Taksonomi Berkelanjutan, Upaya Menyeimbangkan Perekonomian

Senin, 06 November 2023 | 16:29 WIB
Taksonomi Berkelanjutan, Upaya Menyeimbangkan Perekonomian
[ILUSTRASI. Praktisi Keuangan dan Dosen Magister Atma Jaya dan Trisakti]
Hans Kwee | Praktisi Keuangan dan Dosen Magister Atma Jaya dan Trisakti

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kurang lebih 15 tahun terakhir, laporan risiko globa Forum Ekonomi Dunia (World Economic Forum) memperingatkan dunia tentang bahaya pandemi. Pada tahun 2020 pandemi benar-benar terjadi. Semua melihat dampaknya karena mengabaikan persiapan dan risiko jangka panjang.

Pandemi Covid 19  membawa dampak besar berupa pengorbanan jutaan jiwa, dampak pada kesehatan dan memperlebar kesejahteraan dan digitalisasi. Dampak pandemi  terasa sampai saat ini.  Sebagian bisnis belum benar-benar pulih, perekonomian banyak negara masih menghadapi inflasi tinggi, perlambatan ekonomi. Perubahan gaya hidup yang dipercepat pandemi juga berakibat pada beberapa sektor bisnis. Ada sektor yang diuntungkan, ada juga yang tidak.

Pada saat pandemi, beberapa pimpinan dunia telah memperingatkan risiko ke depan yang jauh lebih besar, dengan probabilitas sangat tinggi. Risiko itu adalah perubahan iklim (climate change). Probabilitas dan dampak risiko ini paling tinggi. 

Ketika pandemi, seluruh dunia bekerja sama berjuang. Dalam setahun vaksin tersedia dan didistribusikan ke berbagai wilayah, sehingga dunia cepat keluar dari pandemi covid 19.

Saat ini dunia bersatu menghadapi risiko perubahan iklim,  PBB telah menetapkan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan alias sustainable development goals (SDGs) sebagai kumpulan tujuan global untuk mengakhiri kemiskinan, melindungi planet, dan memastikan kemakmuran untuk semua orang. 

Tahun 2013, Pemerintah Indonesia meluncurkan rencana aksi nasional pembangunan berkelanjutan, mencakup 26 prioritas nasional dan 200 tindakan konkret untuk mencapai tujuan SDGs. 

Pemerintah Indonesia memulai berbagai inisiatif mendukung SDGs. Seperti program pengurangan kemiskinan, program pemulihan ekonomi berkelanjutan dan program aksi iklim.

Melalui UU No. 16 Tahun 2016 Indonesia meratifikasi Paris Agreement, dan menyampaikan komitmen penurunan emisi gas rumah kaca (GRK). Dalam Paris Agreement, tujuan jangka panjang menjaga peningkatan suhu global, rata-rata di bawah 2°C dan mengupayakan membatasi kenaikan suhu hingga 1,5°C. Komitmen negara di Paris Agreement dituangkan dalam dokumen NDC, setiap negara harus mampu mengupayakan pengurangan emisi nasional dan beradaptasi dengan dampak perubahan iklim. 

Kini berbagai wilayah di dunia merasakan perubahan iklim. Suhu suhu udara di atas 37°C tidak nyaman bagi orang yang beraktivitas di luar ruangan. Di satu negara yang sempat mencapai 42°C, menyebabkan puluhan orang meninggal dunia. Artinya perubahan iklim menjadi risiko yang dampaknya sangat tinggi.

Baca Juga: Ini Bank Jawara Penyalur Kredit Hijau di Indonesia

Sejalan tujuan PBB dan kebijakan Pemerintah Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama Kementerian/Lembaga terkait berperan aktif, salah satunya  menerbitkan Taksonomi Hijau Indonesia Edisi 1.0 pada 2022,  klasifikasi aktivitas ekonomi yang mendukung upaya dan tujuan berkelanjutan. 

Sektor jasa keuangan (SJK) sangat berperan dalam pembangunan berkelanjutan lewat alokasi pembiayaan atau investasi. SJK berperan penting mempercepat penerapan aktivitas ekonomi yang berdampak positif terhadap lingkungan. Butuh pemahaman sama soal kategori kegiatan usaha melalui taksonomi hijau. 

Ini arti penting taksonomi hijau yang disusun OJK karena memberi pemahaman lebih baik. Juga memudahkan  SJK mengklasifikasi aktivitas hijau mengembangkan portofolio produk dan/atau jasa keuangan.

Taksonomi hijau diharapkan membantu SJK dalam proses pemantauan berkala implementasi penyaluran kredit/pembiayaan/investasi ke sektor hijau dan mencegah potensi pelaporan aktivitas hijau yang kurang tepat (greenwashing). 

Di tingkat global, otoritas keuangan mengembangkan taksonomi hijau atau panduan terkait  aktivitas hijau atau aktivitas berkelanjutan. Jadi, langkah OJK sejalan arah kebijakan industri keuangan global serta dengan dinamika dan kebijakan industri keuangan global yang menjadikan taksonomi hijau salah satu upaya mendorong kontribusi SJK terhadap upaya berkelanjutan.

OJK berencana mengkinikan taksonomi hijau menjadi Taksonomi Berkelanjutan Indonesia. OJK menyeimbangkan ketiga aspek, yaitu lingkungan, sosial dan ekonomi serta mendorong upaya transisi. Artinya ada sektor tertentu yang melakukan proses transisi model bisnis agar dapat menuju kriteria hijau. 

