Tren Industri Tekstil yang Bergeser ke Lestari

Minggu, 15 Oktober 2023 | 06:15 WIB
Tren Industri Tekstil yang Bergeser ke Lestari
[ILUSTRASI. Drop Box program Daur Ulang Bajumu yang terdapat di salah satu gerai Matahari.]
Reporter: Asnil Bambani Amri | Editor: Asnil Amri

Pekan lalu, merek sepatu ternama asal Amerika Serikat (AS), Green Cole Haan datang ke Indonesia untuk menanam pohon. Mereka membuat program satu sepatu yang terjual akan diikuti dengan penanaman satu pohon di pesisir Pulau Harapan dan Bintan.

Dari sisi bisnis, penjualan sepatu tentu tak ada hubungannya dengan tanam pohon. Namun, program tersebut menjadi bagian dari kampanye Cole Haan untuk menjalankan komitmen bisnis yang berkelanjutan.

Cole Haan rupanya memahami, untuk membangun bisnis jangka panjang mereka juga harus peduli terhadap lingkungan. Sebagai entitas bisnis mereka harus terlibat dalam menjaga keberlanjutan bumi dengan cara mengurangi gas rumah kaca (GRK) dengan cara menanam pohon.

Agar terhindar dari greenwashing, Cole Haan memastikan untuk merawat pohon tersebut selama tiga tahun atau sampai pohon yang mereka tanam, mengakar kuat.

Tujuan proyek ini adalah untuk meningkatkan kesadaran konsumen terhadap produk yang digunakan serta dampaknya pada lingkungan alam, kata Lee Walker, Vice President Footwear & Active Division di Kanmo Group, ritel resmi Cole Haan dalam pernyataan tertulisnya awal Oktober lalu.

Sebelum itu, ada Uniqlo merek fesyen asal Jepang yang melakukan pilihan serupa di Indonesia. Jaringan produk fesyen global ini menjalin kerjasama dengan Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi untuk program adopsi Hutan di Desa Batu Raja Rejang, Kecamatan Hulu Palik, Bengkulu Utara, tahun 2022 lalu.

Dalam kerjasama itu, Uniqlo berkomitmen melestarikan pohon-pohon yang ada di kawasan Hutan Lemo Nakai seluas 1.000 ha. Mereka berharap, program tersebut bisa mempertahankan cadangan karbon yang tersimpan di Hutan Lemo Nakai, yang sebanyak 400.000 ton CO2.

Nah, apa yang dilakukan Cole Haaan dan Uniqlo ini, adalah bagian dari upaya industri berperan menurunkan emisi GRK atau emisi karbon.

Keduanya berusaha menjadi industri yang mengurangi karbon dengan adopsi pohon. Tak hanya itu, ada banyak cara lain yang juga bisa dilakukan oleh industri agar bisa menjadi industri yang berperan menurunkan GRK.

Seperti yang dilakukan PT Asia Pacific Rayon (APR), produsen serat viscose-rayon untuk tekstil yang menggunakan bahan baku organik. Basrie Kamba, President Director APR bilang, mereka adalah salah satu dari tiga industri serat rayon yang menggunakan bahan baku tekstil organik di Indonesia.

Pasar bergerak ke arah lestari, sehingga konsumen khususnya di luar negeri akan mencari produk tekstil produk tekstil (TPT) yang juga lestari, jelas Basrie kepada KONTAN, Rabu (11/10).

Selain memakai bahan baku tekstil serat rayon dari bubur kertas, Basrie juga menyusun rencana penggunaan limbah tekstil. Tahun 2030 nanti, kami ingin 20% bahan baku yang kami gunakan berasal dari hasil daur ulang tekstil, kata Basrie.

Untuk program ini, APR telah mengumpulkan material tekstil yang akan didaur ulang. Salah satu cara mendapat material daur ulang, APR bekerjasama dengan PT Matahari Departemen Store Tbk (LPPF) untuk mengumpulkan limbah tekstil yang tidak terpakai.

Limbah tekstil yang berasal dari itu dikumpulkan oleh pelanggan Matahari di drop box yang tersedia di gerai Matahari. Program yang berlaku sampai akhir November 2023 ini bertujuan untuk mengumpulkan limbah tekstil yang akan diolah APR. Untuk limbah yang tidak layak daur ulang, akan diolah oleh mitra menjadi lap pembersih, travel mat, keset kaki, maupun produk rumah tangga berbahan kain lainnya.

