Sky Energy Indonesia (JSKY) Pilih Strategi Natural Hedging Untuk Amankan Impor

Kamis, 25 Juli 2019 | 23:05 WIB
Sky Energy Indonesia (JSKY) Pilih Strategi Natural Hedging Untuk Amankan Impor
[]
Reporter: Harry Muthahhari | Editor: Yuwono Triatmodjo

KONTAN.CO.ID - BOGOR. PT Sky Energy Indonesia Tbk masih berjuang untuk menggapai target penjualan bersih sepanjang tahun ini yakni sekitar Rp 522 miliar. Perusahaan yang bergerak di industri mesin pembangkit listrik tersebut ingin separuh penjualan berasal dari pasar ekspor. Targetnya ke Amerika Serikat, Kanada dan negara-negara di Eropa​.

Sebagai perbandingan, tahun lalu Sky Energy membukukan total penjualan Rp 424,71 miliar. Penjualan ekspor menyumbang Rp 149,15 miliar atau setara 35,12%. Selebihnya kontribusi penjualan dari dalam negeri.

Adapun peningkatan porsi penjualan ekspor merupakan bentuk strategi natural hedging atau lindung nilai kurs mata uang secara natural. Maklum, ketergantungan Sky Energy terhadap bahan baku impor cukup besar.

"Kaca itu kami 50% impor," ungkap Jackson Tandiono, Direktur Utama PT Sky Energy Indonesia Tbk saat ditemui KONTAN usai rapat umum pemegang saham (RUPS) di Bogor, Kamis (25/7).

Baca Juga: Kejar Pertumbuhan Penjualan 30%, Ini Strategi Sky Energy (JSKY)

Informasi saja, Sky Energy menjajakan aneka perangkat mesin pembangkit listrik. Sebut saja panel surya, baterai, light-emitting diode (LED), solar system, inverter dan produk-produk pendukung lain. Hingga 31 Maret 2019, panel surya menjadi penopang utama penjualan hingga Rp 48,34 miliar atau 38,26% terhadap total penjualan bersih Rp 126,34 miliar.

Dalam catatan KONTAN, tahun lalu Sky Energy berencana membangun pabrik di Sentul, Bogor, Jawa Barat. Perusahaan berkode saham JSKY di Bursa Efek Indonesia (BEI) tersebut menyiapkan lahan 5 hektare (ha) demi menghadirkan pabrik berkapasitas 100 megawatt (mw) panel surya per tahun dan 100 mw sel surya per tahun.

Kehadiran pabrik tersebut akan melengkapi pabrik yang sudah lebih dahulu beroperasi dengan kapasitas produksi 100 mw panel surya per tahun dan 50 mw sel surya per tahun.

Ronald Sibarani, Direktur PT Sky Energy Indonesia Tbk mengatakan, potensi pertumbuhan bisnis panel surya berasal dari pemerintah dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Perusahaan itu antara lain mengincar proyek pembangkit listrik tenaga surya milik PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN di Papua dan Maluku.

Sky Energy memang lebih banyak mengandalkan pelanggan instansi pemerintah dan korporasi. Pasalnya, tren pertumbuhan pasar panel surya segmen ritel masih lambat. "Kami masih mengandalkan proyek, belum B2C (business to consumer)," tutur Hengky Loa, Direktur PT Sky Energy Indonesia Tbk.

Mengintip materi paparan publik Juli 2019, Sky Energy memiliki proyek instalasi pengolahan air limbah bertenaga surya di Kawasan Industri Suyacipta, Karawang, Jawa Barat dan proyek sistem pengolahan air minum bergerak tenaga surya. Sementara tahun lalu mereka membentuk perusahaan patungan bernama PT Quint Solar Indonesia dengan melibatkan empat mitra bisnis asal Jepang.

Bagikan

Berita Terbaru

Meski Tengah Downtrend, TLKM Dinilai Punya Fondasi Kinerja Lebih Sehat di 2026
| Senin, 22 Desember 2025 | 09:13 WIB

Meski Tengah Downtrend, TLKM Dinilai Punya Fondasi Kinerja Lebih Sehat di 2026

Saham TLKM tertekan jelang tutup tahun, namun analis melihat harapan dari FMC dan disiplin biaya untuk kinerja positif di 2026.

Kepala BMKG: Perubahan Iklim Sudah Berada di Tingkat Kritis
| Senin, 22 Desember 2025 | 08:43 WIB

Kepala BMKG: Perubahan Iklim Sudah Berada di Tingkat Kritis

Simak wawancara KONTAN dengan Kepala BMKG Teuku Faisal Fathani soal siklon tropis yang kerap terjadi di Indonesia dan perubahan iklim.

Emiten Berburu Dana Lewat Rights Issue
| Senin, 22 Desember 2025 | 08:19 WIB

Emiten Berburu Dana Lewat Rights Issue

Menjelang tutup tahun 2025, sejumlah emiten gencar mencari pendanaan lewat rights issue. Pada 2026, aksi rights issue diperkirakan semakin ramai.

Strategi Rotasi Saham Blue Chip Saat Transaksi Mulai Sepi
| Senin, 22 Desember 2025 | 08:11 WIB

Strategi Rotasi Saham Blue Chip Saat Transaksi Mulai Sepi

Menjelang libur akhir tahun 2025, transaksi perdagangan saham di BEI diproyeksi cenderung sepi. Volatilitas IHSG pun diperkirakan akan rendah. 

Saham MORA Meroket Ribuan Persen, Ini Risiko & Peluang Pasca Merger dengan MyRepublic
| Senin, 22 Desember 2025 | 08:05 WIB

Saham MORA Meroket Ribuan Persen, Ini Risiko & Peluang Pasca Merger dengan MyRepublic

Bagi yang tidak setuju merger, MORA menyediakan mekanisme pembelian kembali (buyback) dengan harga Rp 432 per saham.

Tekanan Restitusi Pajak Bisa Berlanjut di 2026
| Senin, 22 Desember 2025 | 07:58 WIB

Tekanan Restitusi Pajak Bisa Berlanjut di 2026

Restitusi pajak yang tinggi, menekan penerimaan negara pada awal tahun mendatang.                          

Omzet UKM Tertekan, Daya Beli Jadi Beban
| Senin, 22 Desember 2025 | 07:53 WIB

Omzet UKM Tertekan, Daya Beli Jadi Beban

Mandiri Business Survey 2025 ungkap mayoritas UKM alami omzet stagnan atau memburuk. Tantangan persaingan dan daya beli jadi penyebab. 

APBD Tersendat, Dana Daerah Mengendap
| Senin, 22 Desember 2025 | 07:43 WIB

APBD Tersendat, Dana Daerah Mengendap

Pola serapan belanja daerah yang tertahan mencerminkan lemahnya tatakelola fiskal daerah.                          

Saham UNTR Diprediksi bisa Capai Rp 32.000 tapi Disertai Lampu Kuning Akibat Batubara
| Senin, 22 Desember 2025 | 07:41 WIB

Saham UNTR Diprediksi bisa Capai Rp 32.000 tapi Disertai Lampu Kuning Akibat Batubara

Target penjualan alat berat PT United Tractors Tbk (UNTR) untuk tahun fiskal 2026 dipatok di angka 4.300 unit.

Angkutan Barang Terganggu Pembatasan
| Senin, 22 Desember 2025 | 07:32 WIB

Angkutan Barang Terganggu Pembatasan

kendaraan dengan trailer atau gandengan, serta angkutan yang membawa hasil galian, tambang, dan bahan bangunan.

INDEKS BERITA