Setelah Menaklukan Pasar Nikel, Tsingshan Kini Mengincar Lithium

Jumat, 26 November 2021 | 15:20 WIB
Setelah Menaklukan Pasar Nikel, Tsingshan Kini Mengincar Lithium
[ILUSTRASI. Logo Contemporary Amperex Technology Ltd (CATL) terpampang di kendaraan di Tianjin, China, 11 Juni 2018.  ]
Reporter: Sumber: Reuters | Editor: Thomas Hadiwinata

KONTAN.CO.ID -  HANOI/JAKARTA. Tsingshan Holding Group merupakan satu di antara banyak wajah baru yang merambah sektor lithium, yang sangat diminati belakangan ini. Langkah itu membuka jalan bagi Tsingshan untuk menjadi penyedia bahan baku yang komplit bagi kendaraan listrik (EV). 

Sebelum merambah lithium, Tsingshan sudah lebih dulu menggoyang pasar nikel dunia. Berkat peningkatan produksinya di fasilitas yang berada di Indonesia, Tsingshan pun merebut gelar produsen nikel terbesar di dunia pada 2018. Padahal, bisnis utama Tsingshan sebelumnya adalah memproduksi baja tahan karat.

Chengxin dan sesama perusahaan China, Chengxin Lithium Group Co akan memproduksi 60.000 ton bahan kimia lithium per tahun di fasilitas pemrosesan lithium di Indonesia, demikian pernyataan Chengxin dalam keterbukaan informasi. Ini adalah pengumuman pertama perusahaan tentang fasilitasnya di Indonesia.

Selain memproduksi nikel dan kobalt tingkat baterai yang sudah dikembangkan di fasilitasnya di Indonesia, pasokan lithium akan menjadikan Tsingshan sebagai produsen skala besar dari tiga bahan utama yang diperlukan untuk EV dan baterai isi ulang lainnya.

Baca Juga: Akselerasi pengembangan mobil listrik domestik perlu dilakukan

Tsingshan tidak menanggapi permintaan untuk mengomentari rencana pembangunan fasilitas lithium. Namun seorang eksekutif perusahaan itu mengatakan ke Reuters bahwa "bisnis baterai akan menjadi bisnis inti baru."

Tsingshan memiliki 35% saham di proyek tersebut, dan Chengxin 65%. Para mitra akan menggunakan modal sendiri untuk menutup 30% dari nilai investasi pabrik yang mencapai US$ 350 juta. Sebanyak 70% kebutuhan yang tersisa akan ditutup dengan pinjaman, demikian keterangan dalam keterbukaan informasi.

Belum ada target awal pembangunan, mengingat fasilitas produksi lithium itu masih menghadapi tantangan. Seorang pejabat Chengxin mengatakan kepada Reuters bahwa mereka akan membutuhkan 450.000 ton konsentrat lithium setiap tahun untuk proyek tersebut, Semuanya merupakan bijih lithium hard-rock.

Tidak seperti nikel dan kobalt, yang ditemukan di sekitar operasi Tsingshan, sejauh ini tidak ada deposit litium yang diketahui berada di Indonesia. Itu berarti para mitra perlu mencari pasokan mineral kaya litium seperti spodumene ke luar negeri untuk menutup kebutuhan bahan baku pabrik.

Baca Juga: Ekonom: Pengembangan ekosistem kendaraan listrik harus beri manfaat bagi negara

"Ada kemungkinan Chengxin dapat mengamankan offtake tambahan. Tetapi persaingan untuk konsentrat spodumene kemungkinan akan sengit," kata analis Wood Mackenzie, Allan Pedersen.

Chengxin mengatakan akan bekerja dengan mitra untuk memastikan pasokan bahan baku bagi proyek tersebut, sambil mengingatkan bahwa proyek itu masih berada di tahap awal.

Perusahaan yang berbasis di Shenzhen menunjukkan bahwa mereka baru-baru ini memperluas basis sumber daya hulunya melalui akuisisi di Argentina dan Zimbabwe. Ia juga memiliki saham di Huirong Mining, yang sedang mengeksplorasi tambang lithium di provinsi Sichuan China.

