KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Genap setahun Presiden Prabowo Subianto menjalankan pemerintahannya sejak dilantik pada 20 Oktober 2024. Kendati jalannya pemerintahan ini masih baru, tapi Prabowo tidak memulainya dari kertas putih yang masih kosong.
Pemerintahan ini mewarisi beban struktural yang ditinggalkan oleh rezim sebelumnya, seperti utang, proyek mangkrak, hingga merajalelanya kasus korupsi. Kompleksnya warisan yang ditinggalkan pendahulunya itu membuat transisi pemerintahan tidak berjalan mudah.
Prabowo bahkan harus memulai kepemimpinannya dengan melakukan pemotongan anggaran besar-besaran di berbagai sektor demi menjalankan programnya. Kebijakan itu berdampak lesunya aktivitas bisnis dan perekonomian yang berujung makin melemahnya daya beli masyarakat.
Bisa dikatakan, mesin pemerintahan Prabowo di tahun pertamanya tak bisa melaju kencang karena beratnya beban warisan yang harus dipikul. Memang bukan perkara mudah bagi Prabowo untuk memulai program baru, sembari memperbaiki warisan lama yang bobrok.
Warisan utang itu sebagian besar lahir dari masifnya pembangunan infrasuktur di era Jokowi. Hingga akhir masa jabatan Jokowi, total utang pemerintah telah mencapai angka yang mengkhawatirkan, dengan rasio utang terhadap PDB yang terus meningkat.
Hutang yang menggunung membuat ruang fiskal pemerintahan Prabowo menyempit. Anggaran yang seharusnya dialokasikan untuk program-program kesejahteraan rakyat terpaksa dialihkan untuk membayar cicilan utang dan bunga pinjaman. Tak pelak, program-program populis seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) dan Koperasi Desa Merah Putih (KDMP) berjalan di bawah tekanan fiskal yang berat.
Selain utang yang tinggi, masalah korupsi juga menjadi penyakit kronis yang diwariskan kepada pemerintahan baru. Berbagai kasus korupsi besar mencuat selama kepemimpinan Jokowi. Maraknya praktik korupsi yang melibatkan pejabat tinggi telah menguras anggaran negara dan merusak tatanan ekonomi.
Dalam kondisi seperti ini, Prabowo harus bekerja keras untuk membersihkan sistem pemerintahan yang sudah terlanjur rusak. Namun, langkah itu tidaklah mudah, karena banyak pihak berkepentingan yang masih ingin mempertahankan status quo. Terlebih pengaruh Jokowi masih kuat di tubuh birokrasi dan pemerintahan saat ini.