KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pasar keuangan global menunggu-nunggu rapat bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve yang akan berlangsung pekan ini. Pasar keuangan hampir yakin bahwa The Fed akan menurunkan suku bunga acuan untuk pertama kalinya sejak Maret 2020.
European Central Bank (ECB) bahkan telah dua kali menurunkan suku bunga. Mengapa penurunan suku bunga ditunggu-tunggu?
Asal tahu, The Fed menaikkan suku bunga acuan untuk mengekang inflasi AS yang pernah menyentuh lebih dari 9% pada Juni 2022. Setahun terakhir, laju inflasi AS telah turun di bawah 4%, bahkan menyentuh 2,5% di bulan Agustus. Inflasi yang mendekati target bank sentral ini meluapkan harapan suku bunga bisa turun.
Dari sisi ekonomi, suku bunga yang tinggi menyebabkan pendanaan yang mahal. Alhasil, kegiatan usaha akan membayar lebih mahal untuk ekspansi. Sehingga, laba pelaku kegiatan usaha dan emiten bisa tergerus. Ketika bunga tinggi, biasanya pasar saham berkinerja kurang memuaskan.
Nyatanya ketika suku bunga AS masih berada di 5,25%-5,5%, pasar saham AS justru tembus rekor tertinggi pada bulan Juli-Agustus. Pasar saham Indonesia juga terus menyentuh angka tertinggi baru alias all time high (ATH) pekan lalu.
Antisipasi pasar akan penurunan suku bunga acuan sudah mencuat sejak awal tahun ini. Tetapi hingga kini belum ada realisasi penurunan suku bunga. Sementara fundamental kinerja emiten mulai stabil setelah anjlok saat Covid dan melonjak pasca-Covid.
Dari dalam negeri, Bank Indonesia (BI) juga menurunkan suku bunga acuan meski inflasi tahunan hanya 2,12% di bulan Agustus. Fokus utama BI adalah stabilitas rupiah.
Ketika selisih suku bunga AS dan Indonesia tipis, ada potensi dana asing keluar dari pasar domestik. Alhasil, BI perlu menjaga selisih suku bunga ini. Sejalan dengan prediksi suku bunga AS, BI Rate juga diramal akan turun pada rapat dewan gubernur (RDG) BI pekan ini.
Penurunan suku bunga akan menurunkan biaya dana baik pelaku usaha dan konsumen. Suku bunga yang rendah artinya ada potensi kinerja emiten makin membaik dan ekspansi bisnis makin ramai.
Ketika suku bunga benar-benar turun, belum tentu pasar saham langsung melesat. September dianggap sebagai bulan penurunan pasar secara historis. Selain itu, strategi buy the rumour, sell the news bisa kejadian karena saking lamanya penurunan bunga ditunggu.