Biden Teken UU Baru yang Membatasi Akses Perusahaan Asal China

Jumat, 12 November 2021 | 11:46 WIB
Biden Teken UU Baru yang Membatasi Akses Perusahaan Asal China
[ILUSTRASI. Presiden China Xi Jinping berjabat tangan dengan Wakil Presiden AS Joe Biden di dalam Aula Besar Rakyat di Beijing 4 Desember 2013. REUTERS/Lintao Zhang/Pool//File Photo]
Reporter: Sumber: Reuters | Editor: Thomas Hadiwinata

KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden pada Kamis (11/11) menandatangani undang-undang (UU) untuk mencegah perusahaan-perusahaan yang dianggap sebagai ancaman keamanan untuk menerima lisensi peralatan baru dari regulator AS. Perusahaan-perusahaan teknologi asal China, Huawei Technologies Co atau ZTE Corp, disebut sebagai contoh.

UU yang bernama Secure Equipment Act itu merupakan upaya terbaru Pemerintah AS untuk menindak perusahaan telekomunikasi dan teknologi China. UU itu diteken Presiden Biden setelah senat AS dan DPR secara bulat menyetujui usulan UU itu, masing-masing pada 28 Oktober dan awal bulan ini.

Biden melakukan penandatanganan UU itu, beberapa hari sebelum menggelar pertemuan virtual dengan Presiden China Xi Jinping. Berlangsung di tengah ketegangan perdagangan, hak asasi manusia dan kegiatan militer di antara kedua negara, pertemuan itu dijadwalkan pada Senin (15/11).

Baca Juga: Harga minyak stabil meski OPEC memangkas prediksi permintaan

UU baru itu mengharuskan Komisi Komunikasi Federal (FCC) untuk tidak lagi meninjau, apalagi meninjau, setiap permohonan otorisasi untuk peralatan yang bisa memunculkan risiko yang tidak dapat diterima terhadap keamanan nasional.

Komisaris FCC Brendan Carr mengatakan komisi tersebut telah menyetujui lebih dari 3.000 aplikasi yang diajukan Huawei sejak 2018. UU tersebut “akan membantu memastikan bahwa peralatan tidak aman dari perusahaan seperti Huawei dan ZTE tidak dapat lagi dimasukkan ke dalam jaringan komunikasi Amerika,” kata Carr.

Pada bulan Maret, FCC menetapkan lima perusahaan China sebagai ancaman terhadap keamanan nasional, sesuai dengan kriteria yang ditetapkan UU yang disahkan di tahun 2019, yang bertujuan melindungi jaringan komunikasi AS.

Kelima perusahaan yang dimaksud di atas termasuk Huawei dan ZTE. Tiga perusahaan lainnya adalah Hytera Communications Corp, Hangzhou Hikvision Digital Technology Co dan Zhejiang Dahua Technology Co.

Baca Juga: Kenaikan inflasi bikin pelaku pasar memburu emas sebagai aset lindung nilai

FCC pada bulan Juni, dengan suara bulat, mengajukan rancangan aturan yang melarang penggunaan peralatan buatan perusahaan China di jaringan telekomunikasi AS. Anggota parlemen hendak menuangkan aturan serupa dalam bentuk UU. 

Pemungutan suara FCC tersebut memicu reaksi dari Beijing. “Amerika Serikat, tanpa bukti apa pun, masih menyalahgunakan keamanan nasional dan kekuasaan negara untuk menekan perusahaan-perusahaan China," kata Zhao Lijian, juru bicara kementerian luar negeri China, pada Juni.

Di bawah aturan yang diusulkan yang memenangkan persetujuan awal pada bulan Juni, FCC juga dapat mencabut otorisasi yang pernah diterbitkannya untuk peralatan buatan perusahaan China.

Huawei pada bulan Juni menyebut revisi FCC yang diusulkan "salah arah dan hukuman yang tidak perlu."

Bulan lalu, FCC mencabut otorisasi untuk anak perusahaan China Telecom AS untuk beroperasi di AS, dengan alasan masalah keamanan nasional.

