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) yang turun sejak awal tahun, berbalik naik dalam dua bulan terakhir tahun 2025.

Laba Diprediksi Tergerus, PTBA Terjepit Bea Keluar Batubara dan Downtrend Harga Saham
| Kamis, 25 Desember 2025 | 10:05 WIB

Laba Diprediksi Tergerus, PTBA Terjepit Bea Keluar Batubara dan Downtrend Harga Saham

Sebagai pelopor, PTBA berpeluang menikmati insentif royalti khusus untuk batubara yang dihilirisasi.

Prospek Batubara 2026 Menantang, Indonesia di Posisi Maju Kena Mundur Juga Kena
| Kamis, 25 Desember 2025 | 09:05 WIB

Prospek Batubara 2026 Menantang, Indonesia di Posisi Maju Kena Mundur Juga Kena

Harga batubara Australia, yang menjadi acuan global, diproyeksikan lanjut melemah 7% pada 2026, setelah anjlok 21% di 2025. 

Bisnis Blue Bird Diprediksi Masih Kuat di 2026, Tidak Digoyah Taksi Listrik Vietnam
| Kamis, 25 Desember 2025 | 08:10 WIB

Bisnis Blue Bird Diprediksi Masih Kuat di 2026, Tidak Digoyah Taksi Listrik Vietnam

Fitur Fixed Price di aplikasi MyBluebird mencatatkan pertumbuhan penggunaan tertinggi, menandakan preferensi konsumen terhadap kepastian harga.

Meski Cuaca Ekstrem Gerus Okupansi Nataru, Santika Hotels Tetap Pede Tatap 2026
| Kamis, 25 Desember 2025 | 07:10 WIB

Meski Cuaca Ekstrem Gerus Okupansi Nataru, Santika Hotels Tetap Pede Tatap 2026

Santika Hotels & Resorts menyiapkan rebranding logo agar lebih relevan dan dapat diterima oleh seluruh lapisan generasi.

Kebijakan Nikel 2026 Dongkrak Saham PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL)
| Kamis, 25 Desember 2025 | 06:37 WIB

Kebijakan Nikel 2026 Dongkrak Saham PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL)

Pemerintah rem produksi nikel ke 250 juta ton 2026 untuk atasi surplus 209 juta ton. NCKL proyeksi laba Rp 10,03 triliun, rekomendasi buy TP 1.500

KRAS Dapat Suntikan Rp 4,93 Triliun dari Danantara, Tanda Kebangkitan Baja Nasional?
| Kamis, 25 Desember 2025 | 06:00 WIB

KRAS Dapat Suntikan Rp 4,93 Triliun dari Danantara, Tanda Kebangkitan Baja Nasional?

Kenaikan harga saham PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) belakangan ini dinilai lebih bersifat spekulatif jangka pendek.

Klaim Purbaya Tak Terbukti, Korporasi Tahan Ekspansi, Rupiah Anjlok 7 Hari Beruntun
| Rabu, 24 Desember 2025 | 09:13 WIB

Klaim Purbaya Tak Terbukti, Korporasi Tahan Ekspansi, Rupiah Anjlok 7 Hari Beruntun

Korporasi masih wait and see dan mereka mash punya simpanan internal atau dana internal. Rumah tangga juga menahan diri mengambl kredit konsumsi.

INDEKS BERITA

Terpopuler