Belum Berhenti Merokok? Tahun Depan Harga Rokok Naik Lagi, Lho

Selasa, 20 Agustus 2019 | 07:39 WIB
Belum Berhenti Merokok? Tahun Depan Harga Rokok Naik Lagi, Lho
[ILUSTRASI. Menkeu Sri Mulyani dan Dirjen Bea Cukai memaparkan pita cukai ilegal]
Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Tedy Gumilar

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Para penikmat rokok harus bersiap merogoh kocek lebih dalam tahun depan.

Pemerintah berencana menaikkan tarif cukai hasil tembakau tahun 2020.

Kenaikan tarif tersebut lantaran target penerimaan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) tahun 2020 sebesar Rp 221,89 triliun.

Persentase kenaikannya mencapai 7,95% dari perkiraan pencapaian tahun 2019 yang sebesar Rp 205,55 triliun.

Dari target tersebut, sebesar 80,81% diantaranya diharapkan berasal dari penerimaan cukai.

Nah, dari pos cukai ini, penerimaan cukai hasil tembakau masih sangat dominan, porsinya mencapai 95%.

Oleh karenanya, penyesuaian tarif cukai hasil tembakau menjadi strategi pertama yang akan dilakukan pemerintah.

Strategi lainnya adalah pemberantasan pita cukai ilegal, ekstensifikasi barang kena cukai baru yakni kantong plastik, hingga penertiban barang kena cukai ilegal.

"Tidak menutup kemungkinan akan ada pelebaran lahan penerimaan cukai. Salah satu fokus saat ini akan ada pendalaman soal cukai plastik," kata Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi.

Diklaim bukan kejar target

Kepala Kepabeanan dan Cukai Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemkeu) Nasruddin Joko Suryono membenarkan rencana kenaikan tarif cukai hasil tembakau.

 

Namun, tujuan utama peningkatan tarif tersebut bukan untuk mengejar target penerimaan.

"Penentuan target pendapatan cukai diarahkan untuk mengendalikan konsumsi dan mengurangi dampak negatif barang kena cukai, melalui penyesuaian tarif cukai hasil tembakau," jelas Nasruddin, Senin (19/8).

Sementara itu Heru menyatakan hingga kini belum menentukan persentase tarif cukai hasil tembakau.

Alasannya, skema penerimaan cukai tembakau dan cukai lainnya masih dalam pembahasan internal.

Selain itu, keputusan kenaikan tarif tersebut juga harus mendapat persetujuan DPR. "Untuk cukai hasil hasil tembakau pastinya akan disesuaikan tarifnya," kata Heru.

Dalam beberapa tahun terakhir, tarif cukai hasil tembakau selalu naik, kecuali tahun 2019.

Biasanya, besaran kenaikan tarif tersebut menyesuaikan sejumlah asumsi makro, seperti pertumbuhan ekonomi dan inflasi.

Rokok ilegal masih masif

Kepala Subdirektorat Komunikasi dan Publikasi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Deni Surjantoro menambahkan, akan mengerahkan upaya ekstra yang lebih masif dalam pengawasan rokok ilegal.

Pemerintah berharap pemberantasan rokok legal akan membuat produsen rokok makin terdata rapi.

Hasil survei rokok ilegal oleh Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta menyatakan jumlah rokok ilegal hingga tahun 2018 mencapai 7% dari total rokok beredar di pasar.

Tahun ini. Survei Rokok Ilegal-Internal DJBC (SRI-ID) memperkirakan rokok ilegal 5,3%.

Pemerintah menargetkan bisa menekan rokok ilegal jadi 3,5% di 2020.

"Sebetulnya ini masih dalam pembahasan, besaran penerimaan masih dinamis. Tetapi, diharapkan jika tidak ada lagi rokok ilegal atau berkurang, maka penerimaan cukai hasil tembakau bisa bertambah di tahun depan," terang Deni.

Selain itu, untuk mendorong peningkatan penerimaan, Ditjen Bea Cukai terus memperbaiki layanan pemesanan cukai pita.

Hal tersebut sesuai dengan pertimbangan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 57/PMK.04/2017 tentang Penundaan Pembayaran Cukai untuk Pengusaha Pabrik atau Importir Barang Kena Cukai yang Melaksanakan Pelunasan dengan Cara Pelekatan Pita Cukai.

Beleid itu mengatur penundaan diberikan dalam jangka waktu dua bulan terhitung sejak tanggal dokumen pemesanan pita cukai untuk pengusaha pabrik, dan satu bulan terhitung sejak tanggal dokumen pemesanan pita cukai untuk importir.

