Seusai Pertemuan Fed Kecemasan di Pasar Baru Mereda, Namun Tidak Lenyap

Kamis, 18 Maret 2021 | 16:40 WIB
Seusai Pertemuan Fed Kecemasan di Pasar Baru Mereda, Namun Tidak Lenyap
[ILUSTRASI. Pimpinan Federal Reserve Jerome Powell di Capitol Hill, Washington, Amerika Serikat, 12 February 2020. REUTERS/Yuri Gripas/File Photo]
Reporter: Sumber: Reuters | Editor: Thomas Hadiwinata

KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Seusai rapat terakhir Federal Reserve (The Fed), kecemasan Pasar terhadap ancaman taper tantrum mereda. Namun, investor tetap mencermati prospek peningkatan imbal hasil hasil berikut kenaikan kurvanya yang curam.

Kemungkinan itu sangat mungkin terjadi apabila Amerika Serikat (AS) mampu mendahului sebagian besar negara-negara lainnya dalam mencetak pemulihan ekonomi, paska pandemi Covid-19, tahun lalu.

Ketua The Fed, Jerome Powell, pada Rabu (17/3), berjanji untuk mempertahankan bunga acuan di AS di kisaran terendahnya hingga tahun-tahun mendatang. Meski, ada ekspektasi bahwa pertumbuhan ekonomi AS akan pulih, dan laju inflasi akan bergerak lebih cepat, seiring dengan meredanya dampak dari pandemi.

Baca Juga: Wall Street: Dow Jones dan S&P 500 melemah menanti pernyataan The Fed

Komentar Powell yang bernada dovish mengirimkan imbal hasil surat utang acuan Pemerintah AS, alias treasury note yang berjangka 10 tahun, turun dari posisi tertinggi yang sempat disentuhnya di awal sesi perdagangan ke posisi 1,6462%.

Pandangan The Fed tentu melegakan para investor di bursa. Mereka sempat mencemaskan kenaikan imbal hasil akan menahan laju indeks, dengan meredupkan daya tarik saham-saham di sektor tertentu, seperti teknologi.

Meskipun ada kenaikan, imbal hasil obligasi tetap rendah jika dibandingkan dengan standar historis. Selama empat dekade terakhir, pasar obligasi cenderung menguat, terutama setelah The Fed mengambil kebijakan yang merespon krisis keuangan global di tahun 2008.

Baca Juga: Sempat rekor, aksi profit taking bikin Bitcoin jatuh hampir 8%

Kenaikan yang terjadi baru-baru ini memang membawa imbal hasil treasury notes berjangka 10 tahun ke level tertingginya, yaitu 1,69% dari 0,50% di bulan Agustus. Namun kenaikan itu tidak tinggi, jika dibandingkan dengan lonjakan imbal hasil yang terjadi di masa lalu. Imbal hasil treasury 10-tahun butuh waktu sekitar tujuh bulan untuk naik sekitar 120 basis poin, dibandingkan dengan kenaikan sekitar 137 basis poin selama empat bulan, pada tahun 2013.

Satu hal yang memicu perhatian investor baru-baru ini adalah peningkatan yang lebih cepat dalam imbal hasil obligasi bertanggal lebih panjang dibandingkan dengan obligasi berjangka pendek. Kesenjangan itu, misalnya, terlihat untuk imbal hasil surat utang bertenor dua tahun dengan imbal hasil untuk treasury notes 10 tahun.

Imbal hasil untuk obligasi dengan tenor lebih panjang cenderung melampaui imbal hasil jangka pendek di saat pasar berekspektasi akan lingkungan pertumbuhan yang lebih kuat, inflasi yang lebih tinggi atau kenaikan bunga acuan.

Investor juga khawatir tentang kemungkinan terulangnya situasi "taper tantrum" yang dialami pasar pada tahun 2013. Situasi itu terjadi ketika imbal hasil melonjak karena ekspektasi pengurangan stimulus. Pada 2013, taper tantrum terjadi setelah Ketua The Fed saat itu, Ben Bernanke, mengatakan kepada anggota parlemen bahwa otoritas moneter di AS dapat mengurangi laju pembelian aset yang telah menopang pasar.

Untuk sementara, kecemasan di pasar bisa mereda oleh komentar Powell. Namun, kecemasan semacam itu mungkin muncul lagi apabila pertumbuhan ekonomi AS bergerak lebih cepat, hingga memicu spekulasi The Fed akan melakukan pengetatan moneter, lebih cepat daripada perkiraan pasar.

Peningkatan imbal hasil obligasi telah menahan laju kenaikan saham-saham sektor teknologi dan saham sektor lain yang masih tumbuh, yang telah mengungkit indeks S&P 500 hingga 80% dari posisi terendahnya di tahun lalu.

Baca Juga: Ancang-ancang Taper Tantrum, Jebakan Banjir Likuiditas dari Amerika

Peningkatan imbal hasil diyakini akan berdampak negatif terhadap saham teknologi, yang nilai kapitalisasi pasarnya membentuk sekitar 27% dari total nilai kapitalisasi pasar emiten S&P 500. Jika situasi semacam itu terjadi, para investor saham terancam mengalami penurunan nilai arus kas untuk jangka panjang.

Pada saat yang sama, kenaikan imbal hasil telah membantu mengangkat saham-saham sektor keuangan dan beberapa saham undervalued lain, mempercepat rotasi dari pertumbuhan ke nilai yang telah mencengkeram pasar tahun ini.

