KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Strategi PT United Tractors Tbk (UNTR) masuk ke bisnis emas terbilang jitu.
Secara konsolidasi, United Tractors (UNTR) mampu mencatat kenaikan pendapatan 11% sepanjang semester pertama tahun ini.
Kontribusi pendapatan di bisnis emas mampu mengimbangi penurunan pendapatan dari bisnis inti United Tractors, yakni penjualan alat berat.
Pendapatan United Tractors dari penjualan alat berat justru turun 13% menjadi Rp 12,1 triliun.
Ari Setyawan, Investor Relations United Tractors, dalam keterangan resmi, mengatakan, penjualan alat berat turun 20% jadi 1.917 unit.
"Ini disebabkan melemahnya penjualan alat berat di sektor pertambangan dan perkebunan," jelas dia, Selasa (30/7).
Bisnis konstruksi yang digarap United Tractors juga cenderung tertekan.
Sekadar mengingatkan, UNTR masuk ke bisnis konstruksi melalui anak usahanya, PT Karya Supra Perkasa, yang memiliki saham di PT Acset Indonusa Tbk (ACST).
Pendapatan ACST turun 7% menjadi Rp 1,5 triliun. Penurunan ini disebabkan kontribusi yang lebih rendah dari segmen infrastruktur, lantaran beberapa proyek hampir rampung.
ACST bahkan mencatat rugi bersih sebesar Rp 404 miliar, dari sebelumnya mencatat laba bersih sebesar Rp 73 miliar di periode yang sama 2018.
Ini karena adanya keterlambatan penyelesaian beberapa proyek Contractor Pre-Financing (CPF) dan proyek struktur, sehingga terjadi peningkatan biaya pendanaan, biaya overhead dan biaya percepatan penyelesaian proyek.
Bisnis oke
Bisnis United Tractors di sektor pertambangan emas mencatatkan kinerja yang moncer tahun ini.
Melalui PT Agincourt Resources, United Tractors mampu menjual 194.000 ons emas. Ini setara dengan pendapatan Rp 3,6 triliun.
Mengutip laporan keuangan, United Tractors mampu mencetak laba kotor Rp 1,63 triliun dari bisnis ini. Sementara, laba sebelum pajak penghasilan tercatat Rp 1,4 triliun.
Jika dikonversikan dalam bentuk uang, cadangan emas Agincourt terbilang dahsyat.
Sesaat setelah diakuisisi, Agincourt memberikan pendapatan dan laba tahun berjalan masing-masing Rp 681,6 miliar dan Rp 276,5 miliar.
Kemonceran tersebut turut mengkompensasi tekanan pada kinerja keuangan yang terjadi di level induk usaha UNTR, yakni PT Astra International Tbk (ASII).
Direktur Utama Avere Investama Teguh Hidayat menilai, tantangan bisnis Grup Astra di sektor otomotif sudah mulai berkurang. "Untuk lini bisnis komoditas, seperti pertambangan dan perkebunan, kemungkinan masih banyak tekanan dan sulit diprediksi," sebut dia.