KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Para emiten memilih memakai strategi konservatif tahun depan. Ini tercermin dari anggaran belanja modal alias capital expenditure (capex) sejumlah emiten kelas kakap, yang rata-rata sama seperti tahun ini.
Tengok saja, PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL), yang menyiapkan belanja modal di kisaran US$ 30 juta-US$ 40 juta untuk tahun depan. Jumlah itu sama dengan belanja modal tahun ini.
Welly Salam, Sekretaris Perusahaan SRIL, menyatakan, perusahaan ini belum berencana ekspansi agresif. Anggaran tahun depan hanya untuk pemeliharaan mesin, gedung, serta menambah kapasitas di segmen garmen. "Kami belum tahu akan ada ekspansi apa lagi tahun depan," kata Welly, Jumat (30/11).
Setali tiga uang, PT Waskita Karya Tbk (WSKT) menyiapkan bujet sama seperti tahun ini, Rp 24 triliun. Direktur Keuangan WSKT Haris Gunawan menuturkan, rencana penggunaan capex tidak jauh berbeda dengan 2018. Dana capex 2019 mayoritas untuk investasi proyek jalan tol, infrastruktur, serta investasi alat.
PT PP Tbk (PTPP) bahkan mengerem belanja modal menjadi Rp 9 trilliun. Dana itu diambil dari sisa capex tahun ini, sebesar Rp 15 triliun. Capex akan dipakai untuk proyek infrastruktur, power plant dan kawasan.
Sektor tambang juga kurang agresif. PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) menyiapkan bujet US$ 100 juta, sama seperti tahun ini. Sebanyak US$ 15 juta–US $ 20 juta akan dipakai untuk membeli alat, sisanya untuk investasi infrastruktur tambang.
Sedang capex PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) naik Rp 100 miliar menjadi Rp 3,4 triliun. Itu pun akan digunakan untuk investasi rutin di unit bisnis operasi dan pengembangan proyek. "Capex hanya naik tipis, sebab beberapa proyek hampir selesai," ujar Arie Prabowo Ariotedjo, Direktur Utama Antam Tbk.
Sektor bank
Hanya sektor bank dan telekomunikasi yang masih agresif. Bank Central Asia Tbk (BBCA) menganggarkan capex lebih besar, yaitu Rp 5,2 triliun, untuk menggenjot digital banking.
Sementara, capex PT Telekomunikasi Indonesia (TLKM) diperkirakan naik menjadi Rp 35 triliun. Mayoritas capex dialokasikan untuk pembangunan BTS 4G dan infrastruktur Indihome
Analis CSA Research Institute Reza Priyambada menyebut, jika capex masih sama, tidak menutup kemungkinan kinerja perusahaan sedang melambat, sehingga tidak berani ekspansi secara agresif. Di sektor konstruksi, biasanya mereka menyelesaikan proyek sebelumnya, sehingga menunda ekspansi.
Direktur Investa Saran Mandiri Hans Kwee menilai, tahun politik juga jadi alasan emiten menahan ekspansi. Ini untuk mengantisipasi ketidakpastian. "Lagi pula, capex yang lebih kecil tidak berdampak pada harga saham," kata dia.
Menurut Hans, tahun depan, sektor yang menarik yaitu konstruksi dan infrastruktur. Sedangkan, sektor komoditas sebaiknya dihindari.
Ini Artikel Spesial
Agar bisa lanjut membaca sampai tuntas artikel ini, pastikan Anda sudah berlangganan atau membeli artikel ini.