Wow, Kepemilikan Investor Asing di Surat Berharga Negara (SBN) Mencapai Rekor

Selasa, 06 Agustus 2019 | 07:05 WIB
Wow, Kepemilikan Investor Asing di Surat Berharga Negara (SBN) Mencapai Rekor
[]
Reporter: Dimas Andi | Editor: A.Herry Prasetyo

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kombinasi sentimen dari dalam dan luar negeri membuat investor asing gencar masuk ke pasar obligasi Indonesia belakangan ini.

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, investor asing mencatatkan aksi beli atau net buy sebesar Rp 24,29 triliun di pasar Surat Berharga Negara (SBN) sepanjang bulan Juli lalu.

Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas Indonesia Ramdhan Ario Maruto mengatakan, sepanjang bulan lalu pasar obligasi domestik memang diliputi oleh banyak sentimen positif.

Mulai dari penurunan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia (BI 7-Day Repo Rate), surplus neraca dagang Indonesia di bulan Juni, hingga upaya rekonsiliasi yang membuat kekhawatiran politik dalam negeri pudar.

Belum lagi, Indonesia masih memiliki modal berupa kenaikan peringkat utang dari S&P Global Ratings menjadi BBB yang didapat pada akhir Mei lalu.

Sedangkan dari eksternal, investor asing terbantu oleh tingginya ekspektasi penurunan suku bunga acuan Amerika Serikat (AS) yang akhirnya terwujud di akhir Juli serta tensi perang dagang AS-China yang tengah mereda di bulan lalu.

"Yield Surat Utang Negara (SUN) sempat turun dalam di pertengahan Juli sehingga investor asing banyak yang masuk ke pasar SBN," ujar dia, Senin (5/8).

Asal tahu saja, rekor yield SUN 10 tahun terendah terjadi pada 16 Juli lalu di 7,077%.

Pasar obligasi Indonesia sebenarnya kembali tertekan menjelang dan sesudah pengumuman pemangkasan suku bunga acuan AS sebesar 25 bps oleh The Federal Reserves pada 31 Juli.

Akan tetapi, sejauh ini investor asing masih berani masuk ke pasar obligasi dalam negeri.

Terbukti, pada Jumat (2/8), asing di SBN mencapai Rp 1.019,36 triliun. Artinya, dalam dua hari pertama di bulan Agustus, net buy asing mencapai Rp 6,32 triliun.

Ekonom PT Pemeringkat Efek Indonesia Fikri C. Permana menambahkan, tingginya minat investor asing untuk membeli obligasi di tengah koreksi pasar dipengaruhi oleh potensi keuntungan spread atau selisih yield SUN dan yield US Treasury.

Hal ini bisa terjadi karena di saat yield SUN 10 tahun kembali naik, yield US Treasury untuk tenor serupa justru turun hingga di bawah 2%.

Kemarin, yield SUN 10 tahun yakni FR0078 berada di level 7,657%. Di sisi lain, yield US Treasury dengan tenor sama berada di level 1,77%.

Hasil tersebut membuat spread yield SUN dan yield US Treasury kini mencapai 587 bps atau 5,87%.

Ruang untuk spread antara yield SUN dan US Treasury masih sangat besar, kata dia, kemarin.

Di atas kertas, pelebaran spread antar yield obligasi bisa menjadi pemicu masuknya investor asing ke pasar SBN secara berkelanjutan.

Waspadai rupiah

Namun, perlu diingat bahwa kenaikan yield SUN akhir-akhir ini diikuti pula oleh pelemahan kurs rupiah terhadap dollar AS.

Lihat saja, hari ini rupiah kembali terkapar di pasar spot sebesar 0,49% ke level Rp 14.255 per dollar AS.

Jika ini terus terjadi, laju aliran dana asing di pasar obligasi bakal tertahan. Bahkan, potensi asing keluar dari SBN pun kian besar.

"Investor asing melihat salah satu risiko saat ini adalah depresiasi atau ketidakstabilan rupiah," ujar Fikri.

Ramdhan mengaku, kondisi pasar yang kembali diliputi ketidakpastian membuat potensi investor asing untuk melakukan aksi net sell masih cukup terbuka dalam waktu dekat.

