Surya Esa Perkasa (ESSA) Semakin Berjaya Berkat Bisnis Amonia

Selasa, 02 Juli 2019 | 07:25 WIB
Surya Esa Perkasa (ESSA) Semakin Berjaya Berkat Bisnis Amonia
[]
Reporter: Dimas Andi | Editor: Yuwono triatmojo

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Emiten saham pengolah gas alam, PT Surya Esa Perkasa Tbk (ESSA), menambah kapasitas produksi amonia di tahun ini. Hasil ekspansi ini sudah mulai memberikan kontribusi terhadap emiten ini pada tahun ini.

Pertengahan tahun lalu, ESSA mulai mengoperasikan pabrik amonia di Luwuk, Sulawesi Tengah. Manajemen ESSA mengucurkan anggaran sebesar US$ 800 juta untuk membangun pabrik amonia tersebut.

Pabrik ini memiliki kapasitas produksi sekitar 700.000 metrik ton per tahun. Pabrik tersebut dikelola oleh anak usaha ESSA yakni PT Panca Amara Utama.

Bisnis amonia pun mendatangkan keuntungan yang masif bagi ESSA. Terbukti di kuartal I-2019, pendapatan emiten sektor minyak dan gas (migas) melesat 327,54% secara tahunan menjadi US$ 58,06 juta. Laba bersih ESSA juga melonjak 60,54% menjadi US$ 4,8 juta.

Analis Panin Sekuritas William Hartanto menilai, penjualan amonia memiliki peran besar bagi kenaikan pendapatan ESSA yang sampai ratusan persen. Ini mengingat di kuartal I-2019, kontribusi penjualan amonia mencapai 85%, setara US$ 49,56 juta dari total pendapatan ESSA.

Angka ini melampaui pendapatan lini bisnis utama ESSA lainnya, yaitu penjualan elpiji. Pada kuartal I-2019, nilai penjualan dari elpiji sekitar US$ 8,49 juta.

Kenaikan ini karena produktivitas pabrik amonia ESSA sampai Maret 2019, ESSA mencapai 200.000 metrik ton amonia. "Karena kontribusinya besar, maka pertumbuhan kinerja ESSA akan sangat berkaitan dengan penjualan amonia," kata William.

Berbekal kinerja lini bisnis amonia, Analis OSO Sekuritas Sukarno Alatas menyatakan bahwa prospek kinerja ESSA secara keseluruhan akan positif dalam beberapa waktu ke depan. Apalagi ESSA ingin memperbesar pasar ekspor produk amonia.

ESSA berupaya menambah pasar ekspor baru seperti Taiwan dan China. Perusahaan ini telah menandatangani perjanjian offtake amonia sampai dengan tahun 2027. Sebelumnya, ESSA menjual produk amonia ke negara seperti Jepang dan Korea Selatan.

Penurunan harga

Kendati demikian, ada faktor risiko volatilitas harga amonia di pasar global. Harga amonia yang tercatat di US Tampa Ammonia CFR Index mencapai US$ 215 per metrik ton pada 28 Juni tahun ini. Padahal, harga amonia pada akhir Maret 2019 sebesar US$ 255 per ton.

Analis Trimegah Sekuritas Willinoy Sitorus merinci, setiap perubahan harga amonia sekitar 1% akan mempengaruhi laba inti ESSA sekitar 2,7%. Akan tetapi, ia menambahkan, laba bersih ESSA hanya akan berubah sebesar 1,1% jika harga amonia mengalami perubahan sekitar 1%.

Willinoy menyatakan, ESSA mendapatkan keuntungan berkat pemasukan dari manfaat pajak tambahan. Pemasukan ini relatif tidak terpengaruh oleh pergerakan harga amonia. ESSA membukukan pendapatan dari manfaat pajak sebesar US$ 4,21 juta pada periode kuartal I-2019.

Toh, Sukarno menilai, ESSA perlu antisipasi penurunan harga amonia. ESSA bisa melakukan efisiensi biaya produksi amonia. "Emiten ini juga bisa meningkatkan volume penjualan amonia," tambah dia. Dus, penurunan harga akan terkompensasi.

