KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dalam sebulan terakhir, beragam sentimen negatif mendorong investor asing mencatatkan aksi jual atawa net sell di pasar obligasi Indonesia.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, kepemilikan asing di Surat Berharga Negara (SBN) berkurang Rp 6,78 triliun sepanjang bulan April menjadi Rp 960,34 triliun.
Padahal, pada 12 April lalu, kepemilikan asing di SBN sempat menyentuh level tertingginya sepanjang masa yakni di Rp 968,40 triliun.
Ekonom PT Pemeringkat Efek Indonesia Fikri C Permana mengatakan, sejak mencetak posisi tertinggi itu, investor asing mulai melakukan penjualan obligasi.
Walau tidak menyebut secara rinci, Fikri menilai, hal tersebut dipengaruhi oleh adanya sejumlah obligasi pemerintah yang jatuh tempo pada periode pertengahan April. Namun, karena waktunya berdekatan dengan pemilu, belum semua nilai obligasi yang jatuh tempo ini diinvestasikan kembali oleh investor asing.
Head of Fixed Income Fund Manager Prospera Asset Management Eric Sutedja menambahkan, aksi jual di pasar obligasi juga akibat dari tren pelemahan rupiah yang terjadi sejak akhir April lalu.
Ada beberapa hal yang menyebabkan rupiah terkoreksi. Beberapa di antaranya adalah tren kenaikan harga minyak dunia, serta meningkatnya kebutuhan dollar Amerika Serikat seiring masuknya musim dividen.
Peluang net sell
Di samping itu, keputusan The Federal Reserves yang masih mempertahankan kebijakan suku bunga acuan AS juga mempengaruhi minat investor asing di pasar obligasi domestik.
Menurut Fikri, potensi keluarnya dana asing dari pasar obligasi Indonesia masih cukup terbuka dalam waktu dekat. Pasalnya, kondisi global juga kurang mendukung pergerakan pasar obligasi.
Hal ini terjadi setelah eskalasi perang dagang antara AS dan China kembali memanas akibat pernyataan Presiden Donald Trump yang akan menaikkan lagi tarif impor produk asal China sebesar 25%.
Selain itu, hasil data pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal I-2019 sebesar 5,07% belum cukup memberikan kepercayaan bagi investor asing. Sebab, hasil tersebut hanya naik sedikit dibandingkan periode yang sama di tahun lalu yaitu 5,06% dan lebih rendah dari ekspektasi pasar sebesar 5,2%.
Angka pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal pertama tahun ini yang stagnan kembali menimbulkan isu bahwa ancaman perlambatan ekonomi global dapat menular ke ekonomi dalam negeri. Di sisi lain, meski dalam tren naik, posisi yield Surat Utang Negara (SUN) masih menarik untuk menarik investor asing masuk ke pasar obligasi Indonesia. "Koreksi harga SUN saat ini masih wajar, asalkan imbal hasilnya belum menembus ke level 8%," kata Eric.
Sebagai catatan, kemarin (6/5), yield SUN seri acuan 10 tahun yakni FR0078 berada di level 7,93%.