Awalnya, koreksi di pasar obligasi terjadi karena aksi ambil untung oleh sebagian investor mengingat harga SUN sudah rally cukup signifikan di bulan lalu.

Akan tetapi, tekanan bertambah karena tensi perang dagang antara AS dan China kembali meningkat.

Di sisi lain, investor asing juga masih menantikan langkah berikutnya dari The Fed terkait kebijakan moneter AS di masa mendatang.

Hal ini mengingat The Fed cenderung memberi sinyal hawkish kendati memutuskan untuk memangkas suku bunga acuan AS pada pekan lalu.

Bagikan

Berita Terbaru

Emiten Nikel Terdampak Harga dan Kebijakan Ekspor Filipina
| Rabu, 14 Mei 2025 | 05:40 WIB

Emiten Nikel Terdampak Harga dan Kebijakan Ekspor Filipina

Filipina berencana menyetop mineral mentah seperti nikel mulai Juni 2025. Rencana ini diproyeksi akan memengaruhi pasokan dan harga nikel global. 

Beban Operasional Jadi Tantangan Kinerja Aspirasi Hidup Indonesia Tbk (ACES)
| Rabu, 14 Mei 2025 | 05:30 WIB

Beban Operasional Jadi Tantangan Kinerja Aspirasi Hidup Indonesia Tbk (ACES)

Demi mendorong penjualan, PT Aspirasi Hidup Indonesia Tbk (ACES) berencana memperluas cakupan bisnis hingga ke luar pulau Jawa.

Bulog Berburu Ribuan Gudang Penyimpanan Beras
| Rabu, 14 Mei 2025 | 05:15 WIB

Bulog Berburu Ribuan Gudang Penyimpanan Beras

Untuk mengntisipasi lonjakan panen raya hingga Mei ini, Bulog tengah berburu gudang-gudang penyimpanan sambil menyerap beras petani.

Nilai Tukar Rupiah Tertekan Kenaikan Dolar AS
| Rabu, 14 Mei 2025 | 05:10 WIB

Nilai Tukar Rupiah Tertekan Kenaikan Dolar AS

Berdasarkan data Bloomberg, rupiah di pasar spot ada di Rp 16.627, melemah 0,14% dibanding sehari sebelumnya. 

Penjualan Mobil Naik 5% Secara Tahunan di April 2025
| Rabu, 14 Mei 2025 | 05:06 WIB

Penjualan Mobil Naik 5% Secara Tahunan di April 2025

Mobil Toyota tetap jadi merek terlaris berdasarkan data retail dengan penjualan sebanyak 18.619 unit,

Pelayaran Nasional Ekalaya Purnamasari (ELPI) Pantau Konflik India dan Pakistan
| Rabu, 14 Mei 2025 | 05:05 WIB

Pelayaran Nasional Ekalaya Purnamasari (ELPI) Pantau Konflik India dan Pakistan

India masuk dalam roadmap ekspansi ELPI hingga tahun 2030 mendatang dan melihatnya sebagai pasar potensial.

Pelaku Usaha Rokok & Hiburan Keberatan
| Rabu, 14 Mei 2025 | 05:04 WIB

Pelaku Usaha Rokok & Hiburan Keberatan

DPRD DK Jakarta tengah membahas Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR) termasuk di tempat hiburan

Global Lebih Aman, Harga Logam Mulia Tertekan
| Rabu, 14 Mei 2025 | 05:00 WIB

Global Lebih Aman, Harga Logam Mulia Tertekan

Harga logam mulia seperti emas dan perak tertekan sentimen kesepakatan negosiasi tarif antara Amerika Serikat (AS) dan China.

Antisipasi Kebakaran Hutan di Lahan Kelapa Sawit
| Rabu, 14 Mei 2025 | 04:59 WIB

Antisipasi Kebakaran Hutan di Lahan Kelapa Sawit

 Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq demi mengantisipasi timbulnya titik-titik api di area rawan kebakaran.

Usia Tambang Batu Hijau Bertambah Lima Tahun
| Rabu, 14 Mei 2025 | 04:57 WIB

Usia Tambang Batu Hijau Bertambah Lima Tahun

Produksi Fase 8 pada masa awal transisi ini dimulai dari sisi terluar dan teratas pit Batu Hijau yang memiliki kadar logam lebih rendah.

INDEKS BERITA

Terpopuler