Tsingshan sendiri menargetkan produksi tahunan setara dengan 24.000 ton lithium karbonat di Argentina setelah bekerja sama dengan Eramet Prancis dan akan membuat bahan baterai lithium iron phosphate (LFP) di Indonesia dengan Jiangsu Lopal Tech Co Ltd, kata mitra Tsingshan.

Kedekatan Indonesia dengan Australia juga akan membantu, kata para ahli. Australia sejauh ini merupakan pemasok spodumene terbesar di dunia dan diperkirakan akan mendorong 51% peningkatan global dalam pasokan bahan baku lithium pada 2020-25, kata analis Alice Yu dari S&P Global Market Intelligence.

Tsingshan telah merencanakan produksi tahunan setidaknya 230.000 ton nikel tingkat baterai dan sekitar 27.000 ton kobalt dengan mitra lain di Indonesia. Ketika pabrik lithium mulai beroperasi, itu akan memberikan Tsingshan volume besar dari tiga mineral yang sangat dibutuhkan untuk melakukan transisi energi.

Fasilitas lithium milik Tsingshan juga membuka jalan bagi Pemerintah Indonesia mencapai ambisinya menjadi pemain terkemuka dalam rantai pasokan EV. Sebelumnya, Indonesia sudah mengantongi investasi bernilai besar dari pembuat baterai LG Chem Ltd dan Kontemporer Amperex Technology Co Ltd.

Indonesia berniat memproduksi baterai 140 gigawatt jam pada tahun 2030. Negeri itu membutuhkan investasi sekitar US$ 35 miliar untuk mengembangkan ekosistem EV, yang meliputi EV, fasilitas baterai, stasiun pengisian, daur ulang baterai dan fasilitas swap, dalam lima hingga sepuluh tahun, demikian pernyataan pejabat di Indonesia.

Baca Juga: Kembangkan ekosistem kendaraan listrik, holding IBC butuh US$ 15,3 miliar

Awal tahun ini, pemerintah meluncurkan Indonesia Battery Corporation, badan usaha milik negara yang bertujuan untuk mengembangkan sektor baterai negara.

"Pabrik lithium Chengxin/Tsingshan di Indonesia berdiri untuk mendapatkan keuntungan dari permintaan domestik, dan ditempatkan secara strategis untuk menjadi pemasok lithium pilihan bagi pembuat baterai di dalam negeri yang tidak perlu membayar biaya pengiriman yang seharusnya mereka bayar untuk mengimpor lithium," kata Sabrin Chowdhury, seorang analis di Fitch Solutions.

Tsingshan juga diharapkan mendapat manfaat dari proyek pembangkit listrik energi bersih 2 gigawatt yang direncanakan di Indonesia yang akan membantu mengurangi biaya listrik perusahaan dan meningkatkan daya tariknya sebagai pemasok bahan EV utama yang rendah emisi.

Tetapi Tsingshan juga harus mengatasi tantangan mendasar untuk menghasilkan produk lithium yang dimurnikan secara menguntungkan dari awal.

Baca Juga: Bertemu Biden, Jokowi ajak AS investasi di bidang ekosistem mobil listrik hingga EBT

Dengan mengubah nikel pig iron bermutu rendah yang melimpah secara lokal dalam skala massal menjadi nikel matte bermutu lebih tinggi - produk antara yang dapat digunakan untuk membuat baja tahan karat dan baterai - perusahaan menunjukkan ketajaman teknologi yang menempatkannya di radar siapa pun melacak rantai pasokan EV.

Masih ada pertanyaan apakah ia dapat melakukan hal serupa dengan lithium yang jauh lebih langka, yang memiliki karakteristik geologisnya sendiri yang unik.

"Apakah mereka dapat menantang pemain besar di pasar lithium masih perlu dipertanyakan," kata Gavin Montgomery, direktur di Wood Mackenzie, mengacu pada raksasa lithium Albemarle Corp, Ganfeng Lithium Co Ltd, SQM, Tianqi Lithium Corp dan Livent Corp.

"Namun, orang tidak boleh meremehkan Tsingshan," ujar dia.

