Banyak Katalis Positif, Instrumen Obligasi Jadi Pilihan Para Manajer Investasi

Jumat, 18 Januari 2019 | 08:30 WIB
Banyak Katalis Positif, Instrumen Obligasi Jadi Pilihan Para Manajer Investasi
[]
Reporter: Dimas Andi | Editor: Narita Indrastiti

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pelaku pasar semakin yakin kenaikan suku bunga Amerika Serikat serta suku bunga Bank Indonesia (BI) tidak akan agresif tahun ini. Hal ini menjadi angin segar bagi instrumen berbasis obligasi. Manajer investasi merekomendasikan instrumen tersebut untuk dikoleksi investor pada tahun ini.

Chief Executive Officer Schroders Investment Management Indonesia Michael Tjoajadi mengatakan, obligasi bisa menjadi pilihan. Pergerakan instrumen ini akan positif, didukung tingkat suku bunga acuan Amerika Serikat (AS) yang sudah tinggi, mendekati level puncak. Ini membuka potensi suku bunga turun di tahun ini.

Bahkan, The Federal Reserve bisa saja lebih cepat menurunkan suku bunga acuan, terutama bila negara tersebut benar-benar terjerumus dalam resesi ekonomi. Bila ini terjadi, suku bunga acuan Bank Indonesia juga akan turun.

Sentimen ini tentu akan membuat pergerakan harga serta yield obligasi menjadi lebih stabil. Bukan mustahil juga tren kenaikan harga yang diikuti oleh penurunan yield obligasi segera terjadi begitu suku bunga acuan turun.

Kondisi tersebut akan menguntungkan bagi berbagai jenis produk beraset dasar obligasi, misalnya reksadana pendapatan tetap.

Michael pun menyarankan, agar investor mulai mengakumulasi instrumen berbasis obligasi sejak awal tahun. Mengingat saat ini harga instrumen ini lebih murah. "Porsi obligasi bisa diperbesar di kuartal satu dan kedua. Setelah itu, baru saham bisa menyusul untuk dibeli oleh investor," saran dia, kemarin.

Direktur Bahana TCW Investment Soni Wibowo juga menjagokan instrumen obligasi di tahun ini, terutama di periode semester pertama. Hanya saja, investor tetap harus mewaspadai sejumlah sentimen negatif yang terjadi pada awal tahun ini.

Masih ada ketidakpastian Brexit, kelanjutan perang dagang, hingga dampak perlambatan ekonomi global. Investor juga mesti ingat bahwa The Fed masih berpeluang menaikkan suku bunga acuan AS, sebelum kemudian menurunkannya.

Obligasi pilihan

Di tengah banyaknya instrumen investasi berbasis obligasi, Soni menilai, obligasi pemerintah punya potensi pertumbuhan kinerja yang paling mumpuni. Sebab, harga obligasi ini diprediksi naik lebih cepat ketika suku bunga acuan benar turun. Hasilnya, investor bisa memperoleh capital gain lebih optimal.

Obligasi korporasi juga masih punya daya tarik berupa kupon yang tinggi. Namun, karena suku bunga acuan terkini sudah berada di level 6%, risiko beban bunga menjadi meningkat, terutama bagi perusahaan yang memiliki net gearing tinggi. "Investor harus pandai memilih obligasi korporasi, karena risikonya sekarang lebih besar," ungkap Soni, kemarin.

Sementara itu, Direktur Panin Asset Management Rudiyanto menyatakan, bagi investor pemula, lebih baik menjajal reksadana berbasis obligasi terlebih dahulu, baik itu reksadana pendapatan tetap ataupun reksadana terproteksi. Mengingat reksadana relatif lebih mudah dari segi pengelolaan dan lebih murah dari segi biaya investasi.

Di sisi lain, reksadana yang memiliki aset obligasi pemerintah dalam jumlah besar berpeluang mencetak imbal hasil optimal di tahun ini. Sebab, harga obligasi tersebut berpeluang bullish seiring berkurangnya sentimen suku bunga acuan.

Obligasi ritel seperti savings bond ritel (SBR) dan sukuk tabungan (ST) sebenarnya juga bisa dijadikan alternatif. Terlebih lagi, pemerintah cukup gencar menawarkan instrumen tersebut sepanjang tahun ini.

