Reksadana Pendapatan Tetap Sulit Bangkit Karena Yield SUN Melejit

Kamis, 16 Mei 2019 | 10:54 WIB
Reksadana Pendapatan Tetap Sulit Bangkit Karena Yield SUN Melejit
[]
Reporter: Dimas Andi | Editor: Narita Indrastiti

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kenaikan yield surat utang negara (SUN) akhir-akhir ini berpotensi memberi tekanan pada kinerja reksadana pendapatan tetap. Tambah lagi, kondisi di pasar masih bisa memburuk dalam jangka pendek.

Seperti diketahui, yield SUN dalam beberapa pekan terakhir mengalami kenaikan. Kemarin, yield SUN seri acuan tenor 10 tahun masih betah di level 8,003%. Padahal di awal April lalu, yield SUN seri FR0078 ini masih ada di 7,545%. Itu juga menjadi level terendah FR0078 sejak September 2018.

Kenaikan yield ini juga sejalan dengan kinerja rata-rata reksadana pendapatan tetap yang turun. Di April lalu, Infovesta Fixed Income Fund Index, yang menggambarkan kinerja rata-rata reksadana pendapatan tetap, terkoreksi 0,17% jika dibandingkan bulan sebelumnya.

Managing Director, Head Sales & Marketing Henan Putihrai Asset Management Markam Halim menyebut, kinerja reksadana pendapatan tetap masih rentan tertekan akibat ketidakpastian global, seperti perang dagang antara AS dan China. Sentimen ini berpengaruh negatif bagi pasar obligasi domestik, karena yield SUN bergerak naik, sedangkan harganya turun.

Kemarin, harga SUN tenor 10 tahun masih berada di 101,675%. Walau lebih tinggi ketimbang hari sebelumnya, namun masih lebih rendah ketimbang awal April lalu, yakni di posisi 104,909%.

Presiden Direktur BNP Paribas Investment Partners Vivian Secakusuma juga menilai, dalam jangka pendek, volatilitas di pasar obligasi Indonesia akan membuat kinerja reksadana pendapatan tetap sulit untuk bangkit. Namun, karena reksadana ini dapat diposisikan sebagai instrumen jangka menengah hingga panjang, investor tetap dapat melakukan pembelian.

Justru, kesempatan untuk membeli reksadana pendapatan tetap sangat terbuka ketika yield berada di level yang tinggi. Dengan begitu, harga per unit yang mesti dipenuhi oleh investor menjadi lebih murah.

Lagi pula, para manajer investasi yakin sentimen negatif yang terjadi saat ini hanya sentimen jangka pendek dan tidak berpengaruh besar terhadap fundamental ekonomi Indonesia. "Dalam jangka menengah dan panjang fundamental Indonesia masih solid, sehingga investor tidak perlu khawatir untuk masuk ke pasar," ungkap dia.

Hanya memang, karena risiko di pasar obligasi Indonesia tengah meningkat, ia menyarankan agar investor lebih memperhatikan lagi profil risikonya ketika hendak membeli reksadana pendapatan tetap. Upaya diversifikasi dengan produk investasi lainnya yang lebih aman dapat menjadi pilihan bagi investor di tengah ketidakpastian pasar.

Antisipas MI

Fund Manager Insight Investment Management Genta Wira Anjalu menambahkan, investor perlu memperhatikan entry level yield SUN ketika melakukan pembelian reksadana pendapatan tetap. Hal ini cukup penting, lantaran semakin tinggi yield SUN, maka semakin baik bagi investor untuk masuk ke pasar.

Selain itu, investor juga perlu mencermati karakteristik tiap reksadana pendapatan tetap. Bila investor mampu menahan investasinya secara jangka panjang, maka reksadana pendapatan tetap yang portofolionya didominasi oleh SUN dapat dipertimbangkan.

Sebaliknya, jika jangka waktu investasi yang dilakukan investor lebih pendek, maka reksadana pendapatan tetap yang mayoritas portofolionya berupa obligasi korporasi bisa menjadi pilihan.

"Di tengah ketidakpastian yang terjadi saat ini, cukup sulit untuk membaca arah pasar ke depan, sehingga penentuan karakter reksadana pendapatan tetap dan jangka waktu investasi sangat penting bagi investor," papar Genta, kemarin.

Terlepas dari itu, Genta meyakini reksadana pendapatan tetap masih punya potensi kinerja yang positif dalam beberapa waktu ke depan. Ia memperkirakan kinerja rata-rata reksadana ini bisa mencapai kisaran 6%–8% pada akhir tahun nanti.

Terdapat beberapa katalis positif yang mendukung peningkatan kinerja reksadana pendapatan tetap ke depan. Meski saat ini rupiah tertekan, manajer investasi masih melihat potensi penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI), di tengah inflasi yang rendah dan tipisnya peluang kenaikan suku bunga The Federal Reserve di tahun ini.