Bagikan

Berita Terbaru

Dana Kelolaan Manajer Investasi Masih Tumbuh Solid
| Sabtu, 18 Oktober 2025 | 13:06 WIB

Dana Kelolaan Manajer Investasi Masih Tumbuh Solid

Sejumlah manajer investasi di Indonesia tetap mencatat pertumbuhan dana kelolaan positif di tengah fluktuasi pasar keuangan global, ​

Hasil Survei Bank Indonesia, Geliat Usaha Melandai di Semester II-2025
| Sabtu, 18 Oktober 2025 | 10:33 WIB

Hasil Survei Bank Indonesia, Geliat Usaha Melandai di Semester II-2025

Bank Indonesia melaporkan pertumbuhan SBT hanya 11,55% pada Q3 2025 dan memperkirakan hanya 10,53% di Q4, menandakan perlambatan ekonomi.

Menkeu Purbaya Bentuk Pokja Awasi Belanja 26 K/L
| Sabtu, 18 Oktober 2025 | 10:28 WIB

Menkeu Purbaya Bentuk Pokja Awasi Belanja 26 K/L

Menteri Purbaya ungkap 26 kementerian belum optimal realisasi anggaran. Pokja akan monitor dan laporkan tiap bulan.

Mengulik Wacana Pemerintah Melakukan Hapus Tagih Kredit Macet Bernilai Mini
| Sabtu, 18 Oktober 2025 | 10:24 WIB

Mengulik Wacana Pemerintah Melakukan Hapus Tagih Kredit Macet Bernilai Mini

Ratusan ribu calon debitur KPR FLPP tidak dapat mengakses pembiayaan karena masuk daftar hitam SLIK akibat kredit macet kecil.

Realisasi Investasi Asing Pada Kuartal III-2025 Kembali Anjlok Secara Tahunan
| Sabtu, 18 Oktober 2025 | 10:19 WIB

Realisasi Investasi Asing Pada Kuartal III-2025 Kembali Anjlok Secara Tahunan

Realisasi foreign direct investment ke Indonesia mencapai Rp 212 triliun pada kuartal III-2025, turun 8,87% secara tahunan

Demi Angkat Ekonomi, Inilah Stimulus Tambahan Penyangga Daya Beli
| Sabtu, 18 Oktober 2025 | 10:13 WIB

Demi Angkat Ekonomi, Inilah Stimulus Tambahan Penyangga Daya Beli

Pemerintah menggelontorkan anggaran untuk menambah bantuan langsung tunai dan magang program fresh graduate 

Perjalanan Neneng Goenadi, Dari Konsultan Jadi Bos Teknologi
| Sabtu, 18 Oktober 2025 | 09:00 WIB

Perjalanan Neneng Goenadi, Dari Konsultan Jadi Bos Teknologi

Neneng membawa pengalamannya sebagai seorang profesional untuk mengelola bisnis dan memberdayakan jutaan mitra pengemudi di ekosistem digital Grab

Rupiah dalam Sepekan Tertekan Data Ekonomi
| Sabtu, 18 Oktober 2025 | 07:30 WIB

Rupiah dalam Sepekan Tertekan Data Ekonomi

Rupiah melemah tipis 0,05% secara harian ke posisi Rp 16.590 per dolar AS pada Jumat (17/10). Dalam sepekan rupiah spot telah melemah 0,12%.  

Gandeng Electrolux, Selaras Citra Nusantara (SCNP) Produksi Kompor Tanam Premium
| Sabtu, 18 Oktober 2025 | 07:25 WIB

Gandeng Electrolux, Selaras Citra Nusantara (SCNP) Produksi Kompor Tanam Premium

Langkah ini sejalan dengan strategi perusahaan untuk mengembangkan produk baru di tengah gempuran alat rumah tangga impor.

Penjualan Semen Baturaja (SMBR) Melonjak 21%
| Sabtu, 18 Oktober 2025 | 07:10 WIB

Penjualan Semen Baturaja (SMBR) Melonjak 21%

Permintaan di wilayah Sumatra Bagian Selatan (Sumbagsel) yang meliputi Sumatra Selatan, Jambi dan Lampung masih ada dalam tren menanjak.

INDEKS BERITA

Terpopuler