Berbagi Kemenangan, karena Rakus Membuat Struktur Ekonomi Global Menjadi Rapuh

Minggu, 23 Mei 2021 | 08:05 WIB
Berbagi Kemenangan, karena Rakus Membuat Struktur Ekonomi Global Menjadi Rapuh
[]
Reporter: Sumber: Tabloid Kontan | Editor: Hendrika

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pada 13 April 1995, Dan Price, CEO dari Gravity Payments Seattle, Amerika Serikat, perusahaan yang bergerak di bidang pemrosesan kartu kredit, membuat pengumuman mengejutkan. Saat itu, ia menaikkan upah minimum karyawannya menjadi US $ 70.000/tahun, sembari memotong upahnya sendiri lebih dari 90%. Ia menurunkan upahnya sendiri yang semula sebesar US $ 1 juta menjadi US $ 70.000, sama seperti angka minimum yang ia tetapkan. Sekadar perbandingan saja, waktu itu upah minimum di Seattle, adalah sekitar US $ 11-US$ 12/jam.

Mendadak sontak, kebijakannya pun dikecam banyak orang. Price disebut orang gila, bodoh, penganut sosialisme tulen, dan bisa menjadi job killer yang akan membunuh ribuan pekerjaan lainnya. Bahkan tokoh politik konservatif Amerika, Rush Limbaugh, menyebut kebijakan Price sebagai aksi sosialisme puritan, yang tak pernah akan berhasil. Limbaugh berharap perusahaan Gravity Paiments dapat dijadikan studi kasus di sekolah MBA, untuk menunjukkan bahwa sosialisme tak akan pernah berhasil. Sosialisme pasti gagal!

Namun, apa yang terjadi?

Enam tahun setelahnya, 2021, Gravity Payments justru menunjukkan hasil sebaliknya. Pendapatan mereka meningkat tiga kali lipat, jumlah karyawan bertumbuh 70%, basis konsumen mereka bertambah 100%.

Tak lupa juga, jumlah bayi yang dimiliki karyawannya meningkat 10 kali lipat, 70% karyawannya berhasil mengangsur bayaran utang dan rumah yang bisa dibeli oleh karyawan meningkat 10 kali lipat.

Dan, memang benar cerita ini dijadikan case study di sekolah bisnis ternama, Harvard Business School. Itu dilakukan bukan untuk pembuktian kegagalan sosialisme, melainkan sebagai pembelajaran di bidang Leadership & Managing People.

Price menceritakan sebuah kisah kecil yang menginspirasinya untuk membuat kebijakan kontroversial di atas. Ia pernah memergoki seorang karyawan wanitanya secara diam-diam melakukan pekerjaan tambahan (second job) di restoran cepat saji, McDonalds. Seketika itu juga ia merasa dirinya adalah seorang pimpinan yang buruk dan gagal mencukupi kebutuhan karyawannya. Ia pun menaikkan upah sang karyawan, agar dapat segera hengkang dari pekerjaan sampingannya tersebut.

Bagi Price, tak seharusnya seorang karyawan menjalani dua pekerjaan sekaligus, hanya demi mencukupi kebutuhannya.

Selanjutnya, Price meneruskan kebijakan upah minimum US $ 70.000 di perusahaannya yang baru di Boise, Idaho, sekalipun biaya hidup di kota tersebut lebih rendah dari Seattle. Baginya, semua orang berhak untuk mendapatkan kelayakan hidup yang sama.

Price juga menetapkan kebijakan yang menentang kerakusan pribadi dan kesenjangan pendapatan yang curam antar jenjang karyawan. Upah dari karyawan dengan bayaran tertinggi hanya sekitar 4 kali lipat dari upah karyawan dengan bayaran terendah. Bandingkan dengan praktik umum yang lazim di dunia korporasi, yang rata-rata berkisar puluhan kali. Bahkan, bisa lebih seratus kali!

Padahal, disadari atau tidak, kerakusan diri seperti inilah yang membuat struktur perekonomian global begitu rapuh dan tak sanggup menopang kesejahteraan masyarakat dunia secara merata. Kerakusan pula yang membuat sebuah negara yang begitu kaya-raya dengan hasil buminya, tak sanggup mengongkosi segenap rakyatnya dengan penghidupan yang layak.

Penghidupan secukupnya

Padahal, apa yang kurang dari segenap isi perut bumi ini, jika sekadar untuk memberikan kecukupan (bukan kelimpahan) hidup kepada makhluk di dalamnya? Benarlah kata Mahatma Gandhi, sang guru kehidupan, "Earth provides enough to satisfy every mans meed, but not every mans greed".

Doa dalam ajaran agama pun senantiasa berisi seruan kepada Sang Khalik, agar diberikan penghidupan yang secukupnya; bukan yang sebanyak-banyaknya.

Saya teringat akan seorang teman sufi, yang selepas bangun pagi senantiasa memanjatkan doa seperti ini, "Tuhan, berilah aku makanan yang secukupnya, juga pada hari ini." Ia tidak berdoa untuk mendapatkan makanan yang berlimpah ruah, juga tidak minta tabungan milyaran untuk sekian tahun ke depan.