Namun, ketika penurunan suku bunga acuan terwujud, justru instrumen ini menjadi kurang menarik karena kupon yang ditawarkan juga berpotensi turun. "Jadi sebaiknya investor memaksimalkan obligasi ritel di awal tahun ketika kuponnya masih tinggi," saran Rudiyanto.

Bagikan

Berita Terbaru

Atasi Darurat Sampah dengan Penghasil Setrum
| Minggu, 29 Juni 2025 | 07:10 WIB

Atasi Darurat Sampah dengan Penghasil Setrum

Pemerintah kembali mengupayakan percepatan pembangunan pembangkit listrik tenaga sampah atau PLTSa yang sempat mandek. 

Transformasi Bisnis Kopi, Bukan Sekadar Teman Begadang
| Minggu, 29 Juni 2025 | 05:15 WIB

Transformasi Bisnis Kopi, Bukan Sekadar Teman Begadang

Kedai kopi kini bukan sekadar tempat minum. Ia menjelma jadi ruang sosial, kantor sementara, tempat pelarian, hingga lad

 
Meracik Bisnis Minuman biar Tetap Manis
| Minggu, 29 Juni 2025 | 05:10 WIB

Meracik Bisnis Minuman biar Tetap Manis

Minuman boba dan es teh masih jadi favorit konsumen di Indonesia. Munculnya pemain baru di sektor ini mendorong pelaku u

Surono Subekti Masuk Daftar Pemegang Saham Brigit Biofarmaka di Tengah Koreksi Harga
| Sabtu, 28 Juni 2025 | 16:30 WIB

Surono Subekti Masuk Daftar Pemegang Saham Brigit Biofarmaka di Tengah Koreksi Harga

Surono menjadi satu-satunya pemegang saham individu di luar afiliasi dan manajemen yang punya saham OBAT lebih dari 5%.

Menengok Portofolio Grup Djarum yang Baru Masuk ke Saham RS Hermina (HEAL)
| Sabtu, 28 Juni 2025 | 15:00 WIB

Menengok Portofolio Grup Djarum yang Baru Masuk ke Saham RS Hermina (HEAL)

Grup Djarum pada 25 Juni 2025 mencaplok 3,63% PT Medikaloka Hermina Tbk (HEAL), emiten yang mengelola jaringan Rumah Sakit Hermina.

Kinerjanya Paling Bontot di ASEAN Pada 23-26 Juni, Gimana Prospek IHSG Ke Depan?
| Sabtu, 28 Juni 2025 | 15:00 WIB

Kinerjanya Paling Bontot di ASEAN Pada 23-26 Juni, Gimana Prospek IHSG Ke Depan?

Tercapainya gencatan senjata antara Israel dan Iran, bisa berimbas pada meningkatkan risk appetite investor atas aset berisiko di emerging markets

Ada Normalisasi Permintaan, Serapan Semen Nasional Melemah per Mei 2025
| Sabtu, 28 Juni 2025 | 14:13 WIB

Ada Normalisasi Permintaan, Serapan Semen Nasional Melemah per Mei 2025

Volume penjualan semen domestik pada lima bulan pertama tahun 2025 turun 2,1% year on year (YoY) menjadi 22,27 ton.

Pabrik Baterai EV Terintegrasi Pertama Berdiri Akhir Juni , Ini Mereka yang Terlibat
| Sabtu, 28 Juni 2025 | 13:26 WIB

Pabrik Baterai EV Terintegrasi Pertama Berdiri Akhir Juni , Ini Mereka yang Terlibat

Indonesia akan memiliki pabrik baterai EV pertama pada akhir Juni 2026 ini. Selain China, sejumlah perusahaan lokal terlibat. Ini detailnya.

Dugaan Korupsi Pengadaan EDC BRI, Oknum Rekanannya Juga Tersandung di Kasus Pertamina
| Sabtu, 28 Juni 2025 | 08:22 WIB

Dugaan Korupsi Pengadaan EDC BRI, Oknum Rekanannya Juga Tersandung di Kasus Pertamina

PT Pasifik Cipta Solusi (PCS) dalam situs webnya mengaku sebagai partner BRI sejak tahun 2020 dalam pengadaan mesin EDC agen BRILink.

Waspada Risiko Kontraksi Setoran Pajak
| Sabtu, 28 Juni 2025 | 07:21 WIB

Waspada Risiko Kontraksi Setoran Pajak

Penerimaan pajak semester I-2025 berisiko terkontraksi 35%-40% dibanding periode yang sama tahun lalu.

INDEKS BERITA

Terpopuler