Baca Juga: Pilah-pilih investasi valas rekomendasi dari analis

Indeks Russel 1000, yang mengukur harga saham-saham yang tengah tumbuh alias “growth,” naik 1% dalam basis kuartal-hingga-saat ini, dibandingkan dengan kenaikan 11% untuk saham-saham sektor “value.”

Imbal hasil yang lebih tinggi juga dapat meningkatkan daya tarik dolar AS relatif terhadap mata uang utama lainnya. Indeks dolar, yang turun sekitar 10% dari akhir Maret tahun lalu, telah menikmati dorongan yang terbatas.

Kenaikan imbal hasil yang terus-menerus terjadi, jika dibarengi dengan kenaikan imbal hasil “nyata,” alias imbal hasil yang disesuaikan dengan inflasi, dapat memberikan dorongan bagi dolar AS. Indeks dollar AS berpeluang meningkat lebih tinggi dari posisi terendahnya selama tiga tahun terakhir, yang terjadi pada Januari tahun ini.

Selanjutnya: Pemulihan Ekonomi Mulai Bergulir, Keyakinan Investasi Semakin Besar

 

Bagikan

Berita Terbaru

Dapat Dana Rp 9,6 Triliun, LPEI Siap Genjot Kredit Ekspor
| Kamis, 20 November 2025 | 04:15 WIB

Dapat Dana Rp 9,6 Triliun, LPEI Siap Genjot Kredit Ekspor

LPEI mengantongi pinjaman sindikasi valuta asing senilai US$ 500 juta atau sekitar Rp 8,36 triliun dari kreditur asing.

Bank Indonesia Menahan BI Rate di Angka 4,75% pada November 2025
| Rabu, 19 November 2025 | 15:26 WIB

Bank Indonesia Menahan BI Rate di Angka 4,75% pada November 2025

Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan atau BI-Rate di level 4,75% dalam Rapat Dewan Gubernur 18-19 November 2025.

Mitra Investindo (MITI) Raih Dana Rp 60 Miliar dari Private Placement
| Rabu, 19 November 2025 | 11:07 WIB

Mitra Investindo (MITI) Raih Dana Rp 60 Miliar dari Private Placement

Dana dari hasil private placement  akan digunakan PT Mitra Investindo Tbk (MITI) untuk pengembangan usaha perseroan ini dan grup usaha.

Rukun Raharja (RAJA) Dirikan Anak Usaha Bidang Jasa Angkutan Laut
| Rabu, 19 November 2025 | 11:02 WIB

Rukun Raharja (RAJA) Dirikan Anak Usaha Bidang Jasa Angkutan Laut

Di entitas baru tersebut,  PT Rukun Raharja Tbk (RAJA) menggenggam kepemilikan saham sebesar 99,99% atau senilai Rp 57,75 miliar.

Vanguard Group Jadi Salah Satu Aktor Utama di Balik Kenaikan Harga Saham DSSA
| Rabu, 19 November 2025 | 09:59 WIB

Vanguard Group Jadi Salah Satu Aktor Utama di Balik Kenaikan Harga Saham DSSA

DSSA makin terlihat oleh manajer investasi global usai masuk ke MSCI Global Standard Index dan FTSE Global Equity Series.

Saham ASII Dicap Masih Undervalued, JP Morgan Hingga Blackrock Rajin Akumulasi
| Rabu, 19 November 2025 | 09:37 WIB

Saham ASII Dicap Masih Undervalued, JP Morgan Hingga Blackrock Rajin Akumulasi

Selain karena faktor valuasi yang dinilai masih murah, saham ASII jadi incaran asing karena fundamental yang solid.

Berhasil Menjebol Level Psikologis Rp 1.300, Saham AKRA Diproyeksi Masih Bullish
| Rabu, 19 November 2025 | 08:32 WIB

Berhasil Menjebol Level Psikologis Rp 1.300, Saham AKRA Diproyeksi Masih Bullish

Penguatan harga saham AKRA didukung kinerja keuangan yang solid dan pengembangan Java Integrated Industrial & Port Estate (JIIPE).

Menakar Arah Saham PGAS, Antara Tantangan Biaya dan Prospek Pertumbuhan Bisnis
| Rabu, 19 November 2025 | 08:10 WIB

Menakar Arah Saham PGAS, Antara Tantangan Biaya dan Prospek Pertumbuhan Bisnis

Meskipun laba bersih PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) turun, pertumbuhan segmen regasifikasi dan LNG jadi penopang.

Perdana Gapuraprima (GPRA) Andalkan Penjualan Properti Rumah Tapak
| Rabu, 19 November 2025 | 07:45 WIB

Perdana Gapuraprima (GPRA) Andalkan Penjualan Properti Rumah Tapak

Segmen bisnis rumah tapak milik GPRA tercatat menyumbang sekitar 80% terhadap total penjualan perseroan.

Erajaya Swasembada (ERAA) Pacu Prenjualan Gawai di Akhir Tahun
| Rabu, 19 November 2025 | 07:30 WIB

Erajaya Swasembada (ERAA) Pacu Prenjualan Gawai di Akhir Tahun

Manajemen ERAA melihat, secara historis momentum Nataru menjadi salah satu periode penting bagi industri ritel.

INDEKS BERITA