Berani Reformasi Pajak

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Reshuffle kabinet yang pertama kali dilakukan Presiden Prabowo Subianto pada 8 September 2025 menggantikan pucuk pimpinan Kementerian Keuangan. Sri Mulyani Indrawati yang telah berpengalaman sekitar 15 tahun sebagai bendahara negara, digantikan Purbaya Yudhi Sadewa. .
Jelas, banyak tugas berat menanti mantan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan tersebut. Salah satunya adalah melanjutkan reformasi perpajakan yang selama ini belum berjalan maksimal.
Sri Mulyani memang sudah memulai reformasi perpajakan sejak awal menjabat Menteri Keuangan tahun 2005 di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Namun hasilnya kurang maksimal. Terbukti, rasio pajak gagal meningkat, bahkan malah semakin kerdil.
Rasio pajak Indonesia pernah mencapai 14% terhadap produk domestik bruto pada tahun 2012. Sejak saat itu, rasio pajak semakin turun, hingga menjadi 8,42% pada semester 1 2025. Penurunan rasio pajak seharusnya tidak terjadi karena pertumbuhan ekonomi menurut Badan Pusat Statistik (BPS) tumbuh 5,12% pada kuartal II/2025, lebih tinggi dibanding 5,05% pada periode sama tahun 2024.
Reformasi pajak adalah langkah krusial yang harus diambil oleh Menkeu Purbaya untuk meningkatkan penerimaan negara. Reformasi pajak juga untuk memastikan sistem perpajakan Indonesia semakin adil, efisien, dan berdaya saing global.
Untuk itu, Menkeu Purbaya perlu fokus pada beberapa langkah strategis dalam reformasi pajak. Salah satunya adalah digitalisasi dan otomatisasi sistem perpajakan. Sistem administrasi pajak berbasis teknologi informasi harus diperkuat untuk mempermudah wajib pajak melaksanakan kewajibannya dan meminimalkan potensi kebocoran penerimaan.
Langkah selanjutnya adalah peningkatan kepatuhan wajib pajak. Menteri Keuangan harus berani dan tegas menindak orang super kaya dan perusahaan multinasional yang melakukan penghindaran pajak, terutama melalui praktik pemindahan keuntungan ke negara dengan tarif pajak rendah.
Data dari program pengampunan pajak, baik Sunset Policy dan Tax Amnesty yang dijalankan Sri Mulyani beberapa tahun lalu, harus bisa dioptimalkan untuk menggali penerimaan negara. Dari data itu pula, Kemkeu bisa memberlakukan pajak kekayaan, pajak warisan, dan instrumen pajak progresif lainnya untuk kelompok super kaya dan korporasi multinasional.