Selanjutnya: Antisipasi Penyidikan Berakhir, Didi Rencankan Peluncuran Ulang di China

 

Bagikan

Berita Terbaru

Pertaruhan Besar Nikel RI: Banjir Pasokan di Gudang LME, Kalah Saing Lawan LFP
| Minggu, 28 Desember 2025 | 13:00 WIB

Pertaruhan Besar Nikel RI: Banjir Pasokan di Gudang LME, Kalah Saing Lawan LFP

Indonesia mengalami ketergantungan akut pada China di saat minat Negeri Tirai Bambu terhadap baterai nikel justru memudar.

Restrukturisasi Garuda Indonesia Masuk Babak Baru, Simak Prospek GIAA Menuju 2026
| Minggu, 28 Desember 2025 | 11:15 WIB

Restrukturisasi Garuda Indonesia Masuk Babak Baru, Simak Prospek GIAA Menuju 2026

Restrukturisasi finansial saja tidak cukup untuk mengembalikan kepercayaan pasar secara total terhadap GIAA.​

Agar Kinerja Lebih Seksi, TBS Energi Utama (TOBA) Menggelar Aksi Pembelian Kembali
| Minggu, 28 Desember 2025 | 10:27 WIB

Agar Kinerja Lebih Seksi, TBS Energi Utama (TOBA) Menggelar Aksi Pembelian Kembali

Perkiraan dana pembelian kembali menggunakan harga saham perusahaan pada penutupan perdagangan 23 Desember 2025, yaitu Rp 710 per saham.

Provident Investasi Bersama (PALM) Tetap Fokus di Tiga Sektor Investasi di 2026
| Minggu, 28 Desember 2025 | 10:12 WIB

Provident Investasi Bersama (PALM) Tetap Fokus di Tiga Sektor Investasi di 2026

Tahun depan, PALM siap berinvetasi di sektor-sektor baru. Kami juga terbuka terhadap peluang investasi pada perusahaan tertutup.

Melalui Anak Usaha, Emiten Happy Hapsoro Ini Mencaplok Saham Kontraktor Hulu Migas
| Minggu, 28 Desember 2025 | 10:03 WIB

Melalui Anak Usaha, Emiten Happy Hapsoro Ini Mencaplok Saham Kontraktor Hulu Migas

HCM,  kontraktor kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi pada Wilayah Kerja Selat Madura berdasarkan production sharing contract dengan SKK Migas.

Okupansi Hotel Fluktuatif, DFAM Tancap Gas Garap Bisnis Katering
| Minggu, 28 Desember 2025 | 10:00 WIB

Okupansi Hotel Fluktuatif, DFAM Tancap Gas Garap Bisnis Katering

Penyesuaian pola belanja pemerintah pasca-efisiensi di tahun 2025 bisa membuat bisnis hotel lebih stabil.

Menjadi Adaptif Melalui Reksadana Campuran
| Minggu, 28 Desember 2025 | 08:20 WIB

Menjadi Adaptif Melalui Reksadana Campuran

Diversifikasi reksadana campuran memungkinkan investor menikmati pertumbuhan saham sekaligus stabilitas dari obligasi dan pasar uang 

Defensif Fondasi Keuangan, Agresif dalam Berinvestasi
| Minggu, 28 Desember 2025 | 08:15 WIB

Defensif Fondasi Keuangan, Agresif dalam Berinvestasi

Ekonomi dan konsumsi masyarakat berpotensi menguat di 2026. Simak strategi yang bisa Anda lakukan supaya keuangan tetap aman.

Cari Dana Modal Kerja dan Refinancing, Emiten Ramai-Ramai Rilis Surat Utang
| Minggu, 28 Desember 2025 | 08:02 WIB

Cari Dana Modal Kerja dan Refinancing, Emiten Ramai-Ramai Rilis Surat Utang

Ramainya rencana penerbitan obligasi yang berlangsung pada awal  tahun 2026 dipengaruhi kebutuhan refinancing dan pendanaan ekspansi.

Catat Perbaikan Kinerja di Kuartal III-2025, PANR Optimis Menatap Bisnis di 2026
| Minggu, 28 Desember 2025 | 08:00 WIB

Catat Perbaikan Kinerja di Kuartal III-2025, PANR Optimis Menatap Bisnis di 2026

Faktor cuaca ekstrem yang melanda sejumlah wilayah memaksa wisatawan domestik memilih destinasi yang dekat.​

INDEKS BERITA

Terpopuler