Dollar AS terpeleset melawan mata uang utama lain gara-gara pandangan Powell

Senin, 07 Januari 2019 | 12:11 WIB
Dollar AS terpeleset melawan mata uang utama lain gara-gara pandangan Powell
[]
Reporter: Sumber: Reuters | Editor: Hasbi Maulana

KONTAN.CO.ID - SINGAPURA. Nilai dollar AS tergelincir terhadap mata uang lain, Senin ini (7/1). Para trader bertaruh bearish terhadap dollar AS seiring meningkatnya prediksi bahwa bank sentral AS, Federal Reserve, akan menghentikan kebijakan uang ketat tahun 2019.

Keberanian mengambil risiko menguat di pasar Asia berkat pelonggaran moneter agresif China pada hari Jumat. Harapan juga tumbuh bahwa Washington dan Beijing dapat mencapai kesepakatan perdagangan yang komprehensif.

"Aliran berita yang telah kita lihat sejak Jumat telah mengangkat sentimen pasar," kata Michael McCarthy, Kepala Strategi Pasar di CMC Markets di Sydney. "Pasar tentu menyukai apa yang dikatakan Ketua Fed Jerome Powell pada hari Jumat dan reaksinya negatif untuk dolar."

Pada hari Jumat (4/1) Powell mengatakan kepada American Economic Association bahwa The Fed tidak lagi berada pada jalur kenaikan suku bunga yang telah ditetapkan dan hal itu sensitif terhadap risiko penurunan harga yang dipatok pasar.

Meskipun data lapangan kerja AS per Desember 2018 lebih kuat dari perkiraan, banyak analis yakin negara dengan ekonomi terbesar di dunia itu telah kehilangan momentum, sehingga kenaikan suku bunga lebih lanjut merupakan hal terakhir yang mereka butuhkan. 

Komentar Powell bahwa bank sentral "siap untuk mengubah sikap kebijakan" mendorong sentimen investor dan melempar ke atas harga saham-saham AS pada hari Jumat.

Dollar AS mengungguli mata uang lainnya pada 2018 karena The Fed menjadi satu-satunya bank sentral utama yang menaikkan suku bunga. Jika Fed mempertahankan suku bunga pada 2019, analis melihat peluang tipis apresiasi greenback lebih lanjut.

Sementara itu, imbal hasil surat utang AS tenor 2 tahun dan 10 tahun AS turun tajam selama beberapa minggu terakhir. Gejala itu menunjukkan bahwa pedagang obligasi cuma melihat sedikit peluang kenaikan suku bunga Fed tahun ini karena meningkatnya kemungkinan perlambatan pertumbuhan di ekonomi AS.

Namun begitu, beberapa analis masih tetap melihat ruang bagi Fed untuk menaikkan peringkat pada 2019.

"Data lapangan kerja AS yang kuat Jumat lalu menunjukkan bahwa kekhawatiran resesi berlebihan," kata Philip Wee, ahli strategi mata uang di DBS dalam sebuah catatan. Dia masih memperkirakan Fed bakal menaikkan suku bunga dua kali tahun ini.

Di China, setelah data manufaktur ternyata menunjukkan pelemahan dari perkiraan, otoritas China pada hari Jumat memotong persyaratan cadangan semua bank sebesar 100 basis poin. Kebijakan ini membebaskan US$ 116 miliar untuk disalurkan sebagai pinjaman baru.

Analis memperkirakan masih akan ada stimulus moneter lebih lanjut dari Beijing pada 2019. Ray Attrill, Kepala Strategi Mata Uang di National Australia Bank, berpendapat mungkin masuk akal untuk mengharapkan empat pemotongan 100 bps tahun ini.

Pasar keuangan juga optimis tentang pertemuan para pejabat AS dengan rekan-rekan mereka di Beijing minggu ini.

Kedua belah pihak memiliki waktu hingga 1 Maret untuk membuat kesepakatan, setelah itu Trump berjanji untuk menaikkan tarif menjadi 25% dari 10%, senilai $ 200 miliar impor Cina.

Indeks dolar berada pada angka 95,96 pada 11.04 WIB, Senin, alias turun 0,2% dari titik tertinggi intraday di 96,16.

