KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga produk pangan impor bakal melambung. Dua penyebabnya berasal dari pelemahan kurs rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) serta kenaikan harga produk di negeri asalnya.
Ambil contoh harga daging sapi impor. Selama ini sebagian besar daging segar dalam negeri, dipasok dari sapi bakalan yang diimpor dari Australia.
Sebelum kurs rupiah tembus Rp 15.200 per dollar AS, harga sapi bakalan sekitar US$ 2,7 per kilogram (kg)- US$ 2,8 per kg. Artinya, bila dijual dalam rupiah, banderol harganya berkisar antara Rp 41.000-Rp 42.000 per kg.
Tapi sekarang harga sapi bakalan sudah mencapai sekitar US$ 3,25 per kg-US$ 4 per kg berat hidup setelah dihitung bea masuk dan biaya transportasi dan biaya kandang. Artinya, saat ini harga daging sapi bakalan sudah di kisaran Rp 50.000 per kg-Rp 53.000 per kg berat hidup jenis simental dan limousin.
"Kalau ini terus dibiarkan, harga daging segar bisa tembus di atas Rp 120.000 per kg, atau bahkan bisa lebih tinggi lagi," ucap Ketua Asosiasi Pedagang Daging Indonesia (APDI) Asnawi.
Selain itu, harga gandum, bungkil kedelai untuk bahan baku pakan ternak, kedelai untuk bahan baku tahu dan tempe juga naik di pasar global. Direktur Eksekutif Asosiasi. Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo) Ratna Sari Lopis mengatakan, pergerakan harga gandum dipengaruhi dua hal. Pertama, pergerakan harga pangan di negara produsen. Kedua, perubahan kurs rupiah teradap dollar AS. Kedua hal tersebut telah terjadi.
Di satu sisi, produksi gandum di Australia tahun ini diprediksi seret, dari sebelumnya mampu memenuhi sekitar 53% dari kebutuhan gandum nasional sebesar 8,4 juta ton. Tahun ini, Aptindo memprediksi pasokan gandum Australia hanya bisa memenuhi 35% saja kebutuhan di Indonesia, karena kemarau panjang tengah melanda Negara Kanguru tersebut.
Kenaikan harga gandum yang diimpor Indonesia tidak bisa dihindari. Meskipun demikian, hingga saat ini Aptindo mencatat permintaan tepung terigu relatif stabil.
Beruntung, sejauh ini kenaikan harga gandum belum terasa pada industri pengguna tepung terigu karena banyak faktor. Salah satunya karena perekonomian Indonesia sedang baik. Apalagi pemerintah juga mengucurkan Dana Desa ke pelosok Tanah Air yang menopang daya beli masyarakat. Sejauh permintaan dalam negeri tetap tinggi, Ratna optimistis kenaikan harga gandum tidak terlalu mempengaruhi permintaan dalam negeri.