KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sederet masalah masih membayangi proses lelang wilayah pertambangan. Setidaknya dua lelang tambang yang digagas Kementerian ESDM terganjal masalah tumpang tindih lahan, terutama izin usaha pertambangan (IUP) di daerah.
Salah satu masalah itu terjadi pada lelang blok tambang nikel Latao. Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) yang berada di Kolaka Utara Sulawesi Tenggara itu terganjal masalah hukum.
Direktur Bina Program Minerba Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Muhammad Wafid Agung, menerangkan masalah hukum itu timbul lantaran di dalam WIUPK Latao terdapat Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang beroperasi.
Belakangan, muncul sengketa hukum lantaran IUP tersebut dicabut oleh pemerintah daerah (pemda). Di saat yang sama, pemegang IUP tersebut menuntut pemda atas pencabutan izin mereka. Namun Wafid tidak menjelaskan secara mendetail perkara yang dimaksud.
Hanya saja, Wafid beralasan pada saat penentuan lelang WIUPK Latao melalui Keputusan Menteri (kepmen), Kementerian ESDM tidak mendeteksi adanya permasalahan hukum lantaran tidak ada penjelasan secara terperinci dari pihak pemda. "Itu kan IUP daerah, sehingga tidak terdeteksi saat kami menyiapkan kepmen. Memang tidak ada indikasi dari daerah, setelah muncul kepmen, masalah baru terlihat," ungkap dia.
Bukan hanya Blok Latao, WIUPK Suasua juga memiliki persoalan hukum yang sama. Seperti halnya di Blok Latao, masalah hukum baru terdeteksi di Blok Suasua setelah kepmen lelang terbit.
Kendati demikian, Kementerian ESDM memastikan bahwa lelang masih tetap berjalan sesuai rencana. Wafid bilang, satu blok tambang yang berperkara di dalam WIUPK Suasua tidak akan dilelang hingga perkara selesai dan berkekuatan hukum tetap. "Jadi untuk WIUPK Suasua masih sesuai rencana, kami akan lihat perkembangannya setelah 20 hari dari pengumuman," ungkap dia.
Belum terima WIUPK
Pemerintah menargetkan melelang enam wilayah tambang pada tahun ini. Dua tambang sebelumnya, yakni WIUPK Matarape (nikel) di Sulawesi Tenggara dan WIUPK Bahodopi Utara di Sulawesi Tengah sudah dimenangkan oleh PT Aneka Tambang Tbk (ANTM). Namun, hal tersebut juga masih terganjal oleh isu maladministrasi yang ditangani oleh Ombudsman RI.
Selanjutnya adalah WIUPK Kolonodale (nikel) di Morowali Utara dan WIUPK Rantau Pandan (batubara) di Bungo. Kedua wilayah tambang itu masih terganjal administrasi.
Direktur Utama ANTM, Arie Prabowo Ariotedjo mengungkapkan, kendati sudah hampir setahun dinyatakan memenangi lelang prioritas atas Blok Matarape dan Bahodopi, tapi hingga kini izin eksplorasi belum juga diterbitkan oleh Kementerian ESDM.
"Belum terbit, kami ingin segera (diberikan izin eksplorasi), kan sudah setor uang hampir setahun yang lalu," ungkap dia.
Kepala Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI), Sukmandaru Prihatmoko, mengungkapkan bahwa wilayah dan dokumen administrasi yang sudah clean and clear (CnC) menjadi tolok ukur bagi para investor untuk berinvestasi pada pengelolaan blok tambang.
"Harapan para investor tentunya saat mendapatkan wilayah tambang melalui lelang bisa langsung bekerja, bukan harus mengurus izin dan masalah tumpang tindih," ungkap dia kepada KONTAN.
Selain itu, Sukmandaru menilai Kompensasi Data Informasi (KDI) yang ada saat ini terlalu mahal, mengingat wilayah tambang yang ditawarkan baru tahap eksplorasi. "KDI belum reasonable, nilainya tinggi dan basisnya tidak jelas," kata dia.