Data Pekerjaan Baru Melandai, The Fed Pertahankan Kebijakan Longgar

Rabu, 12 Mei 2021 | 07:35 WIB
Data Pekerjaan Baru Melandai, The Fed Pertahankan Kebijakan Longgar
[ILUSTRASI. FILE PHOTO: Chairman Federal Reserve Jerome Powell saat pembahasan kebijakan moneter AS dengan kongres di Washington, AS, 12 Februari. REUTERS/Yuri Gripas/File Photo]
Reporter: Sumber: Reuters | Editor: Thomas Hadiwinata

KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Pejabat Federal Reserve, Selasa (12/5) mempertahankan optimisme atas pemulihan ekonomi Amerika Serikat (AS). Namun data pertumbuhan pekerja yang sangat lemah di bulan April, memaksa otoritas moneter untuk mengakui pemulihan pekerjaan mungkin lebih berfluktuasi dibandingkan perkiraan.

AS mencatat penambahan 266.000 pekerjaan baru di bulan lalu, sekitar seperempat dari kenaikan yang diperkirakan para ekonom, termasuk pejabat The Fed. Padahal, lowongan kerja yang tercatat per akhir Maret mencapai rekor 8,1 juta. Angka itu mendekati jumlah penganggur di AS yang mencapai 9,8 juta orang.

Laporan per April itu memunculkan perdebatan tentang alasan orang per orang untuk tidak bekerja selama masa pandemi. Seperti, kendala yang berasal dari kurangnya penitipan anak dan sekolah yang ditutup, kecepatan vaksinasi COVID-19 yang melambat, dan peningkatan tunjangan pengangguran federal yang mendorong beberapa calon pekerja untuk tetap tinggal di rumah.

Baca Juga: Rupiah kembali menguat, hati-hati dolar AS rebound

“Apa yang disarankan data, dan apa yang saya dengar secara anekdot, adalah bahwa permintaan dan penawaran tenaga kerja sama-sama di jalur menuju pemulihan. Tetapi masing-masing melaju dengan kecepatan berbeda, dan mungkin ada gesekan,” Gubernur Fed Lael Brainard mengatakan kepada Society for Advancing Business Editing and Writing (SABEW).

Brainard berharap jumlah orang yang ingin bekerja dan mampu bekerja akan pulih. Dan, ia menyebut The Fed melihat kedua data itu mulai menemukan kecocokan. Situasi itu, disebut Brainard, sejalan dengan sikap The Fed untuk bersabar membiarkan bunga acuan tetap di tingkat krisis sekaligus menggulirkan paket pembelian obligasi, hingga ekonomi benar-benar pulih.

Dalam penampilan terpisah, Presiden Fed Cleveland Loretta Mester, Presiden Fed Philadelphia Patrick Harker, dan Presiden Fed San Francisco Mary Daly mengemukakan argumen yang sama. Mereka menyatakan, banyak data ekonomi akan bergantung pada apakah lebih banyak orang AS yang divaksinasi sehingga orang secara keseluruhan menjadi lebih nyaman di pekerjaan dan aktivitas kontak dekat.

Baca Juga: Harga emas naik karena ada kekhawatiran inflasi

Laporan ketenagakerjaan April telah menyulut perdebatan sengit di Washington sampai di mana pemulihan berlangsung. Perdebatan juga muncul, seputar apakah kebijakan The Fed saat ini menghambat aspek pemulihan.

Ekonomi AS mengambil ancang-ancang untuk membukukan pertumbuhan ekonomi tertinggi sejak awal 1980-an. Data lowongan kerja meningkat tajam, dan jumlah infeksi virus korona harian baru-baru ini menyusut ke tingkat yang tidak terlihat di masa pandemi.

Pebisnis yang mengandalkan bantuan dari Pemerintah AS di masa pandemi, saat ini, mengeluhkan bantuan serupa untuk pekerja. Mereka menuding stimulus semacam itu yang memungkinkan banyak orang untuk bertahan di rumah, dan tidak bekerja.

