Terpapar Efek Korona, Maskapai Alihkan Rute China ke Destinasi Lain

Kamis, 06 Februari 2020 | 08:47 WIB
Terpapar Efek Korona, Maskapai Alihkan Rute China ke Destinasi Lain
[ILUSTRASI. Pesawat yang dioperasikan maskapai Garuda Indonesia bersiap mendarat di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Kamis (23/1/2020). Maskapai penerbangan nasional tengah mengalihkan rute dari China ke destinasi lain untuk mengantisipasi efek virus korona]
Reporter: Selvi Mayasari | Editor: Tedy Gumilar

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penghentian sementara rute penerbangan dari dan menuju China sejak 5 Februari 2020 berefek besar terhadap sejumlah maskapai penerbangan.

Kini pengelola maskapai penerbangan mencari cara memanfaatkan pesawat yang terancam menganggur karena efek virus korona tersebut.

Berdasarkan catatan PT Angkasa Pura II, pengelola Bandara International Soekarno-Hatta, ada 143 penerbangan dari dan ke China setiap minggu.

Maskapai udara dari domestik yang melayani rute tersebut antara lain Garuda Indonesia, Batik Air, Lion Air dan Sriwijaya Air.

Direktur Utama PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) Irfan Setiaputra menyebutkan, pihaknya mengelola tujuh rute dengan total 40 perjalanan setiap pekan dari Indonesia ke China atau sebaliknya.

Baca Juga: Kecuali hewan hidup, pengiriman kargo dari dan ke China tetap berjalan

Dia tak memerinci jumlah penumpang yang dilayani. Namun yang pasti, penghentian ini mengurangi pendapatan perusahaan.

"Tapi kami belum menghitung detail seluruh kerugiannya," ujar dia, Rabu (5/2).

Untuk meminimalkan kerugian, emiten berkode saham GIAA di Bursa Efek Indonesia ini mengkaji kemungkinan pengalihan rute dari dan menuju China ke destinasi potensial di dalam maupun luar negeri.

Manajemen Garuda Indonesia akan menambah jumlah trayek penerbangan dan mengalihkan ke rute baru.

"Seperti menambah rute ke Surabaya, Australia, India, Turki dan lain-lain. Tapi tentu saja dengan izin Kementerian Perhubungan," terang Irfan.

Lion ikut terdampak

Dalam kajian ini, GIAA juga berkoordinasi secara intensif dengan Kementerian Pariwisata untuk mencari ceruk pasar yang potensial.

"Karena sebetulnya menurut kami semuanya potensial," kata dia.

Maskapai udara lainnya, Grup Lion Air merasakan efek besar dengan penghentian rute penerbangan dari dan ke China.

Maklum, setiap pekan mereka memiliki 30 penerbangan per pekan ke China.

Meski demikian, sebelum keluar kebijakan dari pemerintah, manajemen Lion Air sudah lebih dulu menghentikan penerbangan ke sejumlah rute di China sejak 3 Februari 2020 demi alasan kesehatan.

Baca Juga: Istana segera bahas dampak dari penundaan penerbangan dari dan ke China

Managing Director Lion Air Group Daniel Putut mengatakan, pihaknya masih menghitung potensial loss akibat kebijakan ini.

Untuk meminimalkan dampak kerugian, manajemen Lion Air akan mengevaluasi rute.

Kemungkinan, pesawat-pesawat yang sebelumnya beroperasi mengangkut penumpang ke China akan dialihkan ke destinasi lain.

"Kami akan dorong rute-rute yang existing di dalam negeri. Saat ini kami memiliki penerbangan ke 140 kota di Indonesia," kata Daniel, Rabu (5/2).

Bagikan

Berita Terbaru

Sempat Dikoleksi Asing, Saham SMGR Mulai Terkoreksi di Tengah Pemulihan Kinerja
| Rabu, 26 November 2025 | 08:59 WIB

Sempat Dikoleksi Asing, Saham SMGR Mulai Terkoreksi di Tengah Pemulihan Kinerja

SMGR sudah pulih, terutama pada kuartal III-2025 terlihat dari pencapaian laba bersih setelah pada kuartal II-2025 perusahaan masih merugi.

KRIS dan Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Bikin Prospek Emiten Rumah Sakit Makin Solid
| Rabu, 26 November 2025 | 08:53 WIB

KRIS dan Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Bikin Prospek Emiten Rumah Sakit Makin Solid

Simak analisis prospek saham rumah sakit HEAL, SILO, dan MIKA) tahun 2026 yang berpotensi disulut kenaikan iuran BPJS dan implementasi KRIS.

Setelah Cetak Rekor & Koreksi, Arah IHSG Menanti Data Penting dari Indonesia dan AS
| Rabu, 26 November 2025 | 08:45 WIB

Setelah Cetak Rekor & Koreksi, Arah IHSG Menanti Data Penting dari Indonesia dan AS

Pelaku pasar juga menunggu rilis sejumlah data makroekonomi penting seperti indeks harga produsen, penjualan ritel dan produksi industri AS.

Tunggu Lima Tahun, Eks Pegawai Jadi Konsultan Pajak
| Rabu, 26 November 2025 | 08:22 WIB

Tunggu Lima Tahun, Eks Pegawai Jadi Konsultan Pajak

Dirjen Pajak Bimo Wijayanto mengungkapkan rencananya untuk memperketat syarat bagi mantan pegawai pajak untuk menjadi konsultan pajak

Bea Cukai Bakal Pangkas Kuota Kawasan Berikat
| Rabu, 26 November 2025 | 08:17 WIB

Bea Cukai Bakal Pangkas Kuota Kawasan Berikat

Ditjen Bea dan Cukai bakal memangkas kuota hasil produksi kawasan berikat yang didistribusikan ke pasar domestik

Akhir November, Belanja Masyarakat Naik
| Rabu, 26 November 2025 | 08:10 WIB

Akhir November, Belanja Masyarakat Naik

Mandiri Spending Index (MSI) per 16 November 2025, yang naik 1,5% dibanding minggu sebelumnya ke level 312,8

PT Solusi Sinergi Digital Tbk (WIFI) Kejar Target Home Passed Via Akuisisi LINK
| Rabu, 26 November 2025 | 07:53 WIB

PT Solusi Sinergi Digital Tbk (WIFI) Kejar Target Home Passed Via Akuisisi LINK

Keberhasilan Akuisisi LINK dan peluncuran FWA IRA jadi kunci pertumbuhan bisnis PT Solusi Sinergi Digital Tbk (WIFI).

Wajib Pajak Masih Nakal, Kebocoran Menganga
| Rabu, 26 November 2025 | 07:51 WIB

Wajib Pajak Masih Nakal, Kebocoran Menganga

Ditjen Pajak menemukan dugaan praktik underinvoicing yang dilakukan 463 wajib pajak                 

Menguak Labirin Korupsi Pajak
| Rabu, 26 November 2025 | 07:10 WIB

Menguak Labirin Korupsi Pajak

Publik saat ini tengah menantikan langkah tegas Kejaksaan Agung dalam memberantas korupsi sektor pajak.​

Pembunuh UMKM
| Rabu, 26 November 2025 | 07:00 WIB

Pembunuh UMKM

Jaringan ritel modern kerap dituding sebagai pembunuh bisnis UMKM dan ditakutkan bisa menjalar ke Kopdes yang bermain di gerai ritel.

INDEKS BERITA

Terpopuler