Data Perdagangan AS di Tahun Lalu Memperlihatkan China Gagal Penuhi Komitmen Fase I

Rabu, 09 Februari 2022 | 12:17 WIB
Data Perdagangan AS di Tahun Lalu Memperlihatkan China Gagal Penuhi Komitmen Fase I
[ILUSTRASI. Pertemuan virtual Presiden AS Joe Biden dengan Pemimpin China Xi Jinping di Washington, AS, 15 November 2021. REUTERS/Jonathan Ernst]
Reporter: Sumber: Reuters | Editor: Thomas Hadiwinata

KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Ekspor barang Amerika Serikat (AS) ke China melandai di pada bulan Desember, mempertegas kekurangan besar dalam komitmen pembelian dua tahun Beijing di bawah kesepakatan perdagangan “Fase 1”.

Biro Sensus AS pada Selasa (8/2) menyatakan defisit perdagangan barang AS untuk tahun 2021 dengan China meningkat US$ 45 miliar, atau 14,5%, menjadi US$ 355,3 miliar. Itu merupakan nilai terbesar kedua setelah rekor terbesar yang tercetak di tahun 2018, yaitu US$ 418,2 miliar.

Nilai defisit untuk  2020 adalah US$ 310,3 miliar, yang merupakan angka terendah dalam 10 tahun terakhir. Penurunan itu mencerminkan dampak lockdown di masa pandemi.

Defisit perdagangan global AS pada tahun 2021 melonjak 27% menjadi US$ 859,1 miliar. Nilai yang merupakan rekor itu terjadi karena berbagai bisnis mengisi kembali persediaan mereka untuk memenuhi permintaan yang kuat.

Baca Juga: Bisnis Gurih, Line Lakukan Uji Coba Aset Kripto, Juga Gandeng Bitcoin & Etherium

Data menunjukkan China sejauh ini melewatkan komitmennya untuk membeli produk pertanian AS dan barang-barang manufaktur, energi dan jasa hingga US$ 200 miliar lebih tinggi di atas nilai per 2017. Itu tahun sebelum kedua ekonomi terbesar di dunia terlibat dalam perang perdagangan yang sengit.

Komitmen pembelian adalah inti dari kesepakatan perdagangan Fase 1 yang disepakati oleh pemerintahan Donald Trump dengan China. Diluncurkan pada pertengahan Februari 2020, kesepakatan itu meredam eskalasi perang tarif di antara kedua negara.

Kesepakatan itu juga mengharuskan China untuk memperluas akses bagi AS ke sektor bioteknologi pertanian dan jasa keuangan di negaranya. China juga diharuskan mengambil langkah untuk meningkatkan perlindungan kekayaan intelektual.

Baca Juga: Nilai Portofolio Tertekan, Laba Softbank Tergerus hingga 97%  

Analisis data perdagangan Sensus 2021 akhir yang disusun oleh ekonom Chad Bown dari Peterson Institute for International Economics menunjukkan China hanya memenuhi 57% dari target barang dan jasa untuk periode dua tahun penuh.

Pembelian barang, energi, dan jasa Beijing yang ditargetkan dalam perjanjian Fase 1 bahkan lebih rendah dari nilai impor dari AS pada tahun 2017, ujar Bown. "Dengan kata lain, China tidak membeli tambahan $200 miliar ekspor yang dijanjikan kesepakatan Trump," kata Bown dalam analisisnya.

China melampaui baseline 2017 dalam pembelian pertanian, tetapi hanya mencapai 83% dari target barang pertanian dua tahun senilai $73,9 miliar, analisis Bown menunjukkan.

Ekspor jasa ke China, yang telah menjadi titik terang bagi perdagangan AS, turun tajam karena pandemi memangkas pariwisata dan perjalanan bisnis China ke AS dan memotong aliran mahasiswa China ke universitas-universitas AS, hanya mencapai 52% dari target.

Kantor Perwakilan Dagang AS dan kedutaan besar China di Washington tidak segera menanggapi pertanyaan tentang data tersebut.

Deputi Perwakilan Dagang AS Sarah Bianchi mengatakan pekan lalu "sangat jelas bahwa China belum memenuhi komitmen mereka dalam Fase 1" dan pemerintahan Biden bekerja dengan pejabat China untuk mengatasi masalah tersebut.

Pejabat AS juga mengatakan kepada Reuters pada Senin pagi bahwa mereka menginginkan tindakan nyata dari Beijing untuk menutup kekurangan dalam komitmen pembeliannya dan akan melanjutkan pembicaraan saat ini jika pejabat China "menunjukkan niat serius untuk mencapai kesepakatan tentang komitmen pembelian mereka."

China telah meminta penghapusan tarif pada ratusan miliar dolar barang yang ditinggalkan oleh kesepakatan Fase 1.