Dolar AS merosot 0,2% versus yuan lepas di pasar luar negeri, menjadi 6,8490.

Euro juga menguat 0,22% versus dolar AS. Sementara dolar Australia, sering dianggap sebagai barometer keberanian mengambil risiko global, naik 0,2% dan menyentuh level tertinggi sejak 20 Desember.

Terhadap yen, dollar AS turun 0,41% menjadi 108,09. Sterling naik 0,12% dibandingkan dolar ke kurs US$ 1,2742.

Mata uang komoditas seperti dolar Kanada naik 0,1% versus greenback pada C$ 1,3361 karena rebound pada harga minyak.

Bagikan

Berita Terbaru

Sampai Akhir September 2024, Laba Bersih Summarecon Agung (SMRA) Melejit 43%
| Sabtu, 23 November 2024 | 07:19 WIB

Sampai Akhir September 2024, Laba Bersih Summarecon Agung (SMRA) Melejit 43%

Pertumbuhan laba bersih SMRA itu didongkrak melejitnya pendapatan di periode Januari-September 2024.

Pendapatan dan Laba Harita Nickel (NCKL) Melesat di Kuartal III-2024
| Sabtu, 23 November 2024 | 07:11 WIB

Pendapatan dan Laba Harita Nickel (NCKL) Melesat di Kuartal III-2024

Pendapatan dan laba bersih PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) alias Harita Nickel kompak naik di sembilan bulan 2024. 

Menguat Dalam Sepekan, IHSG Ditopang Optimisme Pasar
| Sabtu, 23 November 2024 | 07:01 WIB

Menguat Dalam Sepekan, IHSG Ditopang Optimisme Pasar

Dalam sepekan, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengakumulasi penguatan 0,48%. Jumat (22/11), IHSG ditutup naik 0,77% ke level 7.195,56 

Insentif Pajak Lanjutan, Harapan Emiten Kendaraan Listrik
| Sabtu, 23 November 2024 | 06:54 WIB

Insentif Pajak Lanjutan, Harapan Emiten Kendaraan Listrik

Menakar efek insentif pajak lanjutan PPnBM DTP dan PPN DTP terhadap prospek kinerja emiten kendaraan listrik​.

Timah (TINS) Memacu Produksi Bijih Timah
| Sabtu, 23 November 2024 | 03:45 WIB

Timah (TINS) Memacu Produksi Bijih Timah

TINS berhasil memproduksi bijih timah sebesar 15.189 ton hingga kuartal III-2024 atau naik 36% jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Total Bangun Persada (TOTL) Menembus Target Kontrak Baru
| Sabtu, 23 November 2024 | 03:40 WIB

Total Bangun Persada (TOTL) Menembus Target Kontrak Baru

TOTL menerima nilai kontrak baru senilai Rp4,4 triliun per Oktober 2024. Perolehan ini melampaui target awal TOTL sebesar Rp 3,5 triliun.

Mobil Baru Siap Meluncur Menjelang Akhir Tahun
| Sabtu, 23 November 2024 | 03:30 WIB

Mobil Baru Siap Meluncur Menjelang Akhir Tahun

Keberadaan pameran otomotif diharapkan mampu mendorong penjualan mobil baru menjelang akhir tahun ini.

Lion Air Group Mendominasi Pasar Penerbangan di Indonesia
| Sabtu, 23 November 2024 | 03:25 WIB

Lion Air Group Mendominasi Pasar Penerbangan di Indonesia

Menurut INACA, Lion Air Group menguasai 62% pasar penerbangan domestik di Indonesia, khususunya segmen LCC.

Produk Terstruktur BEI Sepi Peminat
| Sabtu, 23 November 2024 | 03:20 WIB

Produk Terstruktur BEI Sepi Peminat

Masalah likuiditas membuat produk terstruktur kurang diminati. Berdasarkan data KSEI, AUM ETF sebesar Rp 14,46 triliun hingga Oktober 2024.

Mempertahankan dan Perebutan Kekuasaan
| Sabtu, 23 November 2024 | 03:15 WIB

Mempertahankan dan Perebutan Kekuasaan

Rakyat harus cerdas dan kritis dalam membaca peta pertarungan politik di ajang pilkada pada saat ini.

INDEKS BERITA

Terpopuler