Sadisnya Kejahatan Korporasi di Pasar Keuangan

Kamis, 08 Agustus 2024 | 12:39 WIB
Sadisnya Kejahatan Korporasi di Pasar Keuangan
[ILUSTRASI. Budi Frensidy, Pengamat Pasar Modal]
Budi Frensidy | Pengamat Pasar Modal

KONTAN.CO.ID - JAKARTA.  Kejahatan di sektor jasa keuangan masih saja terjadi. Belasan tahun lalu ada kasus Bank Century, Antaboga Delta Sekuritas, Sarijaya Permana Securities, Signature Capital, Optima Kharya Capital Management, dan PT Katarina Utama Tbk (RINA) dengan kerugian antara puluhan miliar rupiah hingga triliunan rupiah.

Adanya single investor identification (SID) dan rekening dana nasabah (RDN) setiap investor setelah kasus Sarijaya. Belajar dari kasus Optima Kharya, setoran dana nasabah langsung masuk ke rekening terpisah untuk reksadana atau kontrak pengelolaan dana (KPD) itu, tidak lagi ke rekening perusahaan. Selain penggelapan dana, aset manajemen ini juga gagal bayar ketika menjanjikan guaranteed return 11% pada tahun 2010.

Jauh sebelum maraknya emiten abal-abal di bursa, di tahun 2010 sudah ada perusahaan yang membawa kabur dana initial public offering (IPO) Rp 30,9 miliar. RINA yang IPO pada 14 Juli 2009 memanipulasi laporan keuangan, dengan proyek dan piutang fiktif hingga akhirnya harus mengalami delisting pada 1 Oktober 2012.

Pada tahun 2015 mencuat kasus dana pensiun (dapen) Pertamina yang mengelola lebih dari Rp10 triliun. Dapen ini membeli hingga Rp 700 miliar saham non-LQ45 yang nilai transaksi hariannya hanya Rp15,3 miliar, sampai menguasai 8,1% saham tersebut. Terbukti merugikan negara Rp612 miliar, direktur utama dapen divonis 8 tahun dan pemegang saham mayoritas SUGI belasan tahun.

Selain SUGI, dapen ini juga memborong saham kapitalisasi kecil dan tidak likuid: KREN sampai Rp 200 miliar yang setara 5%. Dengan rerata transaksi harian KREN yang cuma Rp 7 miliar, aksi beli sebanyak ini membuat harga saham itu melesat 218% dalam dua bulan yaitu dari Rp 660 menjadi Rp 2.100. Anda tahu harganya pekan lalu? Hanya Rp 6-Rp 7, turun 99% lebih dari harga saat jayanya.

Baca Juga: Kasus Kresna Life Modus Lama yang Harus Ditindak Tegas

Di tahun 2018 terkuak kasus gagal bayar utang triliunan rupiah PT SNP Finance kepada 14 bank dan medium term notes (MTN) yang diterbitkan. Akibat kasus ini, dua Akuntan Publik (AP) dan Kantor Akuntan Publik (KAP) yang memeriksa laporan keuangan perusahaan ini tidak diizinkan lagi berpraktik sebagai auditor di sektor perbankan, pasar modal, dan Industri Keuangan Non Bank (IKNB). Mereka dinilai melakukan pelanggaran berat.

Tahun 2019 ada kasus penggelembungan pendapatan US$ 239,94 juta (Rp 3,36 triliun) PT Garuda Indonesia Tbk di triwulan IV 2018. Tanpa transaksi ini, Garuda masih rugi US$ 239,1 juta di tahun 2018. Pembalikan rugi menjadi untung ini karena ada pengakuan pendapatan lain-lain atas kerjasama layanan hiburan selama 15 tahun dengan perusahaan swasta kecil yang belum dikenal. Total asetnya hanya Rp 10 miliar.

Kenyataannya, Garuda baru menyelesaikan instalasi pada satu dari 203 pesawat yang dijanjikan untuk layanan itu dan juga tidak ada kas masuk hingga semester I 2019. Akuntan publik yang memeriksa kena pembekuan izin selama 12 bulan atas pelanggaran berat ini. Garuda harus menyusun lagi laporan keuangan yang benar.

