Tak Kenal Tenggat

Senin, 10 Februari 2025 | 06:06 WIB
Tak Kenal Tenggat
[ILUSTRASI. Jurnalis KONTAN Tedy Gumilar. (Ilustrasi KONTAN/Indra Surya)]
Tedy Gumilar | Senior Editor

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Drama yang melibatkan PT Bank National Nobu Tbk (NOBU) milik taipan James Riady dan PT Bank MNC Internasional Tbk (BABP) yang dikendalikan Hary Tanoesoedibjo terus berlanjut. Pada 31 Januari 2025 Bank Nobu mengumumkan rencana pengambilalihan 2,99 miliar saham NOBU, setara 40% oleh Hanwha Life Insurance Co Ltd. 

Dus, pertanyaan soal pemenuhan kewajiban Bank Nobu dan Bank MNC atas regulasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun kembali menguar. Kedua bank terikat dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 12 Tahun 2020 tentang Konsolidasi Bank Umum.

Nah, hingga 31 Desember 2022, NOBU dan BABP tidak mampu memenuhi ketentuan modal inti minimum sebesar Rp 3 triliun sebagaimana yang dipersyaratkan dalam POJK tersebut. Keduanya baru bisa mencapai modal inti minimum Rp 3 triliun setelah 2022 berlalu.

Alhasil, hanya ada tiga opsi yang harus dipilih; merger, likuidasi sukarela, atau menjadi Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Grup Lippo dan MNC yang tak rela kehilangan bank atau turun kasta lantas memilih opsi merger NOBU dengan BABP.

Kini, sudah lebih dari dua tahun sejak kegagalan Bank Nobu dan Bank MNC memenuhi ketentuan POJK Nomor 12 Tahun 2020. Target awal penyelesaian merger pada Agustus 2023 yang pernah disampaikan OJK juga tak terpenuhi.

Pernyataan Dian Ediana Rae, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK yang menyebut merger antara dua bank dengan kultur dan karakteristik bisnis yang berbeda tidak dapat dilakukan secara tergesa-gesa memang ada benarnya. Kepemilikan silang Grup Lippo dan MNC dalam porsi minoritas di BABP dan NOBU juga telah terjadi.

Namun, OJK perlu menunjukkan seberapa tajam giginya demi mendorong pemenuhan dan penegakan aturan yang mereka buat sendiri. Proses merger kedua bank harus diawasi secara ketat. OJK perlu menetapkan batas waktu serta timeline yang terukur.

Sebab, merger NOBU dan BABP sejatinya tak layak disebut sebagai merger sukarela. Perlu diingatkan lagi, aksi korporasi itu terpaksa dilakukan karena keduanya tak bisa memenuhi aturan OJK.

Jika terus berlarut-larut tanpa kejelasan, apa yang terjadi di NOBU dan BABP bisa jadi preseden soal bagaimana korporasi mengakali regulasi. Juga jangan sampai ada yang nyinyir, aturan di negeri ini kerap seperti karet yang bisa disiasati.

Bagikan

Berita Terbaru

Anak Usaha TLKM Buka Suara Soal Kepailitan TELE dan Investasi Rp 1,39 Triliun
| Kamis, 06 November 2025 | 13:53 WIB

Anak Usaha TLKM Buka Suara Soal Kepailitan TELE dan Investasi Rp 1,39 Triliun

PT PINS Indonesia, anak usaha PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM), akhirnya buka suara menanggapi kabar kepailitan PT Omni Inovasi Indonesia Tbk (TELE)

Ruang Pendanaan Masih Terbatas, PELNI Buka Opsi Tambah Kapal dari Penjualan Tiket
| Kamis, 06 November 2025 | 13:46 WIB

Ruang Pendanaan Masih Terbatas, PELNI Buka Opsi Tambah Kapal dari Penjualan Tiket

Penyertaan Modal Negara sudah tak lagi digunakan sehingga beberapa upaya diluncurkan PT Pelni guna memastikan kelanjutan investasi armada.

Konsumsi Daging Ayam Melejit, Laba Bersih Japfa Comfeed (JPFA) Naik Dua Digit
| Kamis, 06 November 2025 | 10:29 WIB

Konsumsi Daging Ayam Melejit, Laba Bersih Japfa Comfeed (JPFA) Naik Dua Digit

PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA) membukukan kinerja positif di sepanjang sembilan bulan tahun 2025.

Multi Makmur Lemindo (PIPA) Membalikkan Rugi Menjadi Laba Per Kuartal III-2025
| Kamis, 06 November 2025 | 10:21 WIB

Multi Makmur Lemindo (PIPA) Membalikkan Rugi Menjadi Laba Per Kuartal III-2025

Pertumbuhan laba itu disokong lonjakan pendapatan usaha PIPA yang mencapai 30,49% secara tahunan jadi Rp 25,89 miliar per September 2025

Daya Beli Belum Maksi, Laba Emiten Properti Masih Bertaji
| Kamis, 06 November 2025 | 10:17 WIB

Daya Beli Belum Maksi, Laba Emiten Properti Masih Bertaji

Sejumlah emiten properti mencatat pertumbuhan pendapatan dan laba di sepanjang periode Januari-September 2025

Harga Emas Masih Tinggi, Bumi Resources Minerals (BRMS) Genjot Produksi
| Kamis, 06 November 2025 | 10:08 WIB

Harga Emas Masih Tinggi, Bumi Resources Minerals (BRMS) Genjot Produksi

PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS) membidik pertumbuhan produksi emas 68.000 ons sampai 72.000 ons hingga akhir 2025.​

Penjualan Belum Laris Manis, Kepulan Laba Emiten Rokok Semakin Tipis
| Kamis, 06 November 2025 | 09:52 WIB

Penjualan Belum Laris Manis, Kepulan Laba Emiten Rokok Semakin Tipis

Tekanan daya beli masyarakat masih jadi tantangan emiten rokok. Penurunan daya beli memicu pergeseran konsumsi ke segmen value for money (VFM).

TELE Pailit, Tak Cuma Telkom (TLKM) dan Haiyanto, Ribuan Investor Saham Ikut Merugi
| Kamis, 06 November 2025 | 09:00 WIB

TELE Pailit, Tak Cuma Telkom (TLKM) dan Haiyanto, Ribuan Investor Saham Ikut Merugi

Kasus pailit PT Omni Inovasi Indonesia Tbk (TELE) mencerminkan buruknya perlindungan investor publik.

Menakar Efek Kinerja Sembilan Bulan 2025 dan Rights Issue ke Kinerja PANI
| Kamis, 06 November 2025 | 08:15 WIB

Menakar Efek Kinerja Sembilan Bulan 2025 dan Rights Issue ke Kinerja PANI

Analisis aksi korporasi PANI: Rights issue Rp 16,6 triliun, akuisisi CBDK, dan prospek saham di tengah pemulihan pasar properti.

TELE & GOTO, Simbol Buruknya Pilihan Portofolio Investasi Manajemen TLKM di Masa Lalu
| Kamis, 06 November 2025 | 07:29 WIB

TELE & GOTO, Simbol Buruknya Pilihan Portofolio Investasi Manajemen TLKM di Masa Lalu

Satu benang merah dari kasus TELE dan GOTO, sejatinya TLKM bisa menerima manfaat dari bisnis dengan keduanya tanpa harus memiliki saham mereka.

INDEKS BERITA

Terpopuler