OJK juga telah menerbitkan aturan dan meresmikan bursa karbon, bagian dari proses transisi sebuah perusahaan memperbaiki batas emisi karbon.  Taksonomi berkelanjutan juga dilengkapi kriteria kuantitatif termasuk emisi karbon untuk memperjelas batasan antar klasifikasi, meminimalkan multitafsir, greenwashing serta mendorong upaya menuju net zero pathway Indonesia.

Sektor awal yang dikembangkan dalam taksnomi berkelanjutan adalah sektor energi, dengan tujuan utama mendorong transisi energi di Indonesia. Terdapat beberapa aktivitas usaha, seperti pembangkit tenaga listrik dari energi baru dan terbarukan (EBT) serta aktivitas percepatan pengakhiran masa operasional PLTU (early retirement).

Terdapat pula dinamika global yang mendiskusikan peran aktivitas upstream dan mid-stream yang mendorong transisi energi, termasuk critical minerals dalam mencapai ekonomi berkelanjutan dan target dekarbonisasi.

Aktivitas upstream dan mid-stream perlu didukung dan masuk taksonomi dengan kriteria  ketat dan periode waktu tertentu. Kebijakan mendorong investasi menjadi hal yang perlu kita pertimbangkan bersama agar target transisi energi berjalan dengan baik dan pencapaian target dekarbonisasi tidak menjadi ‘jauh panggang dari api’.

Penetapan kriteria taksnomi berkelanjutan harus berbasis sains, untuk menjaga kredibilitas dan interoperabilitas. Taksonomi akan menarik investasi baik dari global dan nasional. Pada gilirannya, menyeimbangkan kebijakan berkelanjutan dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional serta stabilitas perekonomian. Ini salah satu upaya bersama sektor jasa keuangan melindungi planet dan mencegah kerugian dan risiko yang besar di masa depan.       

Bagikan

Berita Terbaru

Meski Tengah Downtrend, TLKM Dinilai Punya Fondasi Kinerja Lebih Sehat di 2026
| Senin, 22 Desember 2025 | 09:13 WIB

Meski Tengah Downtrend, TLKM Dinilai Punya Fondasi Kinerja Lebih Sehat di 2026

Saham TLKM tertekan jelang tutup tahun, namun analis melihat harapan dari FMC dan disiplin biaya untuk kinerja positif di 2026.

Kepala BMKG: Perubahan Iklim Sudah Berada di Tingkat Kritis
| Senin, 22 Desember 2025 | 08:43 WIB

Kepala BMKG: Perubahan Iklim Sudah Berada di Tingkat Kritis

Simak wawancara KONTAN dengan Kepala BMKG Teuku Faisal Fathani soal siklon tropis yang kerap terjadi di Indonesia dan perubahan iklim.

Emiten Berburu Dana Lewat Rights Issue
| Senin, 22 Desember 2025 | 08:19 WIB

Emiten Berburu Dana Lewat Rights Issue

Menjelang tutup tahun 2025, sejumlah emiten gencar mencari pendanaan lewat rights issue. Pada 2026, aksi rights issue diperkirakan semakin ramai.

Strategi Rotasi Saham Blue Chip Saat Transaksi Mulai Sepi
| Senin, 22 Desember 2025 | 08:11 WIB

Strategi Rotasi Saham Blue Chip Saat Transaksi Mulai Sepi

Menjelang libur akhir tahun 2025, transaksi perdagangan saham di BEI diproyeksi cenderung sepi. Volatilitas IHSG pun diperkirakan akan rendah. 

Saham MORA Meroket Ribuan Persen, Ini Risiko & Peluang Pasca Merger dengan MyRepublic
| Senin, 22 Desember 2025 | 08:05 WIB

Saham MORA Meroket Ribuan Persen, Ini Risiko & Peluang Pasca Merger dengan MyRepublic

Bagi yang tidak setuju merger, MORA menyediakan mekanisme pembelian kembali (buyback) dengan harga Rp 432 per saham.

Tekanan Restitusi Pajak Bisa Berlanjut di 2026
| Senin, 22 Desember 2025 | 07:58 WIB

Tekanan Restitusi Pajak Bisa Berlanjut di 2026

Restitusi pajak yang tinggi, menekan penerimaan negara pada awal tahun mendatang.                          

Omzet UKM Tertekan, Daya Beli Jadi Beban
| Senin, 22 Desember 2025 | 07:53 WIB

Omzet UKM Tertekan, Daya Beli Jadi Beban

Mandiri Business Survey 2025 ungkap mayoritas UKM alami omzet stagnan atau memburuk. Tantangan persaingan dan daya beli jadi penyebab. 

APBD Tersendat, Dana Daerah Mengendap
| Senin, 22 Desember 2025 | 07:43 WIB

APBD Tersendat, Dana Daerah Mengendap

Pola serapan belanja daerah yang tertahan mencerminkan lemahnya tatakelola fiskal daerah.                          

Saham UNTR Diprediksi bisa Capai Rp 32.000 tapi Disertai Lampu Kuning Akibat Batubara
| Senin, 22 Desember 2025 | 07:41 WIB

Saham UNTR Diprediksi bisa Capai Rp 32.000 tapi Disertai Lampu Kuning Akibat Batubara

Target penjualan alat berat PT United Tractors Tbk (UNTR) untuk tahun fiskal 2026 dipatok di angka 4.300 unit.

Angkutan Barang Terganggu Pembatasan
| Senin, 22 Desember 2025 | 07:32 WIB

Angkutan Barang Terganggu Pembatasan

kendaraan dengan trailer atau gandengan, serta angkutan yang membawa hasil galian, tambang, dan bahan bangunan.

INDEKS BERITA

Terpopuler