Kerugian masyarakat akibat kejahatan keuangan yang terbesar terjadi dalam lima tahun terakhir. Kasus Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya, pemiliknya tahun lalu malah divonis bebas oleh pengadilan. Konon ia merugikan Rp 106 triliun.

Kerugian triliunan rupiah terjadi di Asuransi Jiwasraya di tahun 2019 dan Asabri di 2021. Modus dan otak pelaku yang beririsan. Jiwasraya dan Asabri melakukan fraud pengelolaa investasi. Portofolio finansial Jiwasraya menempatkan 22,4% atau Rp 5,7 triliu dalam saham dan 59,1% atau Rp14,9 triliun di reksadana. Dalam portofolio saham, ternyata hanya 5% LQ-45.

Sementara dari 13 manajer investasi (MI) yang bermitra, hanya 2% reksadana dikelola MI top tier. Sejumlah reksadana khusus untuk menampung/mengambil di pasar negosiasi (di atas harga perolehan) saham-saham kemahalan (overpriced) yang dibeli Jiwasraya. Reksadana ini kemudian dibeli lagi Jiwasraya.

Aksi ini memindahkan saham rugi dari portofolio saham ke portofolio reksadana untuk mendandani kinerja portofolio saham. Tapi menyimpan boroknya di portofolio reksadana.

Untuk mencegah rekayasa keuangan seperti ini terulang, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per 6 September 2019 menerbitkan surat edaran: melarang MI menerbitkan reksadana yang bertujuan membeli efek dari calon atau pemegang unit penyertaan. Kasus gagal bayar asuransi juga terjadi di Wanaartha, Bakrie, Bumi Asih Jaya, Bumiputera (AJB), terakhir Kresna Life.

Keanehan terjadi ketika pemilik Grup Kresna Michael Steven (MS) menang dalam gugatan banding OJK terkait pencabutan izin Kresna Life. Karena namanya tidak ada di anggaran dasar, MS dinyatakan tidak bertanggung jawab. Hakim tidak memahami, sesungguhnya MS adalah ultimate beneficial owner.

Menurut pengamat hukum Denny Indrayana, menjadi ultimate beneficial owner agar kejahatannya tidak terdeteksi adalah modus lama. Dan seorang buron yang merugikan banyak pihak, sejatinya tidak punya hak mengajukan gugatan apalagi bisa menang melawan OJK.

Sebenarnya izin Kresna Life yang gagal bayar hingga Rp 6,4 triliun bisa dicabut di tahun 2021. OJK memberi waktu lebih dari dua tahun bagi Kresna Life memperbaiki kondisi sebelum mencabutnya di 23 Juni 2023.

Mengapa para hakim tidak mau melihat dan belajar dari pasar dan investor saham yang rasional? Tujuh saham Grup Kresna kena hukuman pasar dan berprospek suram yaitu KREN, MCAS, NFCX, DMMX, DIVA, TFAS, dan ASMI. Harga saham anjlok 47,7% (NFCX) hingga 88% (KREN). Rata-rata terjun 71,25% di tujuh bulan pertama 2024. Saham DEFI bahkan tidak ditransaksikan sejak awal 2022 karena sanksi pembekuan kegiatan usaha oleh OJK. n

Ini Artikel Spesial
Agar bisa lanjut membaca sampai tuntas artikel ini, pastikan Anda sudah berlangganan.
Sudah Berlangganan?
Berlangganan dengan Google
Gratis uji coba 7 hari pertama dan gunakan akun Google sebagai metode pembayaran.
Business Insight
Artikel pilihan editor Kontan yang menyajikan analisis mendalam, didukung data dan investigasi.
Kontan Digital Premium Access
Paket bundling Kontan berisi Business Insight, e-paper harian dan tabloid serta arsip e-paper selama 30 hari.
Masuk untuk Melanjutkan Proses Berlangganan
Bagikan

Berita Terkait

Berita Terbaru

Klaim Purbaya Tak Terbukti, Korporasi Tahan Ekspansi, Rupiah Anjlok 7 Hari Beruntun
| Rabu, 24 Desember 2025 | 09:13 WIB

Klaim Purbaya Tak Terbukti, Korporasi Tahan Ekspansi, Rupiah Anjlok 7 Hari Beruntun

Korporasi masih wait and see dan mereka mash punya simpanan internal atau dana internal. Rumah tangga juga menahan diri mengambl kredit konsumsi.