Namun, Brainard mencatat, sekitar dua pertiga dari anak-anak usia sekolah masih belum kembali ke ruang kelas secara penuh waktu, Sementara hanya sekitar seperempat dari mereka yang berusia 18 hingga 64 tahun, atau inti dari angkatan kerja di AS, yang telah sepenuhnya divaksinasi.

Keputusan oleh pemerintahan dan Kongres Biden awal tahun ini untuk memperpanjang tunjangan pengangguran federal mingguan sebesar US$ 300 hingga September telah memicu perdebatan. Beberapa Gubernur dari Partai Republik bergerak untuk menghentikan pembayaran.

Sebagian besar pejabat The Fed mengabaikan dampak pembayaran tambahan terhadap kesediaan orang untuk mencari pekerjaan, dengan alasan manfaat stimulus tidak sebanyak risiko kesehatan dan masalah lain yang muncul. Pada awal pandemi, alasan pemberian tunjangan federal adalah membebaskan orang dari kewajban mencari pekerjaan, hingga risiko terinfeksi bisa ditekan.

Baca Juga: Berikut strategi MAMI menempatkan dua produk reksadana saham masuk 10 besar terbaik

“Benar bahwa dengan perpanjangan tunjangan pengangguran, menyebabkan orang berada dalam pilihan yang sulit. Apakah mereka merasa nyaman untuk masuk kembali atau tidak,” kata Mester di Yahoo Finance.

Laju rebound pasar tenaga kerja memiliki pengaruh langsung pada bagaimana Fed bermaksud menetapkan kebijakan moneter.

Secara khusus, Fed telah mengatakan tidak akan mengubah program bulanan pembelian sekuritas yang diterbitkan pemerintah AS senilai US$ 120 miliar, sampai ada “kemajuan substansial lebih lanjut” dalam ketersediaan lapangan kerja maksimum.

Momen semacam itu akan semakin lama terjadi di saat pertumbuhan pekerjaan berjalan perlahan. Di saat yang sama kebijakan moneter longgar yang terus berlanjut dapat memicu inflasi, bahkan menggelembungkan harga aset, sebelum kembali mengempis.

Baca Juga: Data pekerjaan AS melambat, Dow Jones dan S&P 500 cetak rekor tertinggi

Data harga konsumen baru minggu ini diperkirakan akan memicu perdebatan karena harga barang kebutuhan pokok dan komoditas seperti kayu untuk proyek rumah bergerak lebih tinggi.

Pejabat Fed, bagaimanapun, mengatakan mereka mengharapkan tekanan pada harga juga mereda dari waktu ke waktu, sama seperti kesulitan di pasar tenaga kerja akan teratasi.

"Sejauh kemacetan rantai pasokan dan friksi pembukaan kembali lainnya bersifat sementara, mereka tidak mungkin menghasilkan inflasi yang terus-menerus lebih tinggi dengan sendirinya," kata Brainard.

Pengeluaran fiskal pemerintah juga diperkirakan akan memudar tahun depan. “Kami tetap bersabar melalui lonjakan sementara yang terkait dengan pembukaan kembali. Sikap itu membantu memastikan bahwa momentum ekonomi yang kita butuhkan untuk mencapai tujuan tidak dibatasi oleh pengetatan moneter yang terlalu cepat,” ujar dia.

Selanjutnya: Makin banyak trader profesional yang masuk ke pasar kripto

 

Bagikan

Berita Terbaru

BABY Targetkan Pertumbuhan Dua Digit, Begini Strategi Ekspansinya Tahun Depan
| Selasa, 09 Desember 2025 | 09:20 WIB

BABY Targetkan Pertumbuhan Dua Digit, Begini Strategi Ekspansinya Tahun Depan

PT Multitrend Indo Tbk (BABY) ikut memanfaatkan tren shoppertainment di TikTok Shop dan berhasil mengerek penjualan lewat kanal ini.