Meski begitu Willinoy percaya harga amonia akan berada di rata-rata US$ 280 per metrik ton pada tahun ini. Angka tersebut turun dari perkiraan sebelumnya yang senilai US$ 330 per metrik ton. Dia masih mempertahankan rekomendasi beli saham ESSA dengan target harga Rp 450 per saham.

Willinoy memprediksi pendapatan ESSA akan mencapai US$ 254 juta pada akhir tahun nanti. Sedangkan laba bersih mencapai US$ 47 juta.

Bagikan

Berita Terbaru

Pelayaran Nasional Ekalya Purnamasari (ELPI) Ekspansi ke Kawasan Timur Tengah
| Senin, 07 Juli 2025 | 05:15 WIB

Pelayaran Nasional Ekalya Purnamasari (ELPI) Ekspansi ke Kawasan Timur Tengah

Ekspansi operasional ke wilayah Timur Tengah terus menunjukkan progres positif dengan armada Kazo Agility 2, telah mulai beroperasi.

Ekonomi Buruk, Rupiah Gagal Manfaatkan Pelemahan Dolar
| Senin, 07 Juli 2025 | 05:00 WIB

Ekonomi Buruk, Rupiah Gagal Manfaatkan Pelemahan Dolar

Eskalasi perdagang global pasca penundaan tarif yang berakhir mungkin tak cukup mengangkat dolar AS.

Pergerakan Rupiah Menanti Tarif Trump
| Senin, 07 Juli 2025 | 05:00 WIB

Pergerakan Rupiah Menanti Tarif Trump

Pasar gelisah atas rencana tarif perdagangan AS, setelah Trump mulai mengirim surat yang menguraikan tarif ke negara-negara ekonomi utama. 

Pesona Bisnis F&B Menarik Investasi
| Senin, 07 Juli 2025 | 04:30 WIB

Pesona Bisnis F&B Menarik Investasi

Salah satu realisasi investasi di industri F&B adalah pabrik PT PepsiCo Indonesia yang diresmikan pada 18 Juni 2025.

HM Sampoerna (HMSP) Menyedot Produk Bebas Asap
| Senin, 07 Juli 2025 | 04:25 WIB

HM Sampoerna (HMSP) Menyedot Produk Bebas Asap

Saat ini Indonesia memiliki peran strategis sebagai pusat inovasi, produksi dan ekspor produk bebas asap ke wilayah Asia Pasifik.

Ekonomi Hijau dan Otonomi Daerah
| Senin, 07 Juli 2025 | 04:21 WIB

Ekonomi Hijau dan Otonomi Daerah

Pemerintah pusat harus menyadari bahwa setiap daerah memiliki tantangan dan dinamika yang bervariasi.

Rata-rata Kinerja Unitlink Saham di Juni Bergerak Negatif
| Senin, 07 Juli 2025 | 04:20 WIB

Rata-rata Kinerja Unitlink Saham di Juni Bergerak Negatif

Pada Juni, rata-rata kinerja unitlink saham turun 1,9%. Padahal pada Mei 2025, rata-rata return unitlink saham masih positif 5,97%.

Multifinance Cari Alternatif Pendanaan Lewat Pasar Surat Utang
| Senin, 07 Juli 2025 | 04:15 WIB

Multifinance Cari Alternatif Pendanaan Lewat Pasar Surat Utang

Pelaku industri memanfaatkan momentum positif dari stabilnya suku bunga dan membaiknya sentimen pasar untuk mengamankan pendanaan.

Hingga Mei 2025, Hasil Investasi BPJS Ketenagakerjaan Naik
| Senin, 07 Juli 2025 | 04:15 WIB

Hingga Mei 2025, Hasil Investasi BPJS Ketenagakerjaan Naik

Hasil investasi BPJS Ketenagakerjaan meningkat 1,4% menjadi Rp 22,43 triliun dari tahun sebelumnya sebesar Rp 22,12 triliun.

Indonesia Importir Gandum Terbesar Kedua Dunia, AS Bukan Sumber Utama
| Minggu, 06 Juli 2025 | 12:52 WIB

Indonesia Importir Gandum Terbesar Kedua Dunia, AS Bukan Sumber Utama

Indonesia menjadi negara importir gandum terbesar kedua dunia menurut data FAO. Impor Indonesia hanya kalah oleh Mesir.

INDEKS BERITA

Terpopuler