KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kesal dan merasa tidak puas dengan bunga simpanan dan deposito Anda yang semakin mini? Jika iya, tidak ada salahnya Anda mencari instrumen alternatif yang menawarkan imbal hasil lebih tinggi.
Belakangan, banyak beredar tawaran investasi memanfaatkan tren penurunan bunga simpanan perbankan, diantaranya repurchase agreement (repo) saham. Repo saham diartikan sebagai kontrak jual-beli saham dengan janji membeli atau menjual kembali pada waktu dan harga yang telah ditetapkan. Selama periode repo, penjual akan memberikan imbalan bunga kepada pembeli. Penjual juga akan menambah (top up) jumlah saham, bila harga pasar saham yang menjadi jaminan turun hingga tingkat harga tertentu seperti yang telah disepakati. Meski legal, repo saham memiliki risiko tinggi. Maklum, efek yang menjadi jaminan repo, harganya berfluktuasi.
Salah satu contoh tawaran investasi repo datang dari PT OSO Sekuritas Indonesia (OSO). Seorang yang mengaku dirinya agen dari OSO, menawarkan repo saham PT Totalindo Eka Persada Tbk (TOPS) berbunga tetap 15% per tahun dengan minimal penempatan investasi Rp 250 juta. Jangka waktu penempatan beragam, mulai dari 3, 6, hingga 12 bulan yang bisa diperpanjang.
Tawaran bunga repo tersebut sangat menggiurkan. Maklum, data Statistik Perbankan Indonesia (SPI) menunjukkan, bunga deposito 12 bulan rata-rata bank umum per Januari 2018 turun ke level 8,09%. Bandingkan dengan posisi pada tahun 2015 silam yang masih di level 9,67%.
Agen tersebut bilang, investor akan dibukakan sub rekening efek di OSO Sekuritas untuk menampung efek repo. Adapun besarnya nilai jaminan berkisar 200% dari total investasi. Investor juga bakal mendapat AKSes, yakni fasilitas yang disediakan PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) guna memonitor efek miliknya yang tersimpan di sub rekening efek.
Sang agen menyatakan bukan karyawan OSO, melainkan perkerja lepas yang mendapat komisi kala sukses menjaring investor. Selama 2 tahun terakhir menawarkan repo saham TOPS, sang agen menyebut sukses menggaet dana investasi besar. “Dari repo TOPS, saya bisa kumpulkan dana investor sekitar Rp 60 miliar,” ujar sang agen saat dihubungi KONTAN, Selasa (27/3).
Selanjutnya sang agen menyebut, investor yang direkrutnya juga bisa menjadi agen seperti dirinya. “Total bunga dari saya 16%. Anda bisa pasarkan ke rekan atau relasi Anda dengan tawaran bunga antara 12%-13%. Selisih bunganya, Anda yang akan nikmati,” tutur sang agen.
Setelah selama 4 tahun lamanya menjadi broker repo, sang agen mengaku belum pernah gagal bayar. Namun sang agen tidak bisa menjawab, kemana dana investor itu diputar sehingga bisa memberikan imbal hasil yang tinggi bagi nasabah. “Saya tidak tahu dana itu diapakan. Itu urusan penerbit repo. Tugas saya hanya menawarkan,” tukasnya.
Sebagai efek repo, saham TOPS memang fenomenal. Bayangkan, sejak mencatatkan saham perdana atau initial public offering (IPO) di bursa efek Juni 2017 di level Rp 310, harga saham TOPS hingga 29 Maret 2018, sudah bertengger di level Rp 4.220 per saham. Artinya, dalam kurun waktu 8 bulan harga saham TOPS melejit 1.261,29%.
Sekadar gambaran, sejak IPO hingga 29 Maret lalu, OSO menjadi broker terbesar yang mentransaksikan saham TOPS. Data Bloomberg menunjukkan, total gross transaksi saham TOPS lewat OSO Sekuritas sepanjang periode itu berjumlah Rp 5,28 triliun. Tempat kedua diduduki PT Onix Sekuritas dengan total transaksi berjumlah Rp 1,23 triliun.
