CEO Pinnacle, Guntur Putra: Beralih Menjadi Investor Moderat

Sabtu, 22 Oktober 2022 | 04:25 WIB
CEO Pinnacle, Guntur Putra: Beralih Menjadi Investor Moderat
[]
Reporter: Ika Puspitasari | Editor: Avanty Nurdiana

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pahit manis dalam berinvestasi sudah dicicipi President & CEO PT Pinnacle Persada Investama, Guntur Putra. Ketertarikannya terhadap dunia investasi sudah ada sejak ia mengenyam bangku kuliah di Amerika Serikat. 

Usai meraih gelar strata pertama dari Arizona State University dengan jurusan computer science, Guntur meneruskan kuliah S-2 di University of Michigan dan mengambil jurusan financial engineering. "Saat mengambil kelas pada masa kuliah, saya mulai mengenal beberapa instrumen investasi di pasar modal, seperti saham, obligasi dan reksadana," ujar pria kelahiran tahun 1981 ini.

Setelah merampungkan pendidikan, Guntur bekerja di Wall Street sebagai analis di BlackRock, salah satu perusahaan manajer investasi terbesar di dunia. Menurut Guntur, budaya berinvestasi sejak muda sudah cukup kental di negara maju, sehingga banyak dari mereka yang berusia muda sudah mulai menyisihkan penghasilan untuk berinvestasi.

Baca Juga: Direktur PT Transkon Jaya Tbk Kayin Fauzi : Pilih Instrumen yang Bisa Dipegang

Dengan ilmu yang diperoleh, Guntur memilih instrumen pasar modal sebagai investasi pertamanya. Ia menempatkan aset pada instrumen berupa saham, reksadana, serta derivatif. Selain sudah mengenal beberapa jenis instrumen tersebut, ia mengaku cukup mudah dalam mendapatkan akses berinvestasi semasa kuliah dan saat kerja.

Guntur bercerita, perjalanan investasinya tak selalu mulus, mengikuti naik turunnya kondisi pasar. Guntur menuturkan, pasar memiliki siklusnya sendiri. 

Misalnya saja saat krisis tahun 2008, kinerja investasinya di pasar modal ikut terpuruk, baik di saham maupun di reksadana. "Jadi portofolio investasi saya saat itu turun drastis, indeks S&P 500 yang di tahun 2007 berada di level 1.400-an sempat turun ke level bottom 700-an pada Maret 2009," kata Guntur. Pada periode itu, Guntur bercerita, ada banyak investor panik karena volatilitas di pasar modal global sangat tinggi. 

Saat itu Guntur mengaku mendapat pembelajaran cukup banyak. Dia jadi paham bahwa saat periode krisis dan liquidity crunch, maka cash is the king. Dia juga belajar bahwa berinvestasi harus sabar dan berpikir jangka panjang. Yang tak kalah penting, jangan panik.

Belajar dari situ, pria kelahiran Jakarta ini memegang teguh prinsip investasi untuk perjalanan selanjutnya. Ia bilang, penting bagi investor untuk memahami profil risiko. Guntur juga menyarankan agar pelaku pasar tidak terpaku pada potensi imbal hasil tinggi, tapi harus mengerti faktor risikonya.

Baca Juga: Wakil Dirut OBM Drilchem, Ivan Alamsyah : Belajar Investasi Properti dari Ibu

Tip dari Guntur, investor yang melakukan investasi harus selalu melihat secara jangka panjang, karena yang dilakukan adalah investasi, bukan spekulasi. "Jadi, sebelum berinvestasi memang perlu dipahami dan dimengerti karakter suatu instrumen investasi, sesuai dengan tujuan investasi dan profil risiko masing-masing investor," saran Guntur. Prinsip lain yang dipegang Guntur adalah sabar dan disiplin.

Guntur berbagi, alokasi asetnya cukup terdiversifikasi. Mayoritas memang masih di instrumen pasar modal, seperti saham dan reksadana. Tapi, sebagai manajer investasi, ia berupaya mencegah benturan kepentingan dengan tempat dia bekerja, yakni Pinnacle. 

Saat ini, Guntur menempatkan 40% asetnya di instrumen reksadana dan 15% di saham. Ia memilih dua instrumen tersebut karena memahami karakter kedua instrumen tadi. Pria yang hobi bermain tenis ini menyatakan, duit yang diinvestasikan di saham terutama untuk kebutuhan jangka panjang. 

Kue portofolio Guntur saat ini, 40% ditempatkan di reksadana, saham 15%, aset pasar uang 20%, alternatif investasi 20% dan lainnya 5%

Tak hanya itu, Guntur juga memilih saham dan reksadana karena mudah mengakses dua instrumen tersebut. Selain saham dan reksadana, Guntur juga aktif menjadi angel investor di beberapa perusahaan startup di Silicon Valley dan Asia Tenggara, termasuk Indonesia. 

Jika dikelompokkan berdasarkan tipe investor, Guntur menilai kini ia menjadi investor moderat. Ini berbeda dengan saat 10-15 tahun lalu, di mana ia lebih agresif. "Sesuai usia saya kini lebih ke moderat. Dari sisi profil risiko juga lebih seimbang. Ada aset yang berisiko tinggi, tapi ada juga instrumen berisiko lebih rendah," kata dia.

Baca Juga: Co Founder McEasy, Hendrik Ekowaluyo: Mengoleksi Saham Berfundamental Solid

Karena itu, saat marak investasi NFT, aset digital dan crypto, Guntur tidak ikut-ikutan masuk. Ini karena belum ada pengalaman berinvestasi di instrumen tersebut.                     

