Berita Regulasi

Urun Biaya BPJS Kesehatan Tunggu Keputusan Menkes

Sabtu, 19 Januari 2019 | 14:03 WIB
Urun Biaya BPJS Kesehatan Tunggu Keputusan Menkes

Reporter: Umi Kulsum | Editor: Yuwono triatmojo

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 51 Tahun 2018 yang mewajibkan urun biaya bagi peserta jaminan sosial resmi berlaku sejak diundangkan 17 Desember 2018. Tapi, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan memastikan, kewajiban urun biaya itu baru benar-benar berlaku setelah ada keputusan menteri kesehatan (kepmenkes).

Kepmenkes itu akan mengatur jenis pelayanan kesehatan yang akan terkena urun biaya. Nah, Permenkes No. 51/2018 mengamanatkan, penyusunan jenis layanan itu harus dilakukan tim yang terdiri dari BPJS Kesehatan, organisasi profesi,  serta asosiasi fasilitas kesehatan.

Hanya, Budi Muhammad Arief, Deputi Direksi Bidang Jaminan Pelayanan Kesehatan Rujukan BPJS Kesehatan, menyatakan, tim penyusun itu belum terbentuk. Meski begitu, BPJS mulai mengkaji jenis layanan yang bakal kena urun biaya. Tapi, ia masih merahasiakan jenis layanannya.

Menurut Budi, tim penyusun tersebut bukan hanya terdiri dari tiga instansi. BPJS Kesehatan meminta ada keterlibatan unsur peserta atau lembaga nonmedis, salah satunya Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).

"Kami akan usulkan ke menkes," kata Budi kepada KONTAN, Jumat (18/1). Keterlibatan lembaga nonmedis atau unsur peserta penting, agar jenis layanan yang akan terkena urun biaya tidak merugikan masyarakat.

Namun, Budi menegaskan, urun biaya tidak akan merugikan masyarakat. Kebijakan ini juga bukan bertujuan untuk mencari dana penutup defisit BPJS Kesehatan. "Urun biaya ini hanya untuk memberikan edukasi kepada masyarakat, agar tidak mendapatkan pelayanan kesehatan yang sebetulnya tidak masyarakat perlukan," terang Budi.

Selain itu, kewajiban urun biaya hanya untuk peserta di luar penerima bantuan iuran (PBI). Peserta BPJS Kesehatan dari kelompok masyarakat yang didaftarkan pemerintah daerah juga tidak akan kena kewajiban urun biaya.

Budi menambahkan, urun biaya tersebut hanya akan berlaku atas pelayanan kesehatan yang berpotensi disalahgunakan. Ia memperkirakan, penyusunan daftar layanan itu rampung selama tiga minggu ke depan. Kemudian, tim bakal menyampaikan rekomendasi dalam satu minggu. "Artinya, satu bulan. Akhir Februari harusnya sudah selesai. Setelah itu sosialisasi ke masyarakat," ujarnya.

Tulus Abadi, Ketua Harian YLKI, menyambut positif ajakan BPJS Kesehatan untuk terlibat dalam tim penyusunan itu. YLKI siap memberi masukan agar putusan menteri kesehatan bisa berimbang, baik dari sisi peserta maupun fasilitas kesehatan.

Tetapi, Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar berharap, keterlibatan unsur peserta atau lembaga nonmedis bukan sekadar pelengkap. Pemerintah harus benar-benar memperhatikan saran-saran dari mereka.

Peserta BPJS hanya boleh naik kelas satu tingkat

permenkes No. 51/2018 tak hanya mengatur urun biaya bagi peserta BPJS Kesehatan. Beleid itu juga memuat aturan main tentang peningkatan kelas layanan bagi peserta BPJS yang menjalani rawat inap.

M. Iqbal Anas Ma'ruf, Kepala Humas BPJS Kesehatan, menjelaskan, peningkatan kelas perawatan sesuai Permenkes No. 51/2018 hanya boleh satu tingkat lebih tinggi dari kelas yang menjadi hak peserta. "Pembayaran selisih biayanya bisa dilakukan secara mandiri oleh peserta, pemberi kerja, atau melalui asuransi kesehatan tambahan," terang Iqbal di kantornya, Jumat (18/1).

Sebagai contoh, peningkatan kelas rawat inap dari kelas 1 ke VIP, maka peserta harus membayar selisih biaya paling banyak 75% dari tarif INA CBG’s. Sedangkan untuk rawat jalan, peserta mesti membayar biaya paket pelayanan rawat jalan eksekutif paling banyak Rp 400.000 untuk setiap episode rawat jalan. Kalau ingin layanan lebih, selisih pembayaran tergantung fasilitas kesehatan.

Terbaru