Pasca Rights Issue Saham PANI Malah Longsor ke Fase Downtrend, Masih Layak Dilirik?
| Rabu, 24 Desember 2025 | 08:46 WIB

Pasca Rights Issue Saham PANI Malah Longsor ke Fase Downtrend, Masih Layak Dilirik?

Meningkatnya porsi saham publik pasca-rights issue membuka lebar peluang PANI untuk masuk ke indeks global bergengsi seperti MSCI.

Mengejar Dividen Saham BMRI dan BBRI: Peluang Cuan atau Sekadar Jebakan?
| Rabu, 24 Desember 2025 | 08:28 WIB

Mengejar Dividen Saham BMRI dan BBRI: Peluang Cuan atau Sekadar Jebakan?

Analisis mendalam prospek saham BMRI dan BBRI di tengah pembagian dividen. Prediksi penguatan di 2026 didukung fundamental solid.

Tahun Depan Harga Komoditas Energi Diramal Masih Sideways
| Rabu, 24 Desember 2025 | 08:25 WIB

Tahun Depan Harga Komoditas Energi Diramal Masih Sideways

Memasuki tahun 2026, pasar energi diprediksi akan berada dalam fase moderasi dan stabilisasi, harga minyak mentah cenderung tetap sideways.

Rupiah Nyungsep dan Bayang-Bayang Profit Taking, Berikut Rekomendasi Saham Hari Ini
| Rabu, 24 Desember 2025 | 08:20 WIB

Rupiah Nyungsep dan Bayang-Bayang Profit Taking, Berikut Rekomendasi Saham Hari Ini

Risiko lanjutan aksi profit taking masih membayangi pergerakan indeks. Ditambah kurs rupiah melemah, menjebol level Rp 16.700 sejak pekan lalu. ​

IHSG Berpeluang Melemah Jelang Libur Natal
| Rabu, 24 Desember 2025 | 08:15 WIB

IHSG Berpeluang Melemah Jelang Libur Natal

Pemicu pelemahan IHSG adalah tekanan pada saham-saham berkapitalisasi pasar besar dan aksi ambil untung (profit taking) investor.

SSIA Bisa Lebih Stabil Tahun Depan
| Rabu, 24 Desember 2025 | 08:10 WIB

SSIA Bisa Lebih Stabil Tahun Depan

Ruang pemulihan kinerja PT Surya Semesta Internusa Tbk (SSIA) mulai terbuka, ditopang pengakuan awal penjualan lahan Subang Smartpolitan, 

Peta Bank Syariah 2026 Berubah, Cek Rekomendasi Saham BRIS & BTPS Pasca Hadirnya BSN
| Rabu, 24 Desember 2025 | 07:59 WIB

Peta Bank Syariah 2026 Berubah, Cek Rekomendasi Saham BRIS & BTPS Pasca Hadirnya BSN

Bank Syariah Nasional langsung merangsek ke posisi dua dari sisi aset dan membawa DNA pembiayaan properti.

Pesta Pora Asing di Saham BUMI, Blackrock hingga Vanguard Ramai-Ramai Serok Barang
| Rabu, 24 Desember 2025 | 07:34 WIB

Pesta Pora Asing di Saham BUMI, Blackrock hingga Vanguard Ramai-Ramai Serok Barang

Investor institusi global seperti Blackrock dan Vanguard mengakumulasi saham BUMI. Simak rekomendasi analis dan target harga terbarunya.

Sederet Tantangan Industri Manufaktur pada 2026
| Rabu, 24 Desember 2025 | 07:20 WIB

Sederet Tantangan Industri Manufaktur pada 2026

Kadin melihat sektor manufaktur tetap menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia pada tahun 2026,

INDEKS BERITA