Baca Juga: Rencana Penjualan ke Nvidia Batal, Arm Bersiap Mencatatkan Saham di Wall Street

Perjanjian tersebut berisi klausul bahwa kedua pihak "memproyeksikan bahwa lintasan peningkatan" dalam pembelian China "akan berlanjut pada tahun kalender 2022 hingga 2025" tanpa target khusus.

Mantan kepala staf USTR Jamieson Greer, yang membantu menegosiasikan kesepakatan Fase 1, mengatakan bahwa klausul itu dapat digunakan untuk mengejar "penegakan retrospektif untuk apa yang telah terlewatkan."

"Adalah kepentingan pemerintah untuk mengejar penegakan hukum," kata Greer, seorang pengacara perdagangan di kantor King and Spalding. "Dengan beberapa pengecualian sempit, kami belum benar-benar melihat banyak penegakan" pada masalah perdagangan dari pemerintahan Biden, tambahnya.

Bagikan

Berita Terbaru

Tarik Ulur Prospek Saham INDY, Reli Masih Bertumpu Cerita Tambang Emas
| Selasa, 16 Desember 2025 | 10:00 WIB

Tarik Ulur Prospek Saham INDY, Reli Masih Bertumpu Cerita Tambang Emas

Dengan level harga yang sudah naik cukup tinggi, saham PT Indika Energy Tbk (INDY) rentan mengalami aksi ambil untung.

Laba Kuartalan Belum Moncer, Saham Solusi Sinergi Digital (WIFI) Jadi Lumer
| Selasa, 16 Desember 2025 | 09:21 WIB

Laba Kuartalan Belum Moncer, Saham Solusi Sinergi Digital (WIFI) Jadi Lumer

Secara month-to-date, saham PT Solusi Sinergi Digital Tbk (WIFI)  sudah mengalami penurunan 5,09%. ​

Pemegang Saham Pengendali Surya Permata Andalan (NATO) Berpindah Tangan
| Selasa, 16 Desember 2025 | 09:16 WIB

Pemegang Saham Pengendali Surya Permata Andalan (NATO) Berpindah Tangan

Emiten perhotelan, PT Surya Permata Andalan Tbk (NATO) mengumumkan perubahan pemegang saham pengendali.

KKGI Akan Membagikan Dividen Tunai Rp 82,8 Miliar
| Selasa, 16 Desember 2025 | 09:11 WIB

KKGI Akan Membagikan Dividen Tunai Rp 82,8 Miliar

Besaran nilai dividen ini mengacu pada laba bersih yang dapat diatribusikan kepada entitas induk KKGI per akhir 2024 sebesar US$ 40,08 juta. 

Arah Suku Bunga Bergantung pada Pergerakan Rupiah
| Selasa, 16 Desember 2025 | 09:06 WIB

Arah Suku Bunga Bergantung pada Pergerakan Rupiah

Bank Indonesia (BI) diperkirakan akan menahan suku bunga acuannya pada bulan ini, namun tetap ada peluang penurunan

Menanti Cuan Bagus dari Rally Santa Claus
| Selasa, 16 Desember 2025 | 08:46 WIB

Menanti Cuan Bagus dari Rally Santa Claus

Saham-saham big caps atau berkapitalisasi besar di Bursa Efek Indonesia berpotensi terpapar fenomena reli Santa Claus.

Korporasi Kembali Injak Rem Utang Luar Negeri
| Selasa, 16 Desember 2025 | 08:42 WIB

Korporasi Kembali Injak Rem Utang Luar Negeri

Utang luar negeri Indonesia per akhir Oktober 2025 tercatat sebesar US$ 423,94 miliar               

Nasib Rupiah di Selasa (16/12) Menanti Data Ekonomi
| Selasa, 16 Desember 2025 | 07:00 WIB

Nasib Rupiah di Selasa (16/12) Menanti Data Ekonomi

Pada Senin (15/12), kurs rupiah di pasar spot turun 0,13% menjadi Rp 16.667 per dolar Amerika Serikat (AS).

Obligasi Korporasi Tetap Prospektif di Era Bunga Rendah
| Selasa, 16 Desember 2025 | 06:30 WIB

Obligasi Korporasi Tetap Prospektif di Era Bunga Rendah

Penerbitan surat utang korporasi pada tahun 2025 melonjak ke rekor tertinggi sebesar Rp 252,16 triliun hingga November.

 Harbolnas Mendongkrak Transaksi Paylater Perbankan
| Selasa, 16 Desember 2025 | 06:30 WIB

Harbolnas Mendongkrak Transaksi Paylater Perbankan

Momentum Harbolnas yang berlangsung menjelang perayaan Natal dan Tahun Baru (Nataru) mendorong permintaan layanan paylater

INDEKS BERITA

Terpopuler