Sengkarut Kendala Pemanfaatan Gas Bumi, PLN Bimbang Pilih EBT atau Gas Bumi
Jumat, 03 September 2021 | 06:18 WIB
Reporter:
Arfyana Citra Rahayu, Filemon Agung |
Editor: Azis Husaini
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Pemanfaatan gas bumi di Indonesia masih menemui berbagai kendala. Problem itu mulai dari infrastruktur hingga harga gas yang tidak ekonomis dibandingkan sumber energi lain. Saat ini pengguna gas bumi antara lain PT PLN, industri manufaktur serta industri pupuk.
Direktur Perencanaan Korporat PT PLN, Evy Haryadi mengungkapkan, kebutuhan gas untuk Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) bakal terus meningkat hingga 2030. Proyeksi itu mengacu pada Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030 yang tengah disusun.
Proyeksi konsumsi gas untuk PLTG diprediksi meningkat dari 364 Tera British Thermal Unit (TBTU) saat ini menjadi 546 TBTU pada 2030 mendatang. Kendati demikian, pemanfaatan gas masih menemui sejumlah kendala antara lain infrastruktur pipa gas serta persoalan komitmen jangka panjang untuk liquefied natural gas (LNG).
"Problem utama gas terkait dengan pipa, ada keterbatasan. Sementara jika terjadi kelangkaan batubara, jika menggunakan LNG, maka harus ada komitmen jauh-jauh hari," ungkap Haryadi dalam forum IPA Convex 2021, kemarin.
Lebih lanjut, dia menjelaskan, kendala infrastruktur pipa menyebabkan pengiriman gas ke pembangkit listrik sulit dilakukan. Apalagi, PLN saat ini berencana melakukan konversi sebanyak 52 Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) ke pembangkit berbahan bakar gas. Program tersebut ditargetkan rampung dalam dua tahun.
Haryadi mengungkapkan, lokasi PLTD yang mayoritas tersebar di Indonesia Timur menyebabkan upaya distribusi gas membutuhkan metode dan infrastruktur yang lebih kompetitif ketimbang metode lainnya. Selain itu, diakui jumlah permintaan gas pun tidak begitu besar.
Dia memastikan bahwa upaya penyediaan energi oleh PLN difokuskan pada tiga poin utama, yakni keamanan energi, keterjangkauan energi dan keberlanjutan lingkungan hidup. "Kalau bicara lingkungan hidup, Energi Baru Terbarukan (EBT) lebih baik daripada gas. Jika masalah keamanan tentu gas [lebih baik]," jelas Haryadi.
Membuka pasar
Adapun mengenai aspek keterjangkauan, Haryadi menilai hal ini erat kaitannya dengan harga listrik yang dihasilkan. Oleh karena itu, diperlukan kalkulasi, mana energi yang lebih kompetitif antara PLTG dan Pembangkit EBT.
Sementara itu, Direktur Hulu Pertamina, Budiman Parhusip mengatakan, untuk memaksimalkan pemanfaatan gas bumi, maka harus dibuka pasar baru seperti pabrik petrokimia, metanol, transportasi dan gas pipa. "Dari sisi hulu juga tantangannya bagaimana memonetisasi lapangan-lapangan gas yang terbengkalai," ungkap dia.
Saat ini Pertamina sedang mengembangkan lapangan gas Jambaran Tiung Biru, pengembangan Sanga-Sanga, dan Senoro.
"Ada fiscal term juga membantu pengembangan lapangan gas," kata dia.
Direktur Pembinaan Program Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, Dwi Anggoro Ismukurnianto, menjelaskan saat ini harga gas US$ 6 per mmbtu sudah berjalan, meskipun penyerapan gas bumi untuk industri tertentu itu belum maksimal. "Industri keramik baru sekitar 56% penyerapannya," kata dia.
Ini Artikel Spesial
Agar bisa lanjut membaca sampai tuntas artikel ini, pastikan Anda sudah berlangganan atau membeli artikel ini.