Badai PHK Kembali Menerjang

Sabtu, 15 Juni 2024 | 05:50 WIB
Badai PHK Kembali Menerjang
[ILUSTRASI. Pekerja konstruksi beraktivitas pada proyek pembangunan gedung di Jakarta, Kamis (16/5). Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan telah membayarkan 892.000 klaim jaminan hari tua (JHT) dengan nominal pembayaran Rp 13,55 triliun pada periode Januari-April 2024. Dari jumlah tersebut, pengambilan JHT terbanyak dicairkan oleh peserta yang mengundurkan diri dari pekerjaan dan mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK). (KONTAN/Cheppy A. Muchlis)]
Reporter: Aurelia Lucretie, Dadan M. Ramdan, Vendy Yhulia Susanto | Editor: Dadan M. Ramdan

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemutusan hubungan kerja (PHK) masih terus mengguncang. Sejumlah industri padat karya, seperti tekstil, alas kaki, serta makanan dan minuman, paling banyak melaporkan kasus PHK. Di luar sektor padat karya, PHK juga menghampiri industri e-commerce, teknologi, media hingga startup.

Sejak awal 2024 hingga saat ini, sekitar 13.800 pekerja menjadi korban PHK di industri tekstil dan produk tekstil (TPT). Belasan ribu buruh itu dari 10 pabrik di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Publik juga dikagetkan dengan keputusan PT Sepatu Bata Tbk yang menutup pabrik di Purwakarta, Jawa Barat, berujung PHK terhadap 200 pekerja.

Dari sektor teknologi juga muncul kabar dari emiten teknologi GOTO, atas PHK ratusan karyawan di Tokopedia dan Bytedance karena akuisisi dan merger.
Gelombang PHK juga tergambar dari laporan klaim pembayaran Program Jaminan Hari Tua (JHT) BPJS Ketenagakerjaan. Januari hingga April 2024, BPJS Ketenagakerjaan telah membayarkan 892.000 klaim JHT dengan nominal Rp 13,55 triliun. Dua alasan pengajuan klaim JHT terbanyak adalah peserta mengundurkan diri dari pekerjaan dan mengalami PHK.

ang juga baru, Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Kementerian Ketenagakerjaan Indah Anggoro Putri menyebut, pabrik tekstil raksasa di Jawa Tengah yang tengah dalam kondisi sulit berencana PHK massal. Tapi, setelah diskusi dengan Dinas Ketenagakerjaan setempat, pabrik tekstil itu lebih memilih mengurangi fasilitas, seperti menghapus bonus karyawan dan lembur ketimbang PHK.

"Kami sarankan begitu daripada PHK, supaya tidak terjadi pemborosan cost of labor," ucap Indah, Kamis (13/6), tak menyebut nama pabrik tekstil itu.Hanya, ada tiga pabrik tekstil terbesar di Jawa Tengah, yakni PT Sri Rejeki Isman Tbk(SRIL), Duniatex, dan PT Pan Brothers Tbk. (PBRX).

Presiden Asosiasi Serikat Pekerja  (Aspek) Indonesia Mirah Sumirat bilang, sepanjang Januari-Juni 2024, kurang lebih 5.000 pekerja di-PHK. Mereka dari berbagai sektor, ritel, security dan cleaning service, perbankan, hingga telekomunikasi. "Alasan mereka, rugi, dan sebagian besar kerja di Jabodetabek," ujarnya Jumat (14/6).

Ketua Komite Tetap Kebijakan Publik Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Chandra Wahjudi menyebutkan, penyebab PHK adalah penurunan permintaan pasar dunia atas produk Indonesia. "Pabrik sepatu dan alas kaki, semisal banyak ekspor ke negara-negara seperti Eropa dan sebagainya," sebutnya kepada KONTAN kemarin (14/6).

Selain itu, Chandra menambahkan, kebijakan PHK juga tidak terlepas dari perkembangan teknologi dan peralihan bentuk perusahaan, seperti yang menimpa 450 karyawan Tokopedia dan TikTok.

