Sentimen Negatif yang Menekan Emiten Farmasi Mulai Mengendur

Selasa, 07 Mei 2019 | 07:13 WIB
Sentimen Negatif yang Menekan Emiten Farmasi Mulai Mengendur
[]
Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: A.Herry Prasetyo

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tekanan di industri emiten farmasi mulai kendur. Ini tercermin dari besaran biaya produksi kuartal pertama tahun ini di sektor tersebut.

Sebagian emiten masih mencatat kenaikan biaya produksi. Namun, sebagian besar lainnya justru mencatat penurunan biaya produksi. Kalau pun ada kenaikan, jumlahnya tak signifikan.

Kepala Riset Bahana Sekuritas Lucky Ariesandi mengatakan, sektor farmasi mengalami tekanan karena gejolak perekonomian global yang mengakibatkan pelemahan rupiah. Namun, sebelum tutup tahun 2018, sentimen positif mulai datang lagi. "Penguatan nilai rupiah meringankan emiten perusahaan farmasi mengimpor bahan baku," ujar Lucky dalam keterangan tertulis, Senin (6/5).

Setali tiga uang, Head of Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana berpendapat, kestabilan nilai tukar rupiah berimbas positif bagi emiten farmasi. Namun, penguatan rupiah bukan satu-satunya.

Menilik data APBN 2019, pemerintah menganggarkan dana kesehatan Rp 123,1 triliun, naik 10% dibanding dengan tahun lalu. "Program pemerintah terhadap layanan kesehatan yang terjangkau juga menjadi katalis positif bagi emiten farmasi," imbuh Wawan, Senin (6/5).

Meski begitu, masih banyak tantangan yang perlu dihadapi emiten farmasi. Tak menutup kemungkinan, sentimen positif kurs rupiah terhapus oleh meningkatnya harga minyak dunia.

Lucky bilang, harga minyak juga merupakan komponen beban emiten farmasi. "Jika harga minyak meningkat, beban biaya akan naik," imbuhnya.

Selain itu, program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sejatinya masih menjadi katalis positif. Tapi, sifatnya sebatas mengerek volume penjualan, belum ke sisi laba emiten.

Wawan menjelaskan, kebutuhan obat-obatan tahun ini diperkirakan naik 6,5% seiring meningkatnya anggaran kesehatan. Namun, penjualan obat-obatan yang menggunakan layanan BPJS kesehatan kebanyakan obat generik.

"Penjualan terbesar masih disumbang oleh obat generik yang harganya diatur oleh pemerintah. Jadi, meski penjualan meningkat, namun sisi cashflow dan margin keuntungan masih menantang," jelas Wawan.

Semua kondisi tersebut yang membuat kinerja keuangan emiten farmasi bervariasi. PT Kalbe Farma Tbk (KLBF),  misalnya, membukukan pendapatan kuartal pertama tahun ini sebesar Rp 5,36 triliun, naik 6,9%. Tapi, laba bersih hanya naik 1% menjadi sekitar Rp 595 miliar.

Pada periode yang sama, laba bersih PT Kimia Farma Tbk (KAEF) bahkan turun 44% menjadi Rp 20,61 miliar. Padahal, pendapatannya tumbuh 21% menjadi Rp 1,81 triliun.

Bagikan

Berita Terkait

Berita Terbaru

ADMR Punya Angin Segar: Aluminium Bullish dan Labanya Diproyeksi Melonjak
| Selasa, 18 November 2025 | 16:13 WIB

ADMR Punya Angin Segar: Aluminium Bullish dan Labanya Diproyeksi Melonjak

Prospek PT Alamtri Minerals Indonesia Tbk (ADMR) juga didukung smelter aluminium yang ditargetkan beroperasi pada akhir tahun 2025.

Intiland Development (DILD) Garap Proyek IKN, Begini Respon Pasar
| Selasa, 18 November 2025 | 15:31 WIB

Intiland Development (DILD) Garap Proyek IKN, Begini Respon Pasar

Masuknya DILD ke proyek IKN dianggap sebagai katalis yang kuat. IKN merupakan proyek dengan visibilitas tinggi dan menjadi prioritas pemerintah.

Astra Graphia (ASGR) Cetak Pertumbuhan Dua Digit
| Selasa, 18 November 2025 | 10:05 WIB

Astra Graphia (ASGR) Cetak Pertumbuhan Dua Digit

Dalam menjaga kelangsungan bisnis jangka panjang, perusahaan berfokus dalam penguatan fundamental bisnis yang disertai pemberian ruang eksplorasi

Indonesia Bisa Kecipratan Investasi dari Australia
| Selasa, 18 November 2025 | 09:50 WIB

Indonesia Bisa Kecipratan Investasi dari Australia

Hubungan dagang Indonesia–Australia selama ini didominasi oleh ekspor daging, gandum serta arus pelajar Indonesia ke Australia.

Hanya 4 Hari Saham CSIS Terbang Hampir 100%, Aksi Korporasi Anak Usaha Jadi Katalis
| Selasa, 18 November 2025 | 08:49 WIB

Hanya 4 Hari Saham CSIS Terbang Hampir 100%, Aksi Korporasi Anak Usaha Jadi Katalis

Secara teknikal, saham PT Cahayasakti Investindo Sukses Tbk (CSIS) masih berpotensi melanjutkan penguatan. 

Bisnis UMKM Belum Bisa Terangkat
| Selasa, 18 November 2025 | 08:15 WIB

Bisnis UMKM Belum Bisa Terangkat

Hal ini dipengaruhi oleh normalisasi daya beli masyarakat yang masih lesu, permintaan pasca Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) dan libur sekolah

Sejumlah Emiten Akan Private Placement, Simak Prospek Sahamnya
| Selasa, 18 November 2025 | 08:11 WIB

Sejumlah Emiten Akan Private Placement, Simak Prospek Sahamnya

Salah satu yang terbesar ialah PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA). Emiten pelat merah ini berencana menggelar private placement Rp 23,67 triliun

Mitra Keluarga (MIKA) Terus Merawat Pertumbuhan Bisnis
| Selasa, 18 November 2025 | 08:00 WIB

Mitra Keluarga (MIKA) Terus Merawat Pertumbuhan Bisnis

Pertumbuhan kinerja didukung peningkatan volume pasien swasta serta permintaan layanan medis berintensitas lebih tinggi di sejumlah rumah sakit.

Summarecon Agung (SMRA) Menyuntik Modal ke Anak Usaha Sebesar Rp 231,83 Miliar
| Selasa, 18 November 2025 | 07:46 WIB

Summarecon Agung (SMRA) Menyuntik Modal ke Anak Usaha Sebesar Rp 231,83 Miliar

SMRA melakukan transaksi afiliasi berupa penambahan modal oleh perusahaan terkendali perseroan itu pada perusahaan terkendali lain.

Integrasi Merger Berlanjut, Laba EXCL Bisa Membaik di 2026
| Selasa, 18 November 2025 | 07:33 WIB

Integrasi Merger Berlanjut, Laba EXCL Bisa Membaik di 2026

EXCL berhasil meraup pendapatan sebesar Rp 30,54 triliun. Nilai ini melonjak 20,44% secara tahunan atau year on year (yoy) dari Rp 25,36 triliun.​

INDEKS BERITA

Terpopuler