Trump Berpotensi Cabut GSP, Indonesia Bakal Merugi

Selasa, 18 Juni 2019 | 10:10 WIB
Trump Berpotensi Cabut GSP, Indonesia Bakal Merugi
[]
Reporter: Abdul Basith, Lidya Yuniartha | Editor: Tedy Gumilar

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indonesia bisa menyusul nasib India yang kehilangan fasilitas Generalized System of Preferences (GSP) dari Amerika Serikat (AS). AS di bawah Presiden Donald Trump resmi mencabut fasilitas GSP ke India setelah melakukan peninjauan, pada 5 Juni lalu.

Negeri Paman Sam ini menilai, defisit neraca perdagangan dengan India sudah melebihi batasan defisit negara berkembang. Padahal Amerika Serikat memberikan fasilitas GSP hanya kepada negara berkembang untuk meningkatkan perdagangan.

Fakta ini bisa terjadi kepada Indonesia, mengingat perdagangan Indonesia dengan AS pada 2018 mengalami surplus sebesar US$ 8,26 miliar, meski surplus ini turun 14,6% dibanding dengan 2017. Tren penurunan bahkan berlanjut pada kuartal I-2019. Meski tetap surplus, periode ini turun 10,27% menjadi US$ 2,03 miliar.

"Apa yang terjadi dengan proses peninjauan GSP India, bisa terjadi juga di ppeninjauan GSP Indonesia saat ini," ujar Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani saat dihubungi KONTAN, Senin (17/6).

Catatan Shinta, nilai ekspor RI ke AS yang mendapat fasilitas GSP sekitar 10% dari total ekspor. Tiap tahun terjadi peningkatan ekspor bagi produk yang mendapat fasilitas GSP. AS bisa mencabut fasilitas GSP bila Indonesia tidak mampu menjelaskan kriteria pasar seperti permintaan AS.

Seperti kita tahu, AS menyampaikan beberapa tuntutan kepada Indonesia agar membuka akses pasar kalau mau terus mendapatkan fasilitas GSP. Pencabutan fasilitas ini bisa menyulitkan Indonesia. "Terlalu banyak kebijakan di Indonesia yang perlu diubah, guna memenuhi tuntutan dalam proses peninjauan GSP tersebut" terang Shinta.

Pencabutan fasilitas GSP ini memang bisa menyebabkan ekspor Indonesia ke AS berkurang. AS akan menerapkan tarif bea masuk produk yang sebelumnya dikenakan tarif rendah karena fasilitas GSP, menjadi dikenakan dengan tarif normal.

Di sisi lain, perubahan regulasi akibat pencabutan GSP bisa memberi dampak negatif bagi pelaku ekonomi. Karena itulah Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Muhammad Faisal berharap, Indonesia bernegosiasi kuat untuk mempertahankan fasilitas GSP ini.

AS memberikan fasilitas GSP ke negara berkembang. Sementara Indonesia telah melampaui level ini. "Taraf ekonomi indonesia lebih tinggi," ujar Faisal.

Kondisi ekonomi Indonesia akan menjadi dasar pemantauan AS. Untuk itu, AS akan terus melakukan pemantauan dan evaluasi kelayakan Indonesia mendapatkan GSP.

Bagikan

Berita Terbaru

Meski BI Rate Dipangkas 150 Basis Poin, Bunga Kredit Baru Turun 15 Basis Poin
| Jumat, 24 Oktober 2025 | 13:31 WIB

Meski BI Rate Dipangkas 150 Basis Poin, Bunga Kredit Baru Turun 15 Basis Poin

BI rate turun agresif, tapi bunga kredit masih tinggi. Transmisi kebijakan moneter ke perbankan berjalan lambat pada tahun ini.

Fase Konsolidasi & Efek Profit Taking, Inflow ETF Bitcoin dan Ethereum Terus Menurun
| Jumat, 24 Oktober 2025 | 09:21 WIB

Fase Konsolidasi & Efek Profit Taking, Inflow ETF Bitcoin dan Ethereum Terus Menurun

Penurunan dana ETF kripto belakangan ini juga lebih mencerminkan sikap hati-hati investor menjelang akhir tahun.

Bisnis Pengelolaan Dana Nasabah Tajir di Bank Semakin Bersinar
| Jumat, 24 Oktober 2025 | 08:55 WIB

Bisnis Pengelolaan Dana Nasabah Tajir di Bank Semakin Bersinar

Bisnis wealth management atau pengelolaan dana nasabah tajir perbankan terus menunjukkan pertumbuhan positif.​

Permintaan Masih Lemah, Kredit Korporasi Goyah
| Jumat, 24 Oktober 2025 | 08:50 WIB

Permintaan Masih Lemah, Kredit Korporasi Goyah

​Permintaan kredit perbankan di segmen debitur korporasi masih lemah karena pelaku usaha korporasi masih wait and see

Prospeknya Seksi, Setelah TOBA & MHKI, SPMA juga Bakal Masuk Bisnis Pengolahan Limbah
| Jumat, 24 Oktober 2025 | 08:30 WIB

Prospeknya Seksi, Setelah TOBA & MHKI, SPMA juga Bakal Masuk Bisnis Pengolahan Limbah

Untuk memuluskan agenda ekspansi, SPMA bakal menggelar Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada 30 Oktober 2025. ​

Timah (TINS) Cari Mitra Penambangan di Laut
| Jumat, 24 Oktober 2025 | 08:20 WIB

Timah (TINS) Cari Mitra Penambangan di Laut

Inisiatif tersebut diharapkan dapat mendorong partisipasi pelaku usaha sekaligus memastikan pengelolaan SDA dilakukan secara bertanggung jawab.

Produsen Optimistis Bisa Capai Target
| Jumat, 24 Oktober 2025 | 08:16 WIB

Produsen Optimistis Bisa Capai Target

Asus Indonesia sangat optimistis dapat menuntaskan target penjualan 1 juta unit laptop hingga akhir 2025,

Tren Gerai Restoran Siap Saji Mulai Bergeser
| Jumat, 24 Oktober 2025 | 08:14 WIB

Tren Gerai Restoran Siap Saji Mulai Bergeser

Perubahan strategi gerai cepat saji yang kini lebih banyak bermigrasi ke lokasi suburban dan food court

Ekosistem Industri Udang Indonesia Terguncang
| Jumat, 24 Oktober 2025 | 08:11 WIB

Ekosistem Industri Udang Indonesia Terguncang

Industri udang nasional terdampak tarif tinggi Trump dan isu pencemaran radioaktif sehingga mengguncang ekosistem udang dari hulu hingga hilir

Penambang Nikel Ingin Aturan DHE Diperlonggar
| Jumat, 24 Oktober 2025 | 08:07 WIB

Penambang Nikel Ingin Aturan DHE Diperlonggar

Bagi perusahaan yang mengekspor produk olahan seperti ferronickel dan stainless steel, aturan sekarang cukup memberatkan.

INDEKS BERITA

Terpopuler