Cara lain agar bisa menjadi perusahaan tekstil lestari adalah, melakukan modifikasi mesin tekstil menjadi mesin yang ramah lingkungan dan efisien. Kemudian mengganti sumber energi dengan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS). Ada banyak cara mengembangkan tekstil lestari ini, kata Basrie yang juga ketua Rantai Tekstil Lestari (RTI).

Butuh roadmap

Dari sisi pasar, kontribusi dari produk-produk TPT yang berkelanjutan belum signifikan terhadap seluruh pasar TPT (lihat tabel). Akan tetapi, Basrie menceritakan, tren pasar TPT berkelanjutan itu punya peluang untuk membesar.

Hampir semua merek besar di Eropa dan Amerika Serikat (AS) mencari TPT yang lestari. Mulai dari produk TPT yang memakai bahan baku yang mudah diurai, dari daur ulang atau dengan skema produksi ramah lingkungan, kata Basrie.

Kesadaran akan penggunaan material TPT yang ramah lingkungan ini naik terus. Jika kita tidak ikut menyesuaikan, maka kita akan ketinggalan, kata Basrie. Seiring naiknya kesadaran buyer TPT tersebut, maka lambat laun mereka akan memesan produk TPT yang ramah lingkungan. Menurut Basrie, peluang ini harus dipersiapkan oleh industri di Indonesia.

Peluang yang sama juga diutarakan Amalia Adininggar Widyasanti, Deputi bidang Ekonomi Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Ia menyebutkan, kenaikan permintaan produk TPT lestari perlu diantisipasi oleh industri.

Produsen dan industri perlu memitigasi peluang dari bisnis tekstil berkelanjutan ini, kata Amalia di acara webinar yang diselenggarakan Rantai Tekstil Lestari pada Kamis (5/10). Salah satu peluang tekstil berkelanjutan ini adalah, pemanfaatan limbah TPT yang besar.

Menurut Amalia, hampir 86% sampah tekstil berakhir di tempat pembuangan akhir (TPA) dan incinerator sampah. Hanya 14% saja, sampah tekstil yang bisa didaur ulang. Dari sisi jumlah, sampah tekstil post consumer (dari konsumen) tahun 2019 berjumlah 1,8 juta ton. Jika kita tidak melakukan apapun, maka tahun 2030 sampah tekstil diproyeksikan berjumlah 3 juta ton, jelas Amalia.

Namun masalahnya, tak mudah untuk mengolah limbah tekstil tersebut menjadi bahan baku tekstil kembali. Ian Syarif, Wakil Ketua Umum Bidang Hubungan Industri Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) bilang, nilai investasi untuk mengolah limbah tekstil itu sangat mahal.

Problem terbesar dari ekosistem dari tekstil lestari ini ada pada investasinya, belum ada yang berani investasi di pengolahannya karena mahal, terang Ian.

Selain itu, kendala investasi pengolahan limbah TPT adalah, pangsa pasar pada segmen pasar TPT berkelanjutan ini belum besar. Berbeda dengan kesadaran menggunakan TPT lestari di negara-negara maju.

Menjawab kegundahan Ian itu, Basrie memberikan gambaran, industri tekstil Indonesia akan tertinggal jika tidak segera mengembangkan tekstil berkelanjutan. Sebab, permintaan pasar mengarah ke produk TPT yang ramah lingkungan. Untuk itu, Basrie berharap, pemerintah dan pelaku usaha segera duduk bersama untuk membuat roadmap untuk pengembangan produk TPT berkelanjutan.

Dengan penyusunan rencana terpadu pengembangan tekstil yang berkelanjutan dan matang, maka nilai investasi bisa diukur kapan balik modalnya. Harus dimulai dari roadmap dulu, kumpulkan semua pelaku usaha TPT, jelas Basrie.

Untuk menyusun roadmap, dibutuhkan niat dan komitmen dari pemerintah seperti komitmen pemerintah mengembangkan kendaraan listrik.

Tahap awal yang perlu dilakukan adalah, pendataan potensi, serta menggali strategi implementasi keberlanjutan di sektor tekstil. Nah, semua proses membutuhkan kolaborasi antara pemerintah, publik dan pelaku usaha.