Lonjakan harga yang sedemikian rupa tak ayal mengerek kapitalisasi pasar TOPS menjadi Rp 28,13 triliun. Sebagai gambaran, pemegang saham mayoritas TOPS adalah PT Totalindo Investama Persada dengan kepemilikan 73,40% saham. Selanjutnya PT Mahkota Properti Indo Senayan mengapit 11,39% saham.
TOPS sendiri merupakan perusahaan jasa konstruksi yang berdiri sejak Oktober 1996. Erry Firmansyah, mantan direktur bursa efek Indonesia selama dua periode, kini menjabat sebagai Komisaris Utama sekaligus independen di TOPS. Adapun Direktur Utama TOPS dipegang oleh Donald Sihombing.
Dongkrak Jumlah Nasabah
Manajemen OSO tak membantah pihaknya melayani transaksi repo, meski hanya sebatas perantara atau broker. Hamdriyanto, Presiden Direktur OSO Sekuritas Indonesia menuturkan, pihaknya memang sudah menjadi perantara repo sejak tahun 2013. “Kami hanya mempertemukan pihak penjual dan pembeli repo. Kami tidak masuk sebagai salah satu pihak yang bertransaksi,” tutur Hamdriyanto kepada KONTAN, di kantornya, Rabu (28/3).
Dari aktivitas perantara repo, Hamdriyanto mengaku mendapat banyak keuntungan. Selain memperoleh fee dari aksi sebagai perantara, OSO juga mendapat fee dari jual-beli saham repo. Sebab, saham yang direpokan oleh penerbit (penjual), akan berpindah ke rekening pembeli repo.
Adapun kini fee dari aktivitas repo menyumbang separuh dari total pendapatan perantara perdagangan efek OSO. Sebagai gambaran per September 2017, pendapatan perantara perdagangan efek OSO Sekuritas berjumlah Rp 42,49 miliar.
Giatnya OSO menjadi perantara repo karena selain mengincar fee, juga bertujuan menggaet nasabah baru. “Selama mereka memegang repo, kami mengedukasi mereka tentang apa itu investasi saham. Sehingga banyak diantara mereka yang kemudian tertarik dan akhirnya berinvestasi saham. Ini merupakan salah satu terobosan kami menumbuhkan jumlah investor di Indonesia,” kata Hamdriyanto.
Adapun total investor OSO saat ini berjumlah hampir 10.000 orang. Setiap tahun, OSO membidik pertumbuhan 1.000 investor. Tanpa adanya terobosan, lanjut Hamdriyanto, sulit memperkenalkan saham ke publik. Meskipun OSO juga aktif membuka kantor cabang di daerah yang kini sudah berjumlah 22 cabang.
Di sisi lain, manajemen OSO justru membantah menggunakan jasa agen dalam memfasilitasi transaksi repo. “Dalam truktur SDM kami, tidak mengenal adanya agen,” ucap Hamdriyanto. Dia menegaskan, OSO memiliki karyawan pemasaran yang dibekali dengan izin Wakil Perantara Pedagang Efek (WPPE). Namun toh jika pun ada karyawan pemasaran yang merekrut agen untuk membantu memasarkan repo yang diperantarai OSO, hal itu kata Hamdriyanto diluar kekuasaannya. Dia hanya menegaskan, semua calon nasabah dilayani oleh karyawan yang memiliki izin WPEE.
Selain itu, Hamdriyanto juga membantah memfasilitasi repo dengan janji bunga tetap di atas 15%. “Urusan bunga itu rahasia bisnis. Tapi tidak sampai sebesar itu,” imbuhnya. Hamdriyanto pun menolak menyebut jumlah outstanding repo yang diperantarai OSO Sekuritas saat ini.
Pengawasan OJK
Mengingat risiko yang tinggi, sudah barang tentu Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan perhatian lebih terhadap aktivitas repo. Bahkan baru-baru ini, OJK merilis surat edaran yang ditujukan kepada semua perusahaan efek.
Fakhri Hilmi, Deputi Pengawas Pasar Modal II OJK mengatakan telah mengirimkan surat bernomor S-78/PM.212/2018 tertanggal 24 Januari 2018 kepada semua perusahaan efek. Lewat surat ini, OJK meminta perusahaan efek di website-nya masing-masing, menegaskan apakah mereka melayani transaksi repo.
