Yield Turun, Prospek SUN Dollar AS Masih Cerah

Senin, 25 Maret 2019 | 06:52 WIB
Yield Turun, Prospek SUN Dollar AS Masih Cerah
[]
Reporter: Dimas Andi | Editor: Yuwono triatmojo

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Meredanya risiko global tak hanya memicu penurunan yield surat utang negara (SUN) berdenominasi rupiah. Buktinya, SUN berdenominasi dollar Amerika Serikat (AS) juga ikut merasakan tren penurunan yield di awal tahun ini.

Yield INDO-29, yang merupakan SUN valuta asing tenor 10 tahun turun 63 bps year to date (ytd) jadi 3,921% di Jumat (22/3). Bahkan pada Kamis (21/3), yield seri ini mencetak rekor terendah di level 3,920%.

Sebagai perbandingan, yield SUN seri FR0078 baru turun 38 bps ke level 7,557% hingga akhir pekan lalu. Walau tingkat penurunannya berbeda, Ekonom Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) Fikri C. Permana mengatakan, sentimen yang mendorong penurunan yield SUN valas maupun SUN berdenominasi rupiah serupa dan saling berkaitan.

Yield obligasi bergerak turun berkat sentimen pernyataan dovish The Federal Reserves terkait kebijakan suku bunga acuan AS. The Fed memang telah memutuskan untuk tidak menaikkan suku bunga acuan AS pada tahun ini akibat sinyal perlambatan ekonomi global. Di samping itu, September nanti The Fed juga akan menghapus pengurangan neraca.

Walau nilai tukar dollar AS masih dalam tren melemah, sentimen kebijakan moneter The Fed tersebut setidaknya membuat pergerakan the greenback tidak lagi terlalu fluktuatif. Hal ini menjadi sentimen positif dan menurunkan yield SUN valas. US dollar future index sekarang terlihat lebih stabil dibandingkan kondisi tahun lalu, papar Fikri, Jumat (22/3).

Penurunan yield SUN valas juga merefleksikan tren serupa yang terjadi pada yield US Treasury. Sebagaimana diketahui, yield US Treasury tenor 10 tahun turun dari 2,68% di akhir tahun lalu menjadi 2,49% di Jumat (22/3).

Senior VP & Head of Investment Recapital Asset Management Rio Ariansyah menambahkan, kendati sama-sama mengalami tren penurunan yield, SUN berdenominasi rupiah dianggap masih lebih menarik bagi investor untuk saat ini.Hal ini didukung oleh fakta bahwa rupiah masih dalam tren menguat terhadap dollar AS.

Ditambah lagi, real interest rate SUN berdenominasi rupiah terbilang lebih tinggi. Sebab, ada jarak yang cukup lebar antara yield SUN dengan tingkat inflasi Indonesia yang rendah.

Selain itu, ketika The Fed tak lagi agresif menaikkan suku bunga acuan AS, sebagian investor global memilih untuk memburu aset-aset berisiko di negara emerging market, termasuk aset-aset dari Indonesia. SUN berdenominasi rupiah menjadi salah satu aset yang diburu investor tersebut.

Terbukti, nilai kepemilikan asing di pasar surat berharga negara (SBN) sudah mencapai Rp 954,08 triliun per 20 Maret lalu. Pamor SUN mata uang rupiah sedang menanjak di mata investor-investor global, kata Rio.

Fikri mengakui, risiko stagnannya keuntungan kurs atau bahkan kerugian kurs sangat mungkin terjadi ketika berinvestasi di SUN valas pada saat ini. Akan tetapi, SUN valas tetap memiliki daya tarik.

SUN valas terutama menarik bagi investor yang benar-benar memiliki kebutuhan dana dalam mata uang dollar AS. Apalagi, dollar AS menyandang status sebagai mata uang acuan global sekaligus salah satu aset safe haven.

Lagi pula, yield INDO-29 saat ini memiliki spread yang cukup lebar dengan yield US Treasury 10 tahun, yakni mencapai 141 bps. Hasilnya, investor berpotensi memperoleh keuntungan yield yang lebih tinggi di SUN valas ketimbang US Treasury.

Namun, kembali lagi, risiko yang dihadapi investor juga lebih besar lantaran perbedaan peringkat utang antara Indonesia dan AS. Saat ini, Indonesia menyandang peringkat BBB- dari S&P. Di sisi lain, peringkat utang AS adalah AA+ dari lembaga pemeringkatan yang sama.