Potensi Pasar Menggiurkan, Robinhood Akuisisi Buana Capital dan Pedagang Aset Kripto
| Selasa, 09 Desember 2025 | 09:03 WIB

Potensi Pasar Menggiurkan, Robinhood Akuisisi Buana Capital dan Pedagang Aset Kripto

Reputasi global tidak serta-merta menjadi jaminan keamanan dana nasabah yang anti-bobol, mengingat celah oknum internal selalu ada.

Beda Nasib Hingga Prospek Anggota MIND ID di 2026: INCO dan PTBA (Bag 2 Selesai)
| Selasa, 09 Desember 2025 | 08:29 WIB

Beda Nasib Hingga Prospek Anggota MIND ID di 2026: INCO dan PTBA (Bag 2 Selesai)

Faktor kebijakan pemerintah ikut memengaruhi kinerja dan prospek PT Vale Indonesia Tbk (INCO) dan PT Bukit Asam Tbk (PTBA).

Mengintip Strategi Bisnis RAAM, Tambah 3-5 Bioskop per Tahun & Genjot Pendapatan F&B
| Selasa, 09 Desember 2025 | 07:54 WIB

Mengintip Strategi Bisnis RAAM, Tambah 3-5 Bioskop per Tahun & Genjot Pendapatan F&B

Penurunan penjualan PT Tripar Multivision Plus Tbk (RAAM) diimbangi oleh menyusutnya rugi bersih hingga 82%.

Akuisisi Korporasi Selalu Mengandung Ketidakpastian, Madu Atau Racun?
| Selasa, 09 Desember 2025 | 07:36 WIB

Akuisisi Korporasi Selalu Mengandung Ketidakpastian, Madu Atau Racun?

Akuisisi korporasi adalah keputusan investasi sangat strategis. Akuisisi  menjadi alat sebuah perusahaan untuk bertumbuh lebih cepat. ​

Dian Swastatika Sentosa (DSSA) Lunasi Obligasi dan Sukuk yang Jatuh Tempo
| Selasa, 09 Desember 2025 | 07:19 WIB

Dian Swastatika Sentosa (DSSA) Lunasi Obligasi dan Sukuk yang Jatuh Tempo

Jumlah obligasi yang jatuh tempo pada 6 Desember 2025 terdiri dari pokok sebesar Rp 199,17 miliar dan bunga keempat sebesar Rp 3,596 miliar.

Kantongi Dana Segar dari IPO, RLCO Bidik Laba Rp 40 Miliar
| Selasa, 09 Desember 2025 | 07:10 WIB

Kantongi Dana Segar dari IPO, RLCO Bidik Laba Rp 40 Miliar

PT Abadi Lestari Indonesia Tbk (RLCO) mencatatkan saham perdananya di Bursa Efek Indonesia (BEI), Senin (8/12).​

Investor Asing Masih Hati-Hati
| Selasa, 09 Desember 2025 | 07:08 WIB

Investor Asing Masih Hati-Hati

Kendati tampak pemulihan, investor asing masih berhati-hati berinvestasi, terlihat dari arus keluar dana asing yang dominan di pasar obligasi.​

Tantangan Penerapan Biodiesel B50 di 2026
| Selasa, 09 Desember 2025 | 06:54 WIB

Tantangan Penerapan Biodiesel B50 di 2026

SPKS juga menyoroti munculnya perusahaan seperti Agrinas Palma yang mengelola1,5 juta ha lahan sawit dan berpotensi menguasai pasokan biodiesel

Rupiah Loyo Mendekati Rp 16.700 per Dolar AS, Simak Rekomendasi Saham Hari Ini
| Selasa, 09 Desember 2025 | 06:51 WIB

Rupiah Loyo Mendekati Rp 16.700 per Dolar AS, Simak Rekomendasi Saham Hari Ini

Pasar juga mewaspadai kurs rupiah yang terus melemah mendekati Rp 16.700 per dolar AS. Kemarin rupiah tutup di Rp 16.688 per dolar AS.

INDEKS BERITA

Terpopuler