Bisnis Manajer Investasi Bersama Teman

Pengalaman Guntur Putra di dunia investasi membuatnya bisa mengembangkan PT Pinnacle Persada Investama. Perusahaan ini merupakan startup teknologi yang bergerak di bidang manajer investasi.

Guntur bercerita, pada tahun 2010, ia bersama dua orang temannya, yakni Andri Yauhari dan Indra M. Firmansyah, memutuskan kembali ke Indonesia. Mereka kemudian membantu investor yang ingin berinvestasi di Indonesia dan membantu beberapa perusahaan manajer investasi (MI) ternama. Kemampuannya ini berbekal dari pengalamannya di bidang investasi saat bekerja di luar negeri.

Selanjutnya setelah memiliki rekam jejak yang baik, mereka mendirikan perusahaan manajer investasi Pinnacle Investment pada tahun 2015. "Saat ini, asset under management (AUM) kami di kisaran Rp 2,3 triliun. Secara peringkat, kami berada di urutan 31 dari 96 manajer investasi di Indonesia," tutur dia.

Menurut Guntur, kini perusahaan yang dikelolanya menjadi penerbit reksadana exchange traded fund (ETF) teraktif di Indonesia. Guntur menyatakan, jumlah ETF yang dibuat Pinnacle kedua terbanyak di Bursa Efek Indonesia, dengan tujuh produk ETF Pinnacle tercatat di BEI. 

"Kami juga menjadi MI berbasis teknologi pertama dan masih satu-satunya di Indonesia yang strategi pengelolaannya mengedepankan penerapan kuantitatif dan data driven investing," klaim Guntur. Kini Pinnacle juga menjadi MI pertama yang bermitra dengan penyedia indeks global terbesar di dunia, FTSE Russell.

Baca Juga: COO Aplikasi Emiten, Vania Valencia: Investasi Karena Ingin Uang yang Kerja

Bagikan

Berita Terbaru

Garuda Indonesia (GIAA) Disuntik Modal Rp 23,67 Triliun
| Jumat, 14 November 2025 | 07:35 WIB

Garuda Indonesia (GIAA) Disuntik Modal Rp 23,67 Triliun

Langkah strategis ini merupakan bagian dari rangkaian upaya penyehatan dan transformasi kinerja keuangan Garuda Indonesia Group.

IPO Sektor Keuangan Bisa Bawa Sentimen Positif
| Jumat, 14 November 2025 | 07:25 WIB

IPO Sektor Keuangan Bisa Bawa Sentimen Positif

Rencana sejumlah perusahaan sektor keuangan menggelar initial public offering (IPO) bisa membawa angin segar bagi saham sektor keuangan​

 Pasar Keuangan Tak Dalam, Penyebab Duit Orang Tajir Parkir di Luar Negeri
| Jumat, 14 November 2025 | 07:21 WIB

Pasar Keuangan Tak Dalam, Penyebab Duit Orang Tajir Parkir di Luar Negeri

Fenomena warga kaya Indonesia menempatkan dananya di luar negeri tinggi. Kondisi ini pula yang mendorong Himbara mengerek bunga deposito ​USD

Pemerintah Bidik Mobil Nasional Berproduksi 2027
| Jumat, 14 November 2025 | 07:20 WIB

Pemerintah Bidik Mobil Nasional Berproduksi 2027

Kemenperin telah menggelar pertemuan dengan Pindad untuk membahas secara komprehensif mengenai eksekusi program mobil nasional.

Uji Jalan Program B50 Dimulai Bulan Depan
| Jumat, 14 November 2025 | 07:00 WIB

Uji Jalan Program B50 Dimulai Bulan Depan

Rencananya uji jalan program B50 ini akan dimulai pada 3 Desember 2025 secara serentak di enam sektor industri.

Daya Beli Masyarakat Masih Lesu, MIDI Memangkas Target Ekspansi Gerai
| Jumat, 14 November 2025 | 06:57 WIB

Daya Beli Masyarakat Masih Lesu, MIDI Memangkas Target Ekspansi Gerai

MIDI melakukan revisi seiring masih lemahnya daya beli masyarakat di Tanah Air, khususnya di wilayah Jawa.

Lagi, Indikasi Ekonomi Tidak Baik-Baik Saja, Kinerja Emiten Kawasan Industri Layu
| Jumat, 14 November 2025 | 06:48 WIB

Lagi, Indikasi Ekonomi Tidak Baik-Baik Saja, Kinerja Emiten Kawasan Industri Layu

Lemahnya kinerja emiten kawasan industri hingga akhir kuartal III-2025 lantaran loyonya penanaman modal asing (PMA) sembilan bulan tahun ini.

IHSG Masih Rawan Koreksi di Akhir Pekan Ini
| Jumat, 14 November 2025 | 06:44 WIB

IHSG Masih Rawan Koreksi di Akhir Pekan Ini

IHSG masih rawan melanjutkan koreksi pada perdagangan Jumat (14/11), dengan support 8.353 dan resistance 8.384

Deretan Emiten Growth Stock Merajai Bursa
| Jumat, 14 November 2025 | 06:39 WIB

Deretan Emiten Growth Stock Merajai Bursa

Sejumlah saham dengan historis fundamental solid tergusur dari liga market cap terbesar di Bursa Efek Indonesia 

Emiten Bersiap Tarik Pinjaman Bank di Tahun 2026, Ikhtiar Agar Bisnis Berbiak
| Jumat, 14 November 2025 | 06:36 WIB

Emiten Bersiap Tarik Pinjaman Bank di Tahun 2026, Ikhtiar Agar Bisnis Berbiak

Jika dana pinjaman bank dimanfaatkan dengan baik, bisa mempertebal margin perusahaan, sehingga laba per saham ikut naik.

INDEKS BERITA

Terpopuler