Hingga berita ini diturunkan, sejumlah pengusaha rokok belum memberikan respon dan tanggapan atas rencana kenaikan tarif cukai.

Bagikan

Berita Terbaru

Klaim Purbaya Tak Terbukti, Korporasi Tahan Ekspansi, Rupiah Anjlok 7 Hari Beruntun
| Rabu, 24 Desember 2025 | 09:13 WIB

Klaim Purbaya Tak Terbukti, Korporasi Tahan Ekspansi, Rupiah Anjlok 7 Hari Beruntun

Korporasi masih wait and see dan mereka mash punya simpanan internal atau dana internal. Rumah tangga juga menahan diri mengambl kredit konsumsi.

Pasca Rights Issue Saham PANI Malah Longsor ke Fase Downtrend, Masih Layak Dilirik?
| Rabu, 24 Desember 2025 | 08:46 WIB

Pasca Rights Issue Saham PANI Malah Longsor ke Fase Downtrend, Masih Layak Dilirik?

Meningkatnya porsi saham publik pasca-rights issue membuka lebar peluang PANI untuk masuk ke indeks global bergengsi seperti MSCI.

Mengejar Dividen Saham BMRI dan BBRI: Peluang Cuan atau Sekadar Jebakan?
| Rabu, 24 Desember 2025 | 08:28 WIB

Mengejar Dividen Saham BMRI dan BBRI: Peluang Cuan atau Sekadar Jebakan?

Analisis mendalam prospek saham BMRI dan BBRI di tengah pembagian dividen. Prediksi penguatan di 2026 didukung fundamental solid.

Tahun Depan Harga Komoditas Energi Diramal Masih Sideways
| Rabu, 24 Desember 2025 | 08:25 WIB

Tahun Depan Harga Komoditas Energi Diramal Masih Sideways

Memasuki tahun 2026, pasar energi diprediksi akan berada dalam fase moderasi dan stabilisasi, harga minyak mentah cenderung tetap sideways.

Rupiah Nyungsep dan Bayang-Bayang Profit Taking, Berikut Rekomendasi Saham Hari Ini
| Rabu, 24 Desember 2025 | 08:20 WIB

Rupiah Nyungsep dan Bayang-Bayang Profit Taking, Berikut Rekomendasi Saham Hari Ini

Risiko lanjutan aksi profit taking masih membayangi pergerakan indeks. Ditambah kurs rupiah melemah, menjebol level Rp 16.700 sejak pekan lalu. ​

IHSG Berpeluang Melemah Jelang Libur Natal
| Rabu, 24 Desember 2025 | 08:15 WIB

IHSG Berpeluang Melemah Jelang Libur Natal

Pemicu pelemahan IHSG adalah tekanan pada saham-saham berkapitalisasi pasar besar dan aksi ambil untung (profit taking) investor.

SSIA Bisa Lebih Stabil Tahun Depan
| Rabu, 24 Desember 2025 | 08:10 WIB

SSIA Bisa Lebih Stabil Tahun Depan

Ruang pemulihan kinerja PT Surya Semesta Internusa Tbk (SSIA) mulai terbuka, ditopang pengakuan awal penjualan lahan Subang Smartpolitan, 

Peta Bank Syariah 2026 Berubah, Cek Rekomendasi Saham BRIS & BTPS Pasca Hadirnya BSN
| Rabu, 24 Desember 2025 | 07:59 WIB

Peta Bank Syariah 2026 Berubah, Cek Rekomendasi Saham BRIS & BTPS Pasca Hadirnya BSN

Bank Syariah Nasional langsung merangsek ke posisi dua dari sisi aset dan membawa DNA pembiayaan properti.

Pesta Pora Asing di Saham BUMI, Blackrock hingga Vanguard Ramai-Ramai Serok Barang
| Rabu, 24 Desember 2025 | 07:34 WIB

Pesta Pora Asing di Saham BUMI, Blackrock hingga Vanguard Ramai-Ramai Serok Barang

Investor institusi global seperti Blackrock dan Vanguard mengakumulasi saham BUMI. Simak rekomendasi analis dan target harga terbarunya.

Sederet Tantangan Industri Manufaktur pada 2026
| Rabu, 24 Desember 2025 | 07:20 WIB

Sederet Tantangan Industri Manufaktur pada 2026

Kadin melihat sektor manufaktur tetap menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia pada tahun 2026,

INDEKS BERITA

Terpopuler