Wow, Kepemilikan Investor Asing di Surat Berharga Negara (SBN) Mencapai Rekor
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kombinasi sentimen dari dalam dan luar negeri membuat investor asing gencar masuk ke pasar obligasi Indonesia belakangan ini.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, investor asing mencatatkan aksi beli atau net buy sebesar Rp 24,29 triliun di pasar Surat Berharga Negara (SBN) sepanjang bulan Juli lalu.
Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas Indonesia Ramdhan Ario Maruto mengatakan, sepanjang bulan lalu pasar obligasi domestik memang diliputi oleh banyak sentimen positif.
Mulai dari penurunan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia (BI 7-Day Repo Rate), surplus neraca dagang Indonesia di bulan Juni, hingga upaya rekonsiliasi yang membuat kekhawatiran politik dalam negeri pudar.
Belum lagi, Indonesia masih memiliki modal berupa kenaikan peringkat utang dari S&P Global Ratings menjadi BBB yang didapat pada akhir Mei lalu.
Sedangkan dari eksternal, investor asing terbantu oleh tingginya ekspektasi penurunan suku bunga acuan Amerika Serikat (AS) yang akhirnya terwujud di akhir Juli serta tensi perang dagang AS-China yang tengah mereda di bulan lalu.
"Yield Surat Utang Negara (SUN) sempat turun dalam di pertengahan Juli sehingga investor asing banyak yang masuk ke pasar SBN," ujar dia, Senin (5/8).
Asal tahu saja, rekor yield SUN 10 tahun terendah terjadi pada 16 Juli lalu di 7,077%.
Pasar obligasi Indonesia sebenarnya kembali tertekan menjelang dan sesudah pengumuman pemangkasan suku bunga acuan AS sebesar 25 bps oleh The Federal Reserves pada 31 Juli.
Akan tetapi, sejauh ini investor asing masih berani masuk ke pasar obligasi dalam negeri.
Terbukti, pada Jumat (2/8), asing di SBN mencapai Rp 1.019,36 triliun. Artinya, dalam dua hari pertama di bulan Agustus, net buy asing mencapai Rp 6,32 triliun.
Ekonom PT Pemeringkat Efek Indonesia Fikri C. Permana menambahkan, tingginya minat investor asing untuk membeli obligasi di tengah koreksi pasar dipengaruhi oleh potensi keuntungan spread atau selisih yield SUN dan yield US Treasury.
Hal ini bisa terjadi karena di saat yield SUN 10 tahun kembali naik, yield US Treasury untuk tenor serupa justru turun hingga di bawah 2%.
Kemarin, yield SUN 10 tahun yakni FR0078 berada di level 7,657%. Di sisi lain, yield US Treasury dengan tenor sama berada di level 1,77%.
Hasil tersebut membuat spread yield SUN dan yield US Treasury kini mencapai 587 bps atau 5,87%.
Ruang untuk spread antara yield SUN dan US Treasury masih sangat besar, kata dia, kemarin.
Di atas kertas, pelebaran spread antar yield obligasi bisa menjadi pemicu masuknya investor asing ke pasar SBN secara berkelanjutan.
Waspadai rupiah
Namun, perlu diingat bahwa kenaikan yield SUN akhir-akhir ini diikuti pula oleh pelemahan kurs rupiah terhadap dollar AS.
Lihat saja, hari ini rupiah kembali terkapar di pasar spot sebesar 0,49% ke level Rp 14.255 per dollar AS.
Jika ini terus terjadi, laju aliran dana asing di pasar obligasi bakal tertahan. Bahkan, potensi asing keluar dari SBN pun kian besar.
"Investor asing melihat salah satu risiko saat ini adalah depresiasi atau ketidakstabilan rupiah," ujar Fikri.
Ramdhan mengaku, kondisi pasar yang kembali diliputi ketidakpastian membuat potensi investor asing untuk melakukan aksi net sell masih cukup terbuka dalam waktu dekat.
Awalnya, koreksi di pasar obligasi terjadi karena aksi ambil untung oleh sebagian investor mengingat harga SUN sudah rally cukup signifikan di bulan lalu.
Akan tetapi, tekanan bertambah karena tensi perang dagang antara AS dan China kembali meningkat.
Di sisi lain, investor asing juga masih menantikan langkah berikutnya dari The Fed terkait kebijakan moneter AS di masa mendatang.
Hal ini mengingat The Fed cenderung memberi sinyal hawkish kendati memutuskan untuk memangkas suku bunga acuan AS pada pekan lalu.