KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pertengahan Juli lalu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah mengumumkan rencana meluncurkan pasar karbon pada bulan September mendatang. Kabar ini tentu menjadi kabar baik bagi perusahaan atau komunitas yang selama ini mempersiapkan diri berjualan karbon.
Adanya pasar karbon ini juga akan menjadi solusi bagi perusahaan atau komunitas yang selama ini menjual karbon di pasar sukarela di luar negeri. Kehadiran bursa karbon di Indonesia ini juga membuka ruang adanya kompetisi harga karbon yang sehat. Tak ada lagi peran broker atau mediator yang ambil cuan.
Sektor usaha yang bergembira dengan pasar karbon ini adalah perusahaan energi terbarukan yang ikut mereduksi karbon, seperti; Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP).
Namun, rencana kehadiran pasar karbon belum menjadi perhatian bagi pelaku usaha kecil dan menengah (UMKM), komunitas dan kelompok adat yang selama ini punya stok karbon atau terlibat dalam mengurangi karbon. Sebut saja, komunitas adat yang selama ini kerap menjaga hutan rimbanya tak ditebang dan dieksploitasi.
Ada juga kelompok masyarakat yang bahu membahu mengelola limbah dan sampah secara mandiri. Mereka aktif mencegah adanya pelepasan emisi karbon lepas ke alam. Begitu pula dengan petani organik, yang memilih bercocok tanam alami dan tidak memakai pupuk kimia yang memakai energi fosil penghasil karbon untuk produksinya.
Padahal, mengacu Peraturan Presiden No 98/2021 terkait penyelenggaraan ekonomi karbon, selain pemerintah dan pelaku usaha ada peran masyarakat yang berperan dalam berdagang karbon. Mereka terdiri dari individu, kelompok masyarakat yang terlibat aktif mengurangi emisi gas rumah kaca terlepas ke atmosfer.
Namun memang, belum ada regulasi yang mengatur peran mereka, mendorong dan melibatkan mereka serta UMKM dan komunitas tersebut aktif berdagang karbon. Alangkah baiknya jika OJK dan KLHK berembuk untuk menyusun aturan teknis perdagangan karbon bagi UMKM dan komunitas ini.
Jangan sampai, perdagangan emisi karbon di Indonesia hanya didominasi oleh perusahaan besar saja. Buktikan, bahwa UMKM serta komunitas maupun kelompok masyarakat adat juga bisa ikut berdagang karbon.