Berita Refleksi

Vonis Nihil Asabri

Oleh Yuwoni Triatmodjo - Redaktur Pelaksana
Jumat, 21 Januari 2022 | 09:00 WIB
Vonis Nihil Asabri

Reporter: Harian Kontan | Editor: Markus Sumartomjon

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Vonis pidana nihil majelis hakim pengadilan Tipikor terhadap terdakwa kasus korupsi PT Asabri, Heru Hidayat, menjadi perdebatan hangat. Ada pihak yang berpendapat, putusan hakim yang dibacakan Selasa (18/1) malam itu sudah tepat.

Pendapat ini berdasarkan ketentuan pasal 65, 68 dan 71 KUHP. Esensi dari pasal-pasal itu adalah bahwa pidana seumur hidup terhadap seseorang terdakwa, telah menyerap pidana pokok lainnya (penjara atau denda), dalam hal adanya perkara dimana seseorang melakukan beberapa tindak pidana.

Sederhananya, pidana terhadap Heru dalam kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya, sudah maksimal. Pada kasus itu, hakim memvonis Heru dan Benny Tjokrosaputro dengan pidana seumur hidup pada 12 Oktober 2020 silam.

Di sisi lain, Boyamin Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) berpendapat, vonis nihil dalam kasus Asabri bisa dimanfaatkan Heru. Contohnya, kata Boyamin, jika seandainya Heru mengajukan peninjauan kembali (PK) dalam kasus Jiwasraya.

Bisa saja pada PK tersebut, Heru mengajukan novum bahwa kasus Jiwasraya yang menjerat dirinya adalah kasus pasar modal. Jika menang, maka posisi Heru akan di atas angin.

Satu hal yang tidak kalah penting adalah penghapusan ketentuan pengetatan pemberian remisi untuk narapidana kasus korupsi. Oktober 2021 lalu, Mahkamah Agung, menghapus sejumlah pasal dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012.

PP ini awalnya mensyaratkan terpidana korupsi bisa mendapat remisi jika menjadi justice collaborator dan atau membayar lunas denda dan uang pengganti sesuai putusan pengadilan.

Namun, syarat tersebut kini sudah dihapus. Artinya, tanpa harus menjadi justice collaborator dan atau membayar lunas denda dan uang pengganti, terpidana kasus korupsi bisa memperoleh remisi.

Jangan lupa, pada kasus Jiwasraya Heru dibebankan pidana tambahan uang pengganti senilai Rp 10,73 triliun. Sedangkan pada kasus Asabri, hakim memvonis Heru untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 12,64 triliun.

Artinya, negara punya tugas menelusuri aset (asset tracing) Heru Hidayat, guna mendapatkan uang pengganti senilai total Rp 22,37 triliun tersebut.

Bukan pekerjaan mudah memberantas korupsi di negeri ini, apalagi, untuk mengembalikan kerugian negara.                                              

Terbaru