KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejak tahun 2016 hingga kemarin (8/7), Bursa Efek Indonesia (BEI) kedatangan 123 emiten baru. Terhitung dari initial public offering (IPO), Sejumlah saham memberi cuan fantastis hingga ribuan persen. Sebaliknya, ada juga yang pergerakannya minus.
Saham Sanurhasta Mitra Tbk (MINA), misalnya, naik 5.110% sejak IPO 28 April 2017. Begitu juga Pelayaran Tamarin Samudra (TAMU) yang melonjak 4.670% sejak IPO. Sedangkan Transcoal Pacific (TCPI) naik 4.560%.
Ada juga emiten yang mengalami penurunan tajam. Misalnya Cahayasakti Investindo Sukses (CSIS) yang turun 67% sejak IPO 10 Mei 2017. Juga Graha Andrasentra Propertindo (JGLE) yang turun 64,29% sejak IPO.
Tiga saham yang listing kemarin pun bergerak beragam. ENVY naik 50%, BLUE menguat 69,23%. Namun IPTV turun 1,67% di hari perdana.
High risk
Melihat pergerakan tersebut, Kepala Riset Ekuator Swarna Sekuritas David Nathanael Sutyanto menilai, emiten yang masih terhitung baru lebih cocok bagi jenis investor pengambil risiko (risk taker). Sebab, secara teori, saham yang baru IPO punya risiko lebih tinggi, salah satunya risiko likuiditas.
Analis Reliance Sekuritas Kornelis Pandu menjelaskan, secara fundamental perlu setidaknya dua tahun laporan keuangan untuk menakar kelayakan saham tersebut sebagai pilihan investasi. Namun, akan lebih baik apabila sudah lima tahun laporan keuangan. "Secara fundamental, diperlukan setidaknya lima tahun laporan keuangan untuk menentukan apakah sebuah perusahaan layak beli atau tidak," kata Kornelis.
Namun, lanjut Kornelis, apabila ingin trading, tidak ada salahnya memilih perusahaan yang baru saja terpampang di papan bursa. Dia menyarankan untuk memilih emiten di sektor properti konstruksi dan perbankan.
Senada, Analis Panin Sekuiritas William Hartanto juga berpendapat senada. Ada baiknya, investor menunggu pergerakan harga sembari melihat faktor fundamental sebelum berinvestasi.
Kepala Riset PT Samuel Sekuritas Indonesia Suria Dharma mengatakan, perlu beberapa pertimbangan sebelum membeli saham pendatang baru. Pertama, apakah investor suka atau tidak industri dari emiten tersebut. Kedua, valuasi saham.
Ketiga, lihat juga siapa underwriter-nya. Lalu keempat, ketersediaan stok saham yang menjadi salah satu penentu bagi keberhasilan investasi saham.