Ini selaras dengan pandangan filsuf Jerman abad-19, Arthur Schopenhauer, yang berujar, "Wealth is like sea water, the more we drink, the thirstier we become".

Kalau sekadar untuk hidup dengan kecukupan, alam semestinya mampu menyediakan kebutuhan tersebut. Namun, bila manusia diperangkap oleh kerakusan diri, seberapapun kayanya alam raya, tetap saja tak mampu menyejahterakan makhluk seisi bumi. Kata Senecca, penasihat bijak Kaisar Nero sewaktu muda, "For greed, all nature is too little".

Kompetisi dalam bisnis memang memungkinkan seseorang untuk meninggalkan orang lain dalam rentang jarak yang sejauh-jauhnya, dan tampil menjadi pemenang.

Sikap Price mengingatkan kita, apalah artinya sebuah kemenangan pribadi, jika itu menimbulkan kesengsaraan bagi banyak orang? Bukankah hidup lebih indah, jika kemenangan bisa dibagi bersama kepada segenap lingkungan kita?

Bagikan

Berita Terbaru

Pendapatan dan Laba Bersih Turun Tipis, Ini Strategi Manajemen SOCI Mendorong Kinerja
| Kamis, 30 Oktober 2025 | 08:45 WIB

Pendapatan dan Laba Bersih Turun Tipis, Ini Strategi Manajemen SOCI Mendorong Kinerja

Sepanjang 2025 berjalan PT Soechi Lines Tbk (SOCI) telah mendirikan tiga anak usaha baru dan menambah armada.

Menakar Prospek Bukalapak (BUKA) Seiring Buyback Saham dan Rilis Kinerja Keuangan
| Kamis, 30 Oktober 2025 | 08:09 WIB

Menakar Prospek Bukalapak (BUKA) Seiring Buyback Saham dan Rilis Kinerja Keuangan

Laba bersih yang dicatat Bukalapak (BUKA) ditopang oleh kenaikan harga saham BBHI yang mencapai 112,86%.​

Pebisnis Cat Intip Pasar Ekspor Eropa
| Kamis, 30 Oktober 2025 | 07:20 WIB

Pebisnis Cat Intip Pasar Ekspor Eropa

Pelaku usaha cat dan pelapis dalam negeri tengah menyiapkan diri untuk memanfaatkan kesepakatan perdagangan bebas RI dan Uni Eropa..

Hatten Bali (WINE) Bidik Peluang Ekspansi di Luar Bali
| Kamis, 30 Oktober 2025 | 07:00 WIB

Hatten Bali (WINE) Bidik Peluang Ekspansi di Luar Bali

WINE menyiapkan dana belanja modal (capex) sebesar Rp 26 miliar pada 2025 untuk memperkuat kapasitas produksi dan mendukung efisiensi operasional

Biayai Akuisisi SPBU Esso, Chandra Asri (TPIA) Dikabarkan Cari Pendanaan US$ 1 Miliar
| Kamis, 30 Oktober 2025 | 06:59 WIB

Biayai Akuisisi SPBU Esso, Chandra Asri (TPIA) Dikabarkan Cari Pendanaan US$ 1 Miliar

Ekspansi PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA) ke Singapura sejauh ini berkontribusi positif ke kinerja keuangannya.

The Fed Pangkas Suku Bunga, Simak Rekomendasi Saham Hari Ini, Kamis (30/10)
| Kamis, 30 Oktober 2025 | 06:50 WIB

The Fed Pangkas Suku Bunga, Simak Rekomendasi Saham Hari Ini, Kamis (30/10)

Pasar juga menanti hasil pertemuan Bank of Japan. Pada  Kamis (30/10) dini hari  The Fed memangkas suku bunga acuan 25 bps menjadi 3,75%-4%,

Tak Hanya Penyaluran Kredit, Penjualan Aset di Bank Juga Menantang
| Kamis, 30 Oktober 2025 | 06:42 WIB

Tak Hanya Penyaluran Kredit, Penjualan Aset di Bank Juga Menantang

Perbankan tampaknya tak hanya menghadapi tantangan dalam menggenjot penyaluran kredit tahun ini, tapi juga dalam menjual agunan aset bermasalah​

Menakar Efek Gulir Dana Khusus Pariwisata
| Kamis, 30 Oktober 2025 | 06:40 WIB

Menakar Efek Gulir Dana Khusus Pariwisata

Prgram IQTF bakal diperluas untuk mendukung pembiayaan bagi proyek pengembangan destinasi wisata hingga penguatan layanan dan fasilitas wisata

Prospek Saham Bank Usai Tersingkir dari Indeks
| Kamis, 30 Oktober 2025 | 06:37 WIB

Prospek Saham Bank Usai Tersingkir dari Indeks

Sejumlah emiten  perbankan harus rela tersingkir dari indeks unggulan seperti LQ45 dan IDX80 seiring penurunan tajam harga sahamnya. ​

Dana SAL di Himbara Akan Mendongkrak NIM
| Kamis, 30 Oktober 2025 | 06:33 WIB

Dana SAL di Himbara Akan Mendongkrak NIM

Margin keuntungan perbankan diperkirakan akan membaik di akhir tahun ini, sejalan dengan kondisi likuditas yang diprediksi semakin longgar. ​

INDEKS BERITA

Terpopuler