Yield Menarik, Asing Masuk Pasar SUN Rp 51,3 Triliun

Jumat, 08 Maret 2019 | 07:35 WIB
Yield Menarik, Asing Masuk Pasar SUN Rp 51,3 Triliun
[]
Reporter: Dimas Andi | Editor: Narita Indrastiti

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kombinasi sentimen dari dalam dan luar negeri membuat kepemilikan asing di surat berharga negara (SBN) terus bertambah. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, hingga Selasa (5/3) porsi kepemilikan asing di SBN mencapai Rp 944,56 triliun.

Artinya, sepanjang tahun ini, dana asing yang masuk ke obligasi negara sudah mencapai Rp 51,31 triliun. Lonjakan terbesar terjadi di Februari lalu, aksi beli asing mencapai Rp 32,8 triliun.

Ekonom Pemeringkat Efek Indonesia Fikri C. Permana mengatakan, naiknya kepemilikan asing tak lepas dari berkurangnya risiko perang dagang, setelah Amerika Serikat dan China semakin rutin berdiskusi. Selain itu, keputusan The Federal Reserve untuk lebih berhati-hati menaikkan suku bunga acuan juga membuat para investor asing lebih yakin masuk ke pasar keuangan dalam negeri.

Research Analyst Capital Asset Management Desmon Silitonga menambahkan, tawaran return yang menarik dan fundamental ekonomi yang stabil menjadi keunggulan pasar obligasi Indonesia. Lihat saja, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih stabil di level 5,17% pada tahun lalu. Nilai tukar rupiah juga stabil di Rp 14.000–Rp 14.100 per dollar AS.

Yield surat utang negara (SUN) tenor 10 tahun yang berada di kisaran 7,8%–7,9% juga dinilai cukup ideal. "Tingkat yield obligasi Indonesia lebih tinggi dari negara berperingkat utang serupa, misalnya India, yang posisi yield obligasinya 7,7%," jelas Desmon.

Dengan asumsi yield SUN di level 7,8%, maka real interest rate yang didapat sekitar 5,3%. Hasil ini membuat real interest rate Indonesia cukup tinggi, sehingga memungkinkan investor asing masuk ke pasar obligasi domestik.

Kepemilikan domestik

Namun, tingginya nilai kepemilikan asing di SBN juga bisa berbahaya. Karena ketika pasar obligasi Indonesia tiba-tiba kembali terpapar sentimen negatif, bukan tidak mungkin investor asing akan melakukan aksi jual dalam jumlah besar.

Karena itu, porsi investor domestik perlu dikerek. Sebenarnya hal ini sudah diantisipasi, mengingat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mewajibkan institusi seperti dana pensiun atau asuransi menginvestasikan 30% dana kelolaan dalam bentuk surat utang. "Peraturan tersebut dapat mendorong peningkatan likuiditas di pasar obligasi," ujar Desmon.

Di samping itu, lewat penerbitan SBN ritel dalam jumlah besar, pemerintah juga telah berupaya meningkatkan basis investor ritel, sekaligus mengurangi ketergantungan dengan investor asing.

Hanya saja, dampak kebijakan yang bertujuan meningkatkan outstanding investor lokal di SBN baru bisa dirasakan secara jangka panjang. Bahkan, kebijakan tersebut juga memiliki efek samping yang negatif bagi industri keuangan Indonesia.

Misalnya, terjadi perebutan dana pihak ketiga dengan perbankan akibat penerbitan SBN ritel. "Dana pensiun dan asuransi yang investasi di SBN juga bisa merugi jika pasar tertekan," ujar Desmon.

Terlepas dari itu, para analis melihat, potensi peningkatan kepemilikan asing di SBN masih terbuka. Potensi tersebut kian besar mengingat suplai obligasi di pasar masih tergolong melimpah, seiring kebijakan front loading yang dilakukan oleh pemerintah.

Bagikan

Berita Terbaru

FORE Mengejar Profit dari Bisnis Kopi Premium
| Sabtu, 26 April 2025 | 10:04 WIB

FORE Mengejar Profit dari Bisnis Kopi Premium

Setelah melantai di Bursa Efek Indonesia, PT Fore Kopi Indonesia Tbk (FORE) fokus melakukan ekspansi gerai baru

Menakar Rebalancing Indeks Likuid di Bursa
| Sabtu, 26 April 2025 | 10:01 WIB

Menakar Rebalancing Indeks Likuid di Bursa

Rebalancing beberapa indeks, seperti IDX30 dan IDX80 ini akan berlaku mulai 2 Mei 2025 hingga 31 Juli 2025 mendatang.

Sukses Menjadi Raja Kopi di Kampung Sendiri
| Sabtu, 26 April 2025 | 09:00 WIB

Sukses Menjadi Raja Kopi di Kampung Sendiri

Menyusuri kisah Edward Tirtanata membangun Kopi Kenangan hingga berhasil memiliki 1.000 gerai saat ini.

Profit 30,88% Setahun, Harga Emas Antam Hari Ini Melorot Kembali (26 April 2025)
| Sabtu, 26 April 2025 | 08:31 WIB

Profit 30,88% Setahun, Harga Emas Antam Hari Ini Melorot Kembali (26 April 2025)

Harga emas Antam hari ini (26 April 2025) 1 gram Rp 1.965.000. Di atas kertas pembeli setahun lalu bisa untung 30,88% jika menjual hari ini.

Cinema XXI (CNMA) Masih Terus Melebarkan Layar Bioskop
| Sabtu, 26 April 2025 | 08:25 WIB

Cinema XXI (CNMA) Masih Terus Melebarkan Layar Bioskop

Pada kuartal I-2025, Cinema XXI membuka empat lokasi bioskop baru dengan tambahan 15 layar.​di sejumlah wilayah.

Tensi Dagang Mereda, Tapi Asing Tetap Keluar dari Bursa Saham Indonesia
| Sabtu, 26 April 2025 | 07:03 WIB

Tensi Dagang Mereda, Tapi Asing Tetap Keluar dari Bursa Saham Indonesia

Di tengah tren penguatan IHSG, dana asing masih keluar dari pasar saham, kendati nilainya tak sebesar pekan sebelumnya.

Rupiah Masih Belum Keluar dari Tekanan
| Sabtu, 26 April 2025 | 06:15 WIB

Rupiah Masih Belum Keluar dari Tekanan

Rupiah di pasar spot berada di level Rp 16.829 per Jumat (25/4), menguat 0,26% dari hari sebelumnya.

Prodia Bidik Layanan Pemeriksaan Kesehatan
| Sabtu, 26 April 2025 | 06:15 WIB

Prodia Bidik Layanan Pemeriksaan Kesehatan

Prodia lewat anak usaha Prodia Diagnostic Line mulai mengoperasikan pabrik reagen baru untuk antisipasi permintaan medical check up. 

Indonesia Berpeluang Jadi Destinasi Investasi Migas
| Sabtu, 26 April 2025 | 06:10 WIB

Indonesia Berpeluang Jadi Destinasi Investasi Migas

Ada sejumlah hal yang harus diperhatikan pemerintah untuk menarik minat investasi mitas seperti nilai keekonomian, iklim investasi serta politik.

Sepertiga ke Jamban
| Sabtu, 26 April 2025 | 06:07 WIB

Sepertiga ke Jamban

Ingat, kelak, tak ada bukti kesuksesan program makan bergizi gratis (MBG) kecuali anak-anak yang tumbuh sehat dan cerdas.

INDEKS BERITA

Terpopuler