KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kabar baik seputar niat Indonesia untuk memiliki industri baterai kendaraan listrik muncul akhir pekan lalu.
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengumumkan tentang niat Volkswagen terlibat dalam pembangunan ekosistim baterai kendaraan listrik di Indonesia.
Pernyataan Bahlil itu muncul di saat delegasi Indonesia yang dipimpin Presiden Joko Widodo mengunjungi pameran industri Hannover Messe.
Dalam ajang itu, rombongan pejabat Indonesia dikabarkan menggelar pertemuan dengan sejumlah korporasi dunia asal Eropa, seperti raksasa otomotif Volkswagen, jawara kimia BASF serta Eramet, perusahaan pertambangan dunia.
Dalam video yang ditayangkan akun Sekretariat Presiden di Youtube, Menteri Bahlil menyebut sejumlah rencana kerjasama.
Volkswagen, melalui anak usahanya, Power Co akan ikut dalam proyek pembangunan smelter di Sulawesi Selatan. Pihak lain yang sudah ada di proyek tersebut adalah Vale Indonesia, raksasa otomotif asal Amerika Serikat (AS) Ford dan perusahaan tambang asal Tiongkok, Zhejiang Huayou Cobalt.
Volkswagen, menurut Bahlil, juga akan bekerjasama dengan Eramet dan perusahaan nasional, Grup Kalla serta Merdeka.
Sementara BASF disebut akan berinvestasi dalam pembangunan ekosistem baterai mobil senilai US$ 2,6 miliar. BASF, menurut Bahlil, juga akan menggandeng Eramet dalam proyek yang tidak dirinci.
Semoga saja, sejumlah rencana yang disampaikan Menteri Bahlil bisa bergulir cepat. Mengingat, beberapa kabar sebelumnya mengenai rencana investasi di ekosistem baterai kendaraan listrik di negeri ini, seakan tidak berlanjut.
Mereka yang pernah disebut-sebut berniat untuk mengembangkan ekosistim baterai bagi kendaraan listrik seperti Foxconn dan Tesla. Dari sekian banyak rencana investasi perusahaan asing di sektor baterai kendaraan listrik yang pernah tersebut, kenyataannya baru ada pemain lokal dan perusahaan asal Tiongkok yang meramaikan sektor hilir nikel.
Hanya para calon investor, dan mungkin sebagian pejabat di negeri ini, yang mengetahui alasan mengapa rencana-rencana investasi seputar baterai listrik berjalan lamban.
Mengingat status Indonesia sebagai negeri produsen nikel terbesar di dunia, kita bisa berharap apa yang terjadi saat ini sekadar penundaan. Dan bukan karena rencana yang disebut itu dari awalnya hanyalah klaim sepihak.