Biaya Provisi Jadi Beban, Ini Rekomendasi Analis untuk Saham BBTN
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) mencatat kenaikan besar untuk biaya provisi atau pencadangan atas kredit bermasalah di tahun lalu. Masalah ini diyakini berlanjut menjadi penghambat laba BBTN tahun ini.
Bank BTN yang bisnis utamanya menyalurkan kredit pemilikan rumah (KPR), mencatat kenaikan biaya provisi 88,8% pada kuartal empat tahun 2018 menjadi Rp 847,7 miliar. Angka ini hampir menyamai total provisi di sembilan bulan sebelumnya.
BBTN beralasan, kenaikan cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) ini untuk memenuhi ketentuan pernyataan standar akuntansi keuangan (PSAK) 71. Tetapi, gara-gara kenaikan biaya pencadangan yang mencapai 93,8% menjadi Rp 1,7 triliun di tahun lalu itu, laba BBTN tergerus.
BBTN mencatat laba Rp 2,8 triliun di akhir 2018. Jumlah tersebut turun sekitar 7,25% dari perolehan 2017 yang sebesar Rp 3,02 triliun.
Suria Dharma, Analis Samuel Sekuritas Indonesia, memperkirakan, masih akan ada peningkatan coverage ratio di tahun ini. Ini mengindikasikan akan ada kenaikan kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL) atau peningkatan biaya CKPN lagi di tahun ini.
Dalam hitungan Suria, coverage ratio BBTN tahun ini bisa mencapai 76%. "Peningkatan coverage ratio tersebut akan meningkatkan biaya provisi sebesar 105,2% di akhir tahun ini atau menjadi Rp 3,5 triliun," kata Suria. Dengan begitu, laba bersih BBTN di tahun 2019 masih akan turun 20,4% jadi Rp 2,23 triliun.
Sektor bisnis properti pun masih terlihat suram. Ini alasan Analis Indosurya Bersinar Sekuritas, William Surya Wijaya meramalkan, kinerja BBTN sepanjang tahun ini akan cenderung stagnan.
Untuk investor, William merekomendasikan hold saham BBTN. "Tahan dulu untuk lebih ke jangka panjang," kata dia. Dia yakin, BBTN akan berusaha menggenjot kinerja dengan menyalurkan pembiayaan ke sektor konstruksi dan infrastruktur yang tahun ini digenjot pemerintah.
Kenaikan kredit
Stephan Hasjim, Analis Indo Premier Sekuritas, juga merekomendasikan hold BBTN dengan target harga Rp 2.600 per saham. "Kami meningkatkan asumsi biaya kredit menjadi 75 basis poin dari 50 bps, untuk mencerminkan NPL keseluruhan yang lebih tinggi dari 2,82%," kata Stephan dalam riset per 1 April.
Sementara Suria melihat BBTN bisa meningkatkan pendapatan berbasis bunga dengan pertumbuhan kredit 18% di tahun ini. Dana pihak ketiga (DPK) juga diperkirakan bisa tumbuh 16%. Alhasil, Suria merekomendasikan buy BBTN dengan target harga Rp 2.850 per saham.