Layanan transaksi repo ini dalam pengertian perusahaan efek sebagai penjual, pembeli atau perantara. “Tujuannya agar publik bisa tahu, perusahaan efek mana saja yang menyediakan layanan transaksi repo dan mencegah penyalahgunaan nama perusahaan efek oleh pihak tertentu dalam penawaran produk repo,” tutur Fakhri.
Terhadap surat edaran OJK tersebut, salah satunya direspon oleh manajemen PT BNI Sekuritas dengan mencantumkan pengumuman tertanggal 9 Februari bahwa pihaknya tidak memberikan layanan repo. Dedi Arianto, Sekretaris Perusahaan BNI Sekuritas menjelaskan, BNI Sekuritas tidak memberikan layanan repo baik dalam instrumen efek saham dan obligasi karena risikonya yang tinggi.
“Kalau sekuritas lain mampu melakukan ya bagus. Mereka akan mendapatkan income berupa pendapat bunga atas transaksi repo yang cukup tinggi, namun tentu saja dengan risiko yang tinggi,” terang Dedi.
BNI Sekuritas, lanjut Dedi, fokus pada transaksi brokerage untuk saham dan obligasi, tanpa memberikan fasilitas repo. BNI juga fokus meningkatkan transaksi di bisnis investment banking dan meningkatkan performa sistem online trading.
Uniknya, OSO pun pada 7 Februari 2018 mengumumkan dalam website-nya bahwa perusahaan ini tidak memasarkan repo dan atau medium term note (MTN) atas nama PT OSO Sekuritas Indonesia. Menurut Hamdriyanto, pengumuman ini bukan sebagai respon atas surat edaran OJK, melainkan respon atas hasil audit laporan keuangan OSO 2017 oleh OJK. “Kami diminta untuk menegaskan, bahwa kami tidak sebagai salah satu pihak dalam repo, baik itu penjual atau pembeli. Kami menegaskan, bahwa kami hanya sebagai perantara,” tutur Hamdriyanto. Hamdriyanto pun menegaskan, sampai saat ini pihaknya terus melayani transaksi repo dalam posisi sebagai perantara.
Pahami Risiko
Menanggapi maraknya tawaran investasi repo, Eko Endarto, perencana keuangan dari Finansia Consulting berkisah bahwa dirinya pun kerap ditawari repo dengan bunga antara 12%-17% per tahun, dengan durasi jatuh tempo hingga 3 tahun. Kata Eko, bunga dijanjikan akan dibayar per tiga bulan. Bila nasabah kemudian mencairkan dananya kembali sebelum habis kurun waktu perjanjian, maka akan dikenakan penalti berkisar 2%-3%.
Namun Eko menegaskan dirinya tidak pernah menanggapi tawaran tersebut, apalagi merekomendasikannya kepada klien-kliennya. “Pembeli repo harus benar-benar teredukasi dan tahu risikonya,” kata Eko, Kamis (29/3).
Meskipun tak menganjurkan, Eko menyebut sejumlah hal perlu diperhatikan calon investor sebelum memutuskan berinvestasi pada repo saham. Pertama, calon investor harus mengerti dan tahu kondisi bisnis perusahaan yang sahamnya menjadi jaminan. Kedua, calon investor memiliki gambaran tentang proyeksi perusahaan yang sahamnya menjadi jaminan repo. Adapun yang ketiga adalah sang calon pembeli repo tahu gambaran dan kondisi pihak yang menerbitkan atau menjual repo.
Mengenai syarat sekuritas yang bisa dipercaya sebagai perantara penjual repo, Eko menyatakan investor harus memastikan bahwa perusahaan efek yang bersangkutan terdaftar dan mendapat izin dari OJK.
Eko menegaskan, repo menjadi sumber alternatif pendanaan karena prosesnya yang ringkas. Namun disisi lain, pembeli repo jangan lantas terbuai dengan iming-iming imbal hasil yang tinggi. Sebab dibalik janji imbal hasil yang tinggi, tentu tersimpan risiko yang tak kalah tingginya.