KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Defisit yang dialami Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dilaksanakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan diprediksi berlanjut sepanjang tahun ini.
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mencatat setelah mengalami defisit Rp 9,1 triliun sepanjang tahun lalu, program JKN diestimasi akan mengalami hasil serupa. Berdasarkan ulasannya hingga 30 April lalu, BPKP memprediksi defisit BPJS Kesehatan mencapai Rp 3,7 triliun.
Kepala BPKP Ardan Adiperdana mengatakan, ada tiga aspek yang menyebabkan defisit ini sulit ditanggulangi meskipun berbagai bauran kebijakan sudah berjalan.
Pertama, sistem kepesertaan, manajemen iuran, dan piutang. Dengan jumlah peserta 208,05 juta orang, sistem kepesertaan dan manajemen iuran harus terus diperbaiki.
"Hal ini terlihat dengan terdapat sebanyak 27,44 juta data peserta bermasalah, mulai dari Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang tidak 16 digit, NIK berisi karakter alfanumerik lain (seperti ^,?, dan+), NIK ganda, tidak tercantum fasilitas kesehatannya, serta sebagian peserta meninggal belum diperbarui," ujar Ardan, Senin (27/5).
Adapun, sebagian besar peserta ini merupakan peserta yang berasal dari Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) atau pekerja informal dan Bukan Pekerja. Untuk itu, BPKP meminta BPJS Kesehatan melakukan upaya ekstensifikasi dan intensifikasi kepesertaan, serta dan kolektibilitas iuran pada peserta yang menunggak.
Kedua, sistem pelayanan dan biaya operasional. Dia bilang terdapat tiga permasalahan di sini, yakni peserta non aktif menerima pelayanan. Selain itu masih adanya bentuk kecurangan (fraud) dalam program JKN. serta biaya operasional yang cukup besar.
Atas hal ini, BPKP meminta BPJS Kesehatan membersihkan data peserta yang tak aktif dan mengembangkan keterhubungan sistem kepesertaan, iuran, dan layanan.
Ketiga, strategic purchasing. Pada aspek ini terdapat beberapa permasalahan, seperti pembayaran kapitasi tidak sesuai, dan rujukan tidak sesuai kebutuhan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berharap, BPJS Kesehatan dapat menjalankan rekomendasi penyelesaian defisit dari BPKP. Untuk itu, Ia meminta BPJS Kesehatan membuat tahapan dan langkah-langkah nyata untuk menyelesaikan defisit tersebut.
Tidak hanya itu, Kementerian Keuangan (Kemkeu) meminta semua pihak terkait untuk berperan aktif terhadap penyelesaian defisit, seperti BPJS Kesehatan seperti Kementerian Kesehatan (Kemkes), dan Pemerintah daerah (Pemda). Pasalnya, selama ini jika terjadi defisit anggaran, Kemkeu seolah menjadi institusi yang mesti membayar defisit tersebut. Padahal, dengan adanya kerjasama antar institusi terkait diyakini dapat menyelesaikan defisit yang selama ini terjadi.
“Sekarang ini kan mudahnya datang ke Kementerian Keuangan. Tetapi para pihak lain tidak ikut berpartisipasi. Kami keberatan jadi pembayar pertama. Kami akan menjadi pembayar terakhir kalau semua upaya sudah dilakukan," kata Sri Mulyani.