Menurut Pengamat Ketenagakerjaan Tajudin Nur Efendy, PHK terutama di sektor industri padat karya tidak bisa dihindarkan. Penyebabnya, faktor eksternal. Yakni, ekonomi dunia yang fluktuatif plus ketegangan geopolitik seperti perang Rusia-Ukraina dan Isreal-Hamas. "Permintaan dari pasar global atau ekspor untuk produk asal Indonesia ikut terkontraksi," katanya kepada KONTAN.

Tajudin menjelaskan, untuk faktor internal, lebih kepada penurunan daya beli masyarakat di dalam negeri, lantaran beban ekonomi yang terus meningkat tapi pendapatan minim. Alhasil, ini berpengaruh ke tingkat konsumsi.              n

Bagikan

Berita Terbaru

Hari Libur Bikin Efek Stimulus Kabur
| Senin, 02 Juni 2025 | 04:25 WIB

Hari Libur Bikin Efek Stimulus Kabur

Produktivitas ekonomi turun akibat banyaknya libur dan cuti Bersama​. Kondisi ini membuat paket stimulus tidak berdampak banyak ke pasar saham. 

Efek Terbatas Suku Bunga Bagi Bisnis Asuransi Properti
| Senin, 02 Juni 2025 | 04:20 WIB

Efek Terbatas Suku Bunga Bagi Bisnis Asuransi Properti

Industri asuransi umum berharap pemangkasan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia bisa memantik gairah bisnis asuransi properti. 

Laba dan Saham Empat Bank Besar Kompak Meningkat
| Senin, 02 Juni 2025 | 04:15 WIB

Laba dan Saham Empat Bank Besar Kompak Meningkat

Saham bank bluechip kompak menguat dalam sebulan meski kinerja terutama laba bersih bergerak tak seragam

Peminat Bertambah, Pembiayaan Emas Perbankan Syariah Meningkat Pesat
| Senin, 02 Juni 2025 | 04:10 WIB

Peminat Bertambah, Pembiayaan Emas Perbankan Syariah Meningkat Pesat

Minat masyarakat terhadap investasi emas melonjak. Kehadiran bullion bank dinilai meningkatkan kesadaran masyarakat investasi emas.

Adu Kuat Layanan Kredit Konsumsi
| Senin, 02 Juni 2025 | 04:05 WIB

Adu Kuat Layanan Kredit Konsumsi

Bisnis kartu kredit bank mencetak kinerja terburuk di antara kredit konsumer institusi keuangan lain. 

Efisiensi Anggaran, Biaya Perjalanan Dinas Dipangkas
| Senin, 02 Juni 2025 | 03:06 WIB

Efisiensi Anggaran, Biaya Perjalanan Dinas Dipangkas

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memangkas biaya perjalanan dinas menteri, pejabat negara, dan aparatur sipil negara (ASN)

Dukungan Asing di Rumah Rakyat
| Senin, 02 Juni 2025 | 03:06 WIB

Dukungan Asing di Rumah Rakyat

Nilai komitmen investasi asing di proyek rumah rakyat atau program 3 juta unit rumah mencapai US$ 5 miliar.

Janji Sejati AI bagi Bisnis
| Senin, 02 Juni 2025 | 03:06 WIB

Janji Sejati AI bagi Bisnis

Di level strategis, tantangan terbesar bukan sekadar penggunaan AI, tetapi bagaimana mengintegrasikannya dalam struktur tata kelola perusahaan.

Standardisasi KRIS Masih Butuh Waktu Panjang
| Senin, 02 Juni 2025 | 03:06 WIB

Standardisasi KRIS Masih Butuh Waktu Panjang

Masih banyak rumah sakit yang belum siap, pemerintah menunda pelaksanaan KRIS menjadi akhir tahun ini.

Dana Asing Masuk Rp 1,5 Triliun di Akhir Mei
| Senin, 02 Juni 2025 | 03:06 WIB

Dana Asing Masuk Rp 1,5 Triliun di Akhir Mei

Tercatat nonresiden melakukan pembelian neto alias net buy di pasar saham dan surat berharga negara (SBN)

INDEKS BERITA

Terpopuler