Di samping itu, Indonesia masih menawarkan real interest rate yang lebih tinggi ketimbang beberapa negara berkembang lain, seperti Afrika Selatan, Malaysia, Thailand, Filipina, bahkan China.

Meski begitu, katalis positif tersebut belum sepenuhnya terjadi untuk saat ini. Makanya, manajer investasi melakukan antisipasi agar kinerja produk reksadana pendapatan tetapnya tetap stabil.

Genta menyebut, sejak April lalu pihaknya telah mengubah strategi pengelolaan reksadana pendapatan tetap. Dalam hal ini, Insight Investment berupaya mengurangi durasi obligasi dan kemudian baru menambahkannya kembali ketika pasar sudah pulih.

Senada, Markam juga mengatakan, HPAM melakukan perubahan durasi dan tenor obligasi untuk menjaga performa produk reksadana pendapatan tetapnya. "Kami juga tetap memperhatikan tingkat kupon saat mengubah durasi tenor," tambah dia.

Bagikan

Berita Terbaru

FORE Mengejar Profit dari Bisnis Kopi Premium
| Sabtu, 26 April 2025 | 10:04 WIB

FORE Mengejar Profit dari Bisnis Kopi Premium

Setelah melantai di Bursa Efek Indonesia, PT Fore Kopi Indonesia Tbk (FORE) fokus melakukan ekspansi gerai baru

Menakar Rebalancing Indeks Likuid di Bursa
| Sabtu, 26 April 2025 | 10:01 WIB

Menakar Rebalancing Indeks Likuid di Bursa

Rebalancing beberapa indeks, seperti IDX30 dan IDX80 ini akan berlaku mulai 2 Mei 2025 hingga 31 Juli 2025 mendatang.

Sukses Menjadi Raja Kopi di Kampung Sendiri
| Sabtu, 26 April 2025 | 09:00 WIB

Sukses Menjadi Raja Kopi di Kampung Sendiri

Menyusuri kisah Edward Tirtanata membangun Kopi Kenangan hingga berhasil memiliki 1.000 gerai saat ini.

Profit 30,88% Setahun, Harga Emas Antam Hari Ini Melorot Kembali (26 April 2025)
| Sabtu, 26 April 2025 | 08:31 WIB

Profit 30,88% Setahun, Harga Emas Antam Hari Ini Melorot Kembali (26 April 2025)

Harga emas Antam hari ini (26 April 2025) 1 gram Rp 1.965.000. Di atas kertas pembeli setahun lalu bisa untung 30,88% jika menjual hari ini.

Cinema XXI (CNMA) Masih Terus Melebarkan Layar Bioskop
| Sabtu, 26 April 2025 | 08:25 WIB

Cinema XXI (CNMA) Masih Terus Melebarkan Layar Bioskop

Pada kuartal I-2025, Cinema XXI membuka empat lokasi bioskop baru dengan tambahan 15 layar.​di sejumlah wilayah.

Tensi Dagang Mereda, Tapi Asing Tetap Keluar dari Bursa Saham Indonesia
| Sabtu, 26 April 2025 | 07:03 WIB

Tensi Dagang Mereda, Tapi Asing Tetap Keluar dari Bursa Saham Indonesia

Di tengah tren penguatan IHSG, dana asing masih keluar dari pasar saham, kendati nilainya tak sebesar pekan sebelumnya.

Rupiah Masih Belum Keluar dari Tekanan
| Sabtu, 26 April 2025 | 06:15 WIB

Rupiah Masih Belum Keluar dari Tekanan

Rupiah di pasar spot berada di level Rp 16.829 per Jumat (25/4), menguat 0,26% dari hari sebelumnya.

Prodia Bidik Layanan Pemeriksaan Kesehatan
| Sabtu, 26 April 2025 | 06:15 WIB

Prodia Bidik Layanan Pemeriksaan Kesehatan

Prodia lewat anak usaha Prodia Diagnostic Line mulai mengoperasikan pabrik reagen baru untuk antisipasi permintaan medical check up. 

Indonesia Berpeluang Jadi Destinasi Investasi Migas
| Sabtu, 26 April 2025 | 06:10 WIB

Indonesia Berpeluang Jadi Destinasi Investasi Migas

Ada sejumlah hal yang harus diperhatikan pemerintah untuk menarik minat investasi mitas seperti nilai keekonomian, iklim investasi serta politik.

Sepertiga ke Jamban
| Sabtu, 26 April 2025 | 06:07 WIB

Sepertiga ke Jamban

Ingat, kelak, tak ada bukti kesuksesan program makan bergizi gratis (MBG) kecuali anak-anak yang tumbuh sehat dan cerdas.

INDEKS BERITA

Terpopuler