Untuk melakukan itu membutuhkan kolaborasi, baik dari pemerintah, dan juga pelaku usaha yang solid, kata Fitrian Ardiansyah, salah satu founder RTL ke KONTAN.

Fitrian menambahkan, jika ingin mengarah ke tekstil yang lestari, maka harus ada aksi dari sekarang. Jika tidak ada aksi, ini hanya menjadi wacana saja, tambah Fitrian.

Bagikan

Berita Terbaru

Archi Indonesia (ARCI) Siap Menyebar Dividen Interim Hampir Setengah Triliun
| Kamis, 04 Desember 2025 | 10:27 WIB

Archi Indonesia (ARCI) Siap Menyebar Dividen Interim Hampir Setengah Triliun

Di periode ini, ARCI membukukan laba bersih yang dapat diatribusikan kepada entitas induk US$ 70,47 juta.

Ada Ruang Bagi BI Pangkas Bunga 0,5%
| Kamis, 04 Desember 2025 | 08:46 WIB

Ada Ruang Bagi BI Pangkas Bunga 0,5%

Inflasi yang masih rendah membuka peluang pemangkasan suku bunga acuan Bank Indonesia ke depan      

BEI Pastikan Pesanan IPO RLCO Sesuai dengan Jadwal
| Kamis, 04 Desember 2025 | 08:43 WIB

BEI Pastikan Pesanan IPO RLCO Sesuai dengan Jadwal

BEI memastikan, pesanan IPO RLCO masih sesuai jadwal prospektus, yaitu 4 Desember 2025 pukul 12:00 WIB.

Kinerja Emiten Grup Sinar Mas Masih Belum Bernas
| Kamis, 04 Desember 2025 | 08:39 WIB

Kinerja Emiten Grup Sinar Mas Masih Belum Bernas

Kinerja sejumlah emiten Grup Sinar Mas jeblok di sembilan bulan 2025. Tapi, pergerakan saham emiten lebih kinclong ketimbang kinerja keuangannya.​

Strategi APEX Menghadapi Tantangan Industri di Migas Lewat Efisiensi dan Teknologi
| Kamis, 04 Desember 2025 | 08:38 WIB

Strategi APEX Menghadapi Tantangan Industri di Migas Lewat Efisiensi dan Teknologi

PT Apexindo Pratama Duta Tbk (APEX) memproyeksikan pendapatan pada 2026 bakal lebih baik dari tahun ini.

Harga Pelaksanaan Turun, Penyerapan Saham Rights Issue PANI Bisa Tinggi
| Kamis, 04 Desember 2025 | 08:27 WIB

Harga Pelaksanaan Turun, Penyerapan Saham Rights Issue PANI Bisa Tinggi

Langkah PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk (PANI) merevisi jadwal dan harga pelaksanaan rights issue menuai respons positif dari pelaku pasar saham.

IHSG Bisa Mendaki Tinggi di Tahun Kuda Api
| Kamis, 04 Desember 2025 | 08:19 WIB

IHSG Bisa Mendaki Tinggi di Tahun Kuda Api

JP Morgan Sekuritas memproyeksi level Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bisa tembus 10.000 pada 2026

Investasi Belum Bisa Jadi Tumpuan Ekonomi
| Kamis, 04 Desember 2025 | 08:06 WIB

Investasi Belum Bisa Jadi Tumpuan Ekonomi

Realisasi investasi melambat, bahkan realisasi FDI terkontraksi dan terendah sejak pandemi          

Daya Intiguna Yasa (MDIY) Genjot Penjualan di Akhir Tahun
| Kamis, 04 Desember 2025 | 07:30 WIB

Daya Intiguna Yasa (MDIY) Genjot Penjualan di Akhir Tahun

Perluasan jumlah toko juga dilakukan untuk memperkuat posisi pihaknya sebagai pemimpin di pasar ritel perlengkapan rumah tangga di Tanah Air

Prospek Bisnis Pembiayaan Masih Alot
| Kamis, 04 Desember 2025 | 07:04 WIB

Prospek Bisnis Pembiayaan Masih Alot

OJK catat piutang multifinance melambat di Sep 2025. Industri siapkan strategi hadapi tantangan 2026, termasuk kredit kendaraan & paylater.

INDEKS BERITA

Terpopuler