KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Belum lama, publik dibuat kagum oleh kinerja Badan Usaha Milik Negara (BUMN) perbankan. Sebut saja Bank BRI dan Bank Mandiri yang masing-masing membukukan rekor laba Rp 51,4 triliun dan Rp 41,2 triliun. Wajar, dong, kalau ikut bangga. Bagaimanapun, rakyat ikut memiliki BUMN itu secara tak langsung.
Sayang, dalam tempo singat, cerita prestasi BUMN perbankan itu digantikan oleh cerita tak sedap tentang BUMN lain. Yang paling mencolok adalah cerita buruknya tata kelola keuangan di beberapa BUMN karya. Adalah Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo yang mengungkapkan hal ini. Bahkan, Tiko, panggilan akrab Pak Wamen, menyebut dugaan potensi manipulasi keuangan di dua BUMN karya.
Kini, Kementerian BUMN tengah menginvestigasi dua BUMN karya itu guna memastikan apakah keduanya perlu membuat publikasi ulang (restatement) laporan keuangan. Para kreditur beberapa BUMN karya juga tengah pusing lantaran beberapa BUMN karya menunda pembayaran pokok dan bunga pinjaman (standstill). Konon, investor, termasuk dana pensiun, juga puyeng karena bunga obligasi yang mereka pegang tak kunjung dibayar.
Cerita yang lain adalah soal tata kelola dana pensiun (dapen) BUMN. Lagi-lagi, Tiko mengungkapkan ringkihnya kondisi keuangan beberapa dapen pelat merah. Tak kurang, ada 22 dapen yang memiliki rasio kecukupan dana (RKD) di bawah 100%. Belum terang benar, apa yang menjadi pemicu kondisi ini.
Namun, yang pasti, kinerja pengembangan dana dapen itu memang memprihatinkan. Ada cukup banyak dapen yang mencatatkan imbal hasil investasi di bawah 6% per tahun. Bahkan, ada yang di bawah 1%. Ini ekstrem! Karena, sesungguhnya, dengan menaruh dana di Surat Berharga Negara (SBN) dan kemudian ongkang-ongkang kaki saja, dapen itu sudah bisa memperoleh imbal hasil sekitar 6%. Tak perlu jadi pakar investasi untuk bisa menerapkan jurus investasi ini.
Melihat cerita dan fakta di atas, tampaknya, kementerian BUMN harus lebih serius mendorong reformasi di tubuh BUMN. Percuma menjalankan program AKHLAK– kependekan dari Amanah, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, dan Kolaboratif– jika para pengelola BUMN justru tidak menjaga akhlak mereka. Hanya mereka yang miskin akhlak yang memanipulasi laporan keuangan. Demikian pula para pejabat yang menjalankan tugas mereka secara serampangan atau tak profesional.