KONTAN.CO.ID - Masyarakat Indonesia adalah pecinta gorengan. Sampai-sampai ada satu anggapan: kalau mau jualan makanan yang laris di Indonesia, bikinlah versi goreng dan pedas. Hal itu bukan tanpa fakta.
Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) mencatat, pada tahu 2022 lalu, konsumsi minyak goreng kita berkisar 9,53 liter per kapita per tahun. Jadi, secara total, ada 2,65 juta ton minyak goreng diserap pasar domestik. Angka itu naik signifikan ketimbang tahun 2010, misalnya, yang sebesar 1,55 juta ton. Memang sih, konsumsi minyak sayur Indonesia itu, baru seujung kukunya India, raja konsumsi minyak sayur dunia, yang tahun lalu membutuhkan 23 juta ton minyak.
Namun begitu, peningkatan konsumsi minyak sayur, juga bikin produksi jelantah Indonesia naik. Jelantah yang dihasilkan, berkisar 40%-60% konsumsi minyak goreng tadi. Di lain pihak, ada potensi besar dari jelantah, untuk diolah menjadi biodiesel. Dengan mengubah jelantah menjadi biodiesel, kita tidak hanya mengurangi jumlah limbah yang masuk ke lingkungan, tetapi juga meminimalkan risiko pencemaran tanah dan air oleh jelantah. Inisiatif ini sejalan dengan komitmen global untuk mengurangi jejak karbon dan bikin sumber energi terbarukan.
Dari perspektif ekonomi, peluang bisnis di sektor biodiesel dari jelantah dapat menjadi motor penggerak ekonomi lokal. Dari yang terjadi sekarang, para pengepul jelantah melibatkan mereka yang cari cuan sampingan, seperti ibu rumah tangga. Lumayan, laba bisnis ini, bisa untuk beli token listrik sebulan. Kita juga lebih mudah menemukan pengepul jelantah dalam berbagai skala bisnis, dari yang kecil sampai pengepul yang siap ekspor.
Sama seperti bisnis lain, pengumpulan jelantah ini juga menghadapi tantangan. Sebut saja, para pengepul untuk biodiesel mesti bersaing dengan pengepul jelantah untuk konsumsi karena diolah lagi. Selain itu, pengepul biasanya kesulitan lantaran setoran jelantah dari rumahtangga lazimnya sedikit. Yang paling banyak dijumpai adalah belum meratanya kesadaran masyarakat untuk tidak membuang jelantah dengan sembarangan.
Dalam skala nasional, para pebisnis jelantah ini juga menanti regulasi yang jelas dari Pemerintah, terkait pengelolaan limbah bernama jelantah. Pemerintah perlu merumuskan kebijakan yang jelas dan insentif yang menarik untuk mendorong industri ini. Tentu saja, dengan mengesampingkan ancaman pasokan jelantah pada penyerapan CPO untuk biodiesel di dalam negeri.