Belum Berhenti Merokok? Tahun Depan Harga Rokok Naik Lagi, Lho
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Para penikmat rokok harus bersiap merogoh kocek lebih dalam tahun depan.
Pemerintah berencana menaikkan tarif cukai hasil tembakau tahun 2020.
Kenaikan tarif tersebut lantaran target penerimaan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) tahun 2020 sebesar Rp 221,89 triliun.
Persentase kenaikannya mencapai 7,95% dari perkiraan pencapaian tahun 2019 yang sebesar Rp 205,55 triliun.
Dari target tersebut, sebesar 80,81% diantaranya diharapkan berasal dari penerimaan cukai.
Nah, dari pos cukai ini, penerimaan cukai hasil tembakau masih sangat dominan, porsinya mencapai 95%.
Oleh karenanya, penyesuaian tarif cukai hasil tembakau menjadi strategi pertama yang akan dilakukan pemerintah.
Strategi lainnya adalah pemberantasan pita cukai ilegal, ekstensifikasi barang kena cukai baru yakni kantong plastik, hingga penertiban barang kena cukai ilegal.
"Tidak menutup kemungkinan akan ada pelebaran lahan penerimaan cukai. Salah satu fokus saat ini akan ada pendalaman soal cukai plastik," kata Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi.
Diklaim bukan kejar target
Kepala Kepabeanan dan Cukai Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemkeu) Nasruddin Joko Suryono membenarkan rencana kenaikan tarif cukai hasil tembakau.
Namun, tujuan utama peningkatan tarif tersebut bukan untuk mengejar target penerimaan.
"Penentuan target pendapatan cukai diarahkan untuk mengendalikan konsumsi dan mengurangi dampak negatif barang kena cukai, melalui penyesuaian tarif cukai hasil tembakau," jelas Nasruddin, Senin (19/8).
Sementara itu Heru menyatakan hingga kini belum menentukan persentase tarif cukai hasil tembakau.
Alasannya, skema penerimaan cukai tembakau dan cukai lainnya masih dalam pembahasan internal.
Selain itu, keputusan kenaikan tarif tersebut juga harus mendapat persetujuan DPR. "Untuk cukai hasil hasil tembakau pastinya akan disesuaikan tarifnya," kata Heru.
Dalam beberapa tahun terakhir, tarif cukai hasil tembakau selalu naik, kecuali tahun 2019.
Biasanya, besaran kenaikan tarif tersebut menyesuaikan sejumlah asumsi makro, seperti pertumbuhan ekonomi dan inflasi.
Rokok ilegal masih masif
Kepala Subdirektorat Komunikasi dan Publikasi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Deni Surjantoro menambahkan, akan mengerahkan upaya ekstra yang lebih masif dalam pengawasan rokok ilegal.
Pemerintah berharap pemberantasan rokok legal akan membuat produsen rokok makin terdata rapi.
Hasil survei rokok ilegal oleh Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta menyatakan jumlah rokok ilegal hingga tahun 2018 mencapai 7% dari total rokok beredar di pasar.
Tahun ini. Survei Rokok Ilegal-Internal DJBC (SRI-ID) memperkirakan rokok ilegal 5,3%.
Pemerintah menargetkan bisa menekan rokok ilegal jadi 3,5% di 2020.
"Sebetulnya ini masih dalam pembahasan, besaran penerimaan masih dinamis. Tetapi, diharapkan jika tidak ada lagi rokok ilegal atau berkurang, maka penerimaan cukai hasil tembakau bisa bertambah di tahun depan," terang Deni.
Selain itu, untuk mendorong peningkatan penerimaan, Ditjen Bea Cukai terus memperbaiki layanan pemesanan cukai pita.
Hal tersebut sesuai dengan pertimbangan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 57/PMK.04/2017 tentang Penundaan Pembayaran Cukai untuk Pengusaha Pabrik atau Importir Barang Kena Cukai yang Melaksanakan Pelunasan dengan Cara Pelekatan Pita Cukai.
Beleid itu mengatur penundaan diberikan dalam jangka waktu dua bulan terhitung sejak tanggal dokumen pemesanan pita cukai untuk pengusaha pabrik, dan satu bulan terhitung sejak tanggal dokumen pemesanan pita cukai untuk importir.
Hingga berita ini diturunkan, sejumlah pengusaha rokok belum memberikan respon dan tanggapan atas rencana kenaikan tarif cukai.