KONTAN.CO.ID - Eropa sedang dilanda kenaikan harga properti yang bisa mengakibatkan housing bubble. Hal ini akibat pandemi yang menyebabkan biaya untuk tempat tinggal menjadi lebih mahal. Hal ini juga didorong oleh stimulus kuat dari bank sentral.
Gelembung properti ditandai dengan melonjaknya harga perumahan akibat meningkatnya permintaan dan spekulasi. Kenaikan harga ini diibaratkan seperti gelembung udara yang terus membesar.
Menurut data Global UBS Group AG, Jerman menduduki puncak teratas sebagai pasar perumahan paling terganggu atau disfungsional di dunia. Laporan ini juga menunjukkan percepatan risiko gelembung perumahan juga terjadi di kota Toronto, Hong Kong dan Vancouver.
Harga rumah di seluruh dunia telah meningkat pada tahun lalu karena biaya pinjaman jatuh ke titik terendah dan pembeli telah menempatkan cukup banyak uang muka untuk bisa mendapatkan rumah yang mereka inginkan.
Pada survei yang sama, semua harga rumah naik kecuali di empat kota tersebut. Bank memperingatkan bahwa kenaikan ini bisa tiba-tiba berhenti di sebagian besar pasar karena kebijakan kredit mulai melonggar di tengah pelonggaran pembatasan pandemi.
"Rata-rata, risiko gelembung meningkat selama setahun terakhir. Dan berpotensinya adanya koreksi harga di banyak kota," tulis riset itu dikutip dari Bloomberg, Jumat (15/10).
Selain koreksi harga, adanya akses yang tak terjangkau, pinjaman hipotek yang tidak berkelanjutan dan selisih harga yang besar antara harga dan sewa, akan berpotensi menyebabkan krisis perumahan.
Namun agak berbeda dengan krisis keuangan global tahun 2008, kota-kota di Amerika Serikat (AS) berada di luar zona bahaya. Sebaliknya, Moskow dan Stockholm mengalami peningkatan risiko terbesar. Sementara Tokyo dan Sydney justru naik peringkatnya karena pasar perumahan berkembang pesat. Di semua kota yang dianalisis, pertumbuhan harga meningkat menjadi 6% dalam tingkat yang disesuaikan dengan inflasi antara pertengahan 2020 dan pertengahan tahun 2021. Ini merupakan peningkatan tertinggi dalam tujuh tahun.
Ketika sektor rumah tangga meminjam semakin banyak uang untuk mengimbangi harga rumah, tingkat pertumbuhan hipotek yang luar biasa dan rasio utang terhadap pendapatan juga meningkat, terutama di Kanada, Hong Kong dan Australia.
IMF melihat adanya risiko penjualan yang signifikan di pasar saham dan perumahan. Mengingat, harga rumah di daerah non-perkotaan meningkat lebih cepat daripada di kota untuk pertama kalinya sejak awal 1990-an.
Kondisi ini menjadi alasan kenapa harga rumah terus meningkat di kota-kota besar.
Berita Terbaru
Kejar Target Hingga Akhir Tahun 2025, TMAS Berharap Tumbuh 5%-10%
Manajemen TMAS menyiapkan investasi Rp 2 triliun untuk pengadaan 16 kapal serta sarana pendukungnya.
Bank Indonesia Longgarkan Suku Bunga, Rupiah Jadi Sorotan
Ekonom memprediksi BI rate turun ke 4%-4,25% pada 2026 jika rupiah stabil. Rupiah diprediksi bergerak di rentang Rp 16.300-Rp 17.000 per dolar AS.
Diagnos Laboratorium Utama (DGNS) akan Agresif Menambah Jaringan Bisnis di 2026
PT Diagnos Laboratorium Utama Tbk (DGNS) siap menambah laboratorium dan membidik pertumbuhan dua digit pada 2026.
Diagnos Laboratorium Utama (DGNS) Agresif Perkuat Jaringan
Anak usaha PT Bundamedik Tbk ini menargetkan pertumbuhan pendapatan 16% pada 2026 dibandingkan proyeksi realisasi 2025
Pertaruhan Dominasi Fiskal dan Independensi Bank Indonesia
Kita tak bisa menciptakan lapangan kerja berkelanjutan dengan cara merusak kepercayaan pada mata uang yang membayar upah para pekerja tersebut.
Ekspor 2026 Tertekan Tarif AS dan Lemahnya Permintaan Komoditas dari China
Pemerintah targetkan ekspor tumbuh 7,09% di 2026 vs 7,1% di 2025, karena basis tinggi. Ekonom soroti risiko stagnasi surplus dagang.
Target Realistis
Jika ekspansi dan investasi segitu-segitu aja, maka kebutuhan tenaga kerja juga akan segitu-segitu aja.
Risiko Penurunan BI Rate di Tengah Pelemahan Rupiah
Para ekonom menyoroti risiko penurunan BI rate 2025 ke level 4,75% di tengah pelemahan rupiah lebih dari 3%.
Tekanan Indeks Dolar AS Berpeluang Lanjut di Awal 2026
Tekanan pada indeks dolar seiring meningkatnya ekspektasi pasar terhadap penurunan suku bunga acuan Federal Reserve (The Fed) pada 2026
Komoditas Logam Jadi Primadona di 2025
Komoditas logam masih akan melanjutkan dominasinya di tahun 2026. Kebutuhan safe haven, terbatasnya pasokan industri jadi pendorongnya.
