KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kebijakan pemerintah sedang tidak baik-baik saja terhadap pelaku usaha swasta di sektor distribusi bahan bakar minyak alias BBM. Distributor BBM swasta saat ini menghadapi kekangan dari pemerintah, karena hanya boleh meningkatkan omzet penjualan sebesar 10% ketimbang tahun lalu.
Ini terbukti dari pemberian kuota oleh pemerintah dibatasi hanya boleh menambah 10% dari kuota tahun lalu. Walhasil dalam beberapa bulan terakhir pelaku usaha kelimpungan dan tak bisa jualan lantaran stok kosong.
Tarik ulur kuota impor BBM ini sudah terjadi sejak akhir tahun lalu yang menyebabkan beberapa SPBU swasta mengalami kekosongan stok. Bahkan pemain besar sekelas Shell pun pilih melemparkan handuk putih dengan melego bisnis SPBU mereka di Indonesia.
Langkah Shell menyusul tindakan yang sama yang sebelumnya dilakukan oleh Petronas dari Malaysia, dan pelaku bisnis lain yang ingin mencicipi pasar BBM non subsidi yang sekitar 15% di Indonesia.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia bilang kalau mau tambahan, silakan menghubungi Pertamina. Artinya, kuota dari pemerintah distop hanya 110% dari kuota tahun lalu. Padahal perkiraan kebutuhan produk BBM untuk SPBU swasta hingga akhir tahun masih sekitar 572.000 kl. Alasan Bahlil kuota Pertamina masih sisa banyak, dan pengaturan ini demi kepentingan nasional.
Apakah titah Bahlil ini sinyal sebagai penugasan negara? Kalau benar sebagai penugasan negara dan tertuang dalam keputusan resmi, tentu tidak akan jadi ranah bagi wasit persaingan usaha atau KPPU untuk memeriksa apakah ada tindakan monopoli oleh Pertamina dalam kasus ini. Atau sebaliknya karena badan usaha swasta bisa nego dengan Pertamina, yang terjadi malah bukan monopoli melainkan kartel bisnis penyalur BBM di bumi Indonesia. Apakah ini yang diinginkan oleh pemerintah?
Kemungkinan ini tentu ada. Apalagi pemerintah telah berkomitmen untuk membeli energi dari Amerika Serikat senilai US$ 15 miliar sebagai tawaran agar AS menurunkan tarif dari 49% menjadi 19%. Impor baik minyak mentah, BBM, elpiji ataupun gas ini tentu butuh pasar di dalam negeri. Apapun yang sedang dilakukan oleh elite negeri ini, yang pasti jangan sampai merugikan konsumen tingkat akhir yang saat ini sudah menanggung banyak beban.
Bagi pelaku usaha tentu saatnya menghitung ulang untuk investasi di kondisi ketidakpastian ini.