Tragedi di SPBU

Selasa, 04 November 2025 | 06:16 WIB
Tragedi di SPBU
[ILUSTRASI. TAJUK - Djumyati Partawidjaja]
Djumyati Partawidjaja | Redaktur Pelaksana

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sebagai pemilik mobil berbahan bakar bensin kejadian di beberapa bulan ini sungguh menjengkelkan. Sejak Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) swasta tidak punya pasokan, saya terpaksa bergeser mencari SPBU Pertamina.

Ingatan saya pun kembali waktu mengisi bensin sebelum tahun 2005. Tepatnya, sebelum Shell sebagai SPBU swasta pertama beroperasi. Waktu itu, mengisi bensin di SPBU harus selalu siap dengan catatan. Pasalnya setelah mengisi bensin bisa ada peristiwa susulan, entah meteran bensin di bawah standar, mobil mendadak tak ada tenaga, atau justru baik-baik saja. Saat peristiwa terakhir yang terjadi, saya akan segera menahbiskan SPBU itu sebagai tempat favorit.

Setelah ada SPBU swasta, semua lebih nyaman karena semuanya memakai standar yang sama. Tapi kita semua tahu, di Agustus lalu pasokan bahan bakar ke SPBU swasta berhenti. Walau di awal November ini BP sudah mulai kembali menjual bensin oktan 92-nya, Shell dan Vivo masih belum menjual bensin.

Entah seperti apa kesepakatan yang terjadi di dalamnya, tapi saya melihat polemik yang menimpa operator SPBU asing, yaitu Shell, BP, dan Vivo ini adalah perang yang tidak seimbang.

Kehadiran Shell, BP-AKR (kemitraan British Petroleum dan PT AKR Corporindo), dan Vivo (milik Vitol Group) memang terus menggerus pangsa pasar Pertamina. Namun pertumbuhan pangsa pasar ini tidak ada artinya, ketika stok BBM mereka harus stop sejak Agustus 2025.

Konflik utamanya adalah penolakan SPBU swasta membeli base fuel dari Pertamina Patra Niaga. Penolakan ini adalah konflik mendasar antara standar teknis global vs kebijakan energi domestik.

Alih-alih merestui impor mandiri, pemerintah mendesak SPBU swasta bersinergi dan bernegosiasi dengan Pertamina (kompetitor utama mereka). Puncaknya, kuota impor BBM untuk tahun 2026 dikaitkan dengan kepatuhan terhadap aturan. Ini adalah bentuk nyata regulatory capture, di mana pasokandikendalikan oleh negara melalui BUMN.

Sinyal terbesar datang dari Shell yang mengalihkan kepemilikan aset SPBU ritel kepada perusahaan patungan lokal (Citadel Pacific dan Sefas Group). Bagi investor global, langkah Shell ini adalah alarm keras yang menunjukkan pasar bebas di sektor energi hilir Indonesia hanya ada di atas kertas. Selama BUMN berfungsi ganda sebagai pemasok wajib, regulator, sekaligus pesaing, SPBU swasta terus terperangkap dalam ketidakpastian pasokan.

Selanjutnya: Bank Tak Lagi Royal Membagi Bonus Jumbo

Bagikan
Topik Terkait

Berita Terbaru

Bitcoin Volatil Ekstrem, Berikut Alternatif Koin Crypto Lain
| Selasa, 04 November 2025 | 16:38 WIB

Bitcoin Volatil Ekstrem, Berikut Alternatif Koin Crypto Lain

Ethereum (ETH) berada dalam watchlist karena dijadwalkan meluncurkan upgrade besar bernama Fusaka ke mainnet pada 3 Desember 2025.

Prabowo Akan Siapkan Rp 1,2 Triliun Per Tahun Buat Bayar Utang Whoosh
| Selasa, 04 November 2025 | 14:57 WIB

Prabowo Akan Siapkan Rp 1,2 Triliun Per Tahun Buat Bayar Utang Whoosh

Prabowo tekankan tidak ada masalah pembayaran utang Whoosh, namun belum jelas sumber dana dari APBN atau dari BPI Danantara.

Faktor Biaya dan Kurs Rupiah Membebani Mayora, Begini Proyeksi Arah Saham MYOR
| Selasa, 04 November 2025 | 09:09 WIB

Faktor Biaya dan Kurs Rupiah Membebani Mayora, Begini Proyeksi Arah Saham MYOR

Hingga akhir 2025 MYOR menargetkan laba bersih sebesar Rp 3,1 triliun atau cuma naik sekitar 0,8% dibandingkan tahun lalu.​

Bursa Efek Indonesia (BEI) Meluncurkan Tiga Indeks Baru
| Selasa, 04 November 2025 | 08:49 WIB

Bursa Efek Indonesia (BEI) Meluncurkan Tiga Indeks Baru

Investor diharapkan bisa berinvestasi pada saham profit tinggi, valuasi harga dan volatilitas rendah.

Investasi Saham dan Efek Buntung, Saratoga Investama Sedaya (SRTG) Cetak Kerugian
| Selasa, 04 November 2025 | 08:45 WIB

Investasi Saham dan Efek Buntung, Saratoga Investama Sedaya (SRTG) Cetak Kerugian

Saratoga juga mencatat kerugian bersih atas instrumen keuangan derivatif lainnya Rp 236 juta per 30 September 2025.

Invesco dan Allianz Konsisten Borong Saham UNTR Hingga Oktober, Blackrock Beda Arah
| Selasa, 04 November 2025 | 08:16 WIB

Invesco dan Allianz Konsisten Borong Saham UNTR Hingga Oktober, Blackrock Beda Arah

Sepanjang Oktober 2025 investor asing institusi lebih banyak melakukan pembelian saham UNTR ketimbang mengambil posisi jual.

Penjualan Nikel Melejit, Laba PAM Mineral (NICL) Tumbuh Tiga Digit
| Selasa, 04 November 2025 | 08:02 WIB

Penjualan Nikel Melejit, Laba PAM Mineral (NICL) Tumbuh Tiga Digit

PT PAM Mineral Tbk (NICL) meraih pertumbuhan penjualan dan laba bersih per kuartal III-2025 di tengah tren melandainya harga nikel global.

Laba Emiten Farmasi Masih Sehat Sampai Kuartal III-2025
| Selasa, 04 November 2025 | 07:52 WIB

Laba Emiten Farmasi Masih Sehat Sampai Kuartal III-2025

Mayoritas emiten farmasi mencatat pertumbuhan pendapatan dan laba di periode Januari hingga September 2025.

Kinerja Emiten FMCG Bervariasi, Prospek di Kuartal IV-2025 Berpotensi Lebih Seksi
| Selasa, 04 November 2025 | 07:42 WIB

Kinerja Emiten FMCG Bervariasi, Prospek di Kuartal IV-2025 Berpotensi Lebih Seksi

Ramadan yang jatuh pada pertengahan Maret 2026 berpotensi mendorong permintaan distributor terhadap barang konsumsi mulai kuartal IV-2025.

Rogoh Kocek Rp 2 Triliun,  Astra International (ASII) Menggelar Buyback Saham
| Selasa, 04 November 2025 | 07:42 WIB

Rogoh Kocek Rp 2 Triliun, Astra International (ASII) Menggelar Buyback Saham

Jadwal buyback PT Astra International Tbk (ASII) direncanakan mulai 3 November 2025 hingga 30 Januari 2026. ​

INDEKS BERITA

Terpopuler