Kalau investor terbiasa dengan risiko tinggi, SUN valas punya nilai tambah. Tapi kalau investor lebih nyaman dengan risiko yang terukur, US Treasury punya keunggulan di situ, ungkap Fikri.

Sementara itu, Rio menyarankan agar investor yang tetap ingin berinvestasi di SUN valas untuk melakukan diversifikasi. Artinya, investor tak hanya fokus pada satu tenor tertentu saja. Kalau dollar AS masih berpotensi volatil, sebaiknya investor memperbanyak seri-seri yang bertenor pendek, saran dia.

Bagikan

Berita Terbaru

Harga Saham Provident (PALM) Menguat, Aksi Borong Dua Pemegang Picu Lonjakan Harga
| Senin, 23 Desember 2024 | 09:00 WIB

Harga Saham Provident (PALM) Menguat, Aksi Borong Dua Pemegang Picu Lonjakan Harga

PALM mencetak laba bersih Rp 464,63 miliar di Januari-September 2024, dibandingkan periode sebelumnya rugi bersih sebesar Rp 1,94 triliun.

Sektor Bisnis yang Mendorong Perekonomian Domestik
| Senin, 23 Desember 2024 | 08:52 WIB

Sektor Bisnis yang Mendorong Perekonomian Domestik

Sejumlah sektor usaha dinilai masih prospektif dan berpotensi sebagai motor penggerak ekonomi Indonesia ke depan, setidaknya dalam jangka menengah

Modal Cekak Pemerintah Mengerek Pertumbuhan Ekonomi 2025
| Senin, 23 Desember 2024 | 08:47 WIB

Modal Cekak Pemerintah Mengerek Pertumbuhan Ekonomi 2025

Tantangan pemerintah Indonesia untuk memacu perekonomian semakin berat pada tahun depan, termasuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8%

Insentif Pajak Mobil Hybrid Dorong Sektor Otomotif, Saham ASII Jadi Unggulan
| Senin, 23 Desember 2024 | 08:36 WIB

Insentif Pajak Mobil Hybrid Dorong Sektor Otomotif, Saham ASII Jadi Unggulan

Bila mendapatkan insentif pajak, maka PPnBM untuk kendaraan hybrid akan dibanderol sebesar 3% hingga 4%.

Rekomendasi Saham Emiten Barang Konsumsi yang Masih Dibayangi Tekanan Daya Beli
| Senin, 23 Desember 2024 | 08:35 WIB

Rekomendasi Saham Emiten Barang Konsumsi yang Masih Dibayangi Tekanan Daya Beli

Miten yang bergerak di bisnis barang konsumsi dibayangi sentimen kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%.

Peluang Tipis IHSG Menguat di Pengujung Tahun
| Senin, 23 Desember 2024 | 08:25 WIB

Peluang Tipis IHSG Menguat di Pengujung Tahun

Sudah tidak banyak lagi ruang bagi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) untuk menguat di sisa tahun ini. 

Pemerintah Tebar Insentif Kepabeanan Rp 33 Triliun
| Senin, 23 Desember 2024 | 08:15 WIB

Pemerintah Tebar Insentif Kepabeanan Rp 33 Triliun

Insentif yang dimaksud, antara lain berupa insentif kawasan berikat, penanaman modal, serta kebutuhan pertahanan dan keamanan.

Belanja Masyarakat Bisa Tertahan Tarif PPN 12%
| Senin, 23 Desember 2024 | 08:04 WIB

Belanja Masyarakat Bisa Tertahan Tarif PPN 12%

Data terbaru Mandiri Spending Index mengindikasikan belanja masyarakat hingga 8 Desember 2024 terkerek momentum Nataru

Sumber Alfaria Trijaya (AMRT) Mau Buka 1.000 Gerai Baru di Tahun 2025
| Senin, 23 Desember 2024 | 07:30 WIB

Sumber Alfaria Trijaya (AMRT) Mau Buka 1.000 Gerai Baru di Tahun 2025

AMRT menyebut adanya penutupan gerai di tahun ini merupakan bagian dari srategi eksansi di tahun depan.

Okupansi Hotel Metropolitan Land (MTLA) Naik Jelang Libur Nataru
| Senin, 23 Desember 2024 | 07:15 WIB

Okupansi Hotel Metropolitan Land (MTLA) Naik Jelang Libur Nataru

Periode Nataru di unit hotel yang dimiliki MTLA sudah terlihat mengalami kenaikan, seperti Hotel Horison Ultima Bekasi

INDEKS BERITA

Terpopuler