Ekonomi Global Mengerek Yield SUN

Kamis, 31 Januari 2019 | 05:45 WIB
Ekonomi Global Mengerek Yield SUN
[]
Reporter: Dimas Andi | Editor: Yuwono Triatmodjo

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kombinasi sentimen eksternal dan internal membuat yield surat utang negara (SUN) kembali mengalami tren kenaikan di awal tahun 2019. Rabu (30/1), yield SUN seri FR0078 yang menjadi seri acuan surat utang tenor 10 tahun berada di 8,13%.

Sebagai perbandingan, akhir tahun lalu yield SUN 10 tahun masih bertengger di level 7,94%. Artinya terjadi kenaikan 19 bps atau 0,19% secara year to date (ytd).

Ekonom Samuel Sekuritas Indonesia Ahmad Mikail mengatakan, tren kenaikan yield SUN dipengaruhi oleh kekhawatiran investor global terkait ancaman perlambatan ekonomi di dunia pada tahun ini. Tak ayal, bukan hanya yield SUN saja yang bergerak naik.

Tren serupa juga dialami oleh yield US Treasury, walau dalam rentang yang lebih terbatas. Kemarin, yield US Treasury 10 tahun berada di level 2,72% atau naik 4 bps dari posisi di akhir tahun lalu, yakni di level 2,68%.

Namun, yield US Treasury sempat turun dan membuat aliran dana asing yang mengalir masuk ke pasar surat berharga negara (SBN) meningkat tajam. Bahkan, nilai kepemilikan asing di SBN sempat berada di kisaran Rp 904 triliun pada pertengahan bulan ini. "Tapi euforia tersebut tidak berlangsung lama karena investor asing masih khawatir dengan sentimen perlambatan ekonomi global," kata Mikail, kemarin (30/1).

Alhasil, investor asing perlahan mulai keluar lagi dari pasar obligasi Indonesia. Kondisi ini tercermin dari nilai penawaran yang masuk pada lelang SBN. Belakangan, penawaran investor mulai turun. "Kondisi ini, pada akhirnya membuat kenaikan yield SUN sulit dibendung," ujar Mikail.

Fixed Income Fund Manager Ashmore Asset Management Indonesia Anil Kumar menambahkan, strategi front loading atau penerbitan surat utang dalam jumlah besar di awal tahun yang diterapkan pemerintah juga mendapat sorotan.

Lihat saja, dalam tiga lelang SUN dan sukuk terakhir, pemerintah menyerap dana masing-masing sebesar Rp 28,25 triliun, Rp 27,75 triliun dan Rp 23,20 triliun. Angka ini jauh lebih tinggi dari target indikatif yang ditetapkan di level Rp 15 triliun.

Strategi ini membuat pasokan SUN menjadi berlebihan di saat nilai permintaannya tidak begitu tinggi, atau bahkan cenderung turun akibat kondisi pasar yang belum sepenuhnya aman. "Sikap pemerintah yang terkesan terburu-buru juga membuat harga SUN mengalami koreksi dan mendorong kenaikan yield," terang Anil.

Mikail menuturkan, selama pasar keuangan global masih dihantui sentimen perlambatan ekonomi global, di atas kertas, tren kenaikan yield SUN sangat mungkin berlanjut. Selain itu, pemerintah juga masih memiliki sejumlah pekerjaan rumah di bidang ekonomi, seperti memperbaiki defisit transaksi berjalan.

"Kalau sentimen eksternalnya tetap seperti ini dan belum ada respons signifikan dari pemerintah, investor global akan lebih memilih pegang hard currency ketimbang SUN," ungkap Mikail.

Sementara menurut Anil, kenaikan yield SUN akan lebih terbatas atau tidak sampai melebihi level 8,1% untuk tenor 10 tahun. Pasalnya, The Federal Reserve sudah memberi sinyal tidak lagi agresif menaikkan suku bunga acuan AS di tahun ini.

Namun, sulit pula bagi yield SUN untuk bergerak turun dalam waktu 1 sampai 2 bulan ke depan. Pasalnya, pelaku pasar masih menunggu kepastian perundingan perang dagang dan efek perlambatan ekonomi global.

Bagikan

Berita Terbaru

Prospek Saham GTSI dan HUMI: Ekspansi Gasifikasi dan Delisting Induk Jadi Katalis
| Rabu, 22 Oktober 2025 | 17:12 WIB

Prospek Saham GTSI dan HUMI: Ekspansi Gasifikasi dan Delisting Induk Jadi Katalis

GTSI dan HUMI mencatatkan kenaikan harga saham yang cukup signifikan, dipicu sentimen ekspansi bisnis serta rotasi investor dari perusahaan induk.

Sudah Turun 5 Kali, Bank Indonesia (BI) Menahan BI Rate di 4,75% pada Oktober 2025
| Rabu, 22 Oktober 2025 | 15:40 WIB

Sudah Turun 5 Kali, Bank Indonesia (BI) Menahan BI Rate di 4,75% pada Oktober 2025

Bank Indonesia tetap jaga BI‑Rate di 4,75% pada RDG 21‑22 Okt 2025. Kebijakan ini dukung inflasi rendah & stabilitas rupiah. 

Di Balik Proyek PLTSa: Truk Sampah Akan Makin Ramai hingga Beban PLN Makin Berat
| Rabu, 22 Oktober 2025 | 13:39 WIB

Di Balik Proyek PLTSa: Truk Sampah Akan Makin Ramai hingga Beban PLN Makin Berat

Jika pembangkit sampah dibangun di dekat pemukiman, ini akan menimbulkan masalah baru. Truk sampah akan melewati komplek dan mengganggu masyarakat

PP Presisi (PPRE) Memperkuat Segmen Bisnis Pertambangan
| Rabu, 22 Oktober 2025 | 08:00 WIB

PP Presisi (PPRE) Memperkuat Segmen Bisnis Pertambangan

Diversifikasi usaha PPRE kini terfokus pada jasa pertambangan, yang telah menjadi penyumbang dominan terhadap pendapatan konsolidasi perusahaan

Pemerintah Pangkas Tarif Tiket Pesawat saat Nataru
| Rabu, 22 Oktober 2025 | 07:46 WIB

Pemerintah Pangkas Tarif Tiket Pesawat saat Nataru

Diskon tarif pesawat berlaku spesifik untuk tiket domestik kelas ekonomi untuk periode penerbangan 22 Desember 2025 hingga 10 Januari 2026.

Bisnis Petikemas Entitas Grup Pelindo Tumbuh 15%
| Rabu, 22 Oktober 2025 | 07:45 WIB

Bisnis Petikemas Entitas Grup Pelindo Tumbuh 15%

Pertumbuhan ini menunjukkan peningkatan arus petikemas yang konsisten dari tahun ke tahun di seluruh lini operasi perusahaan.

Danantara Siap Merampingkan Jumlah BUMN
| Rabu, 22 Oktober 2025 | 07:43 WIB

Danantara Siap Merampingkan Jumlah BUMN

Danantara menargetkan pemangkasan jumlah BUMN dari ribuan entitas saat ini menjadi hanya ratusan dalam lima tahun ke depan.  

Ini Penyebab Trafik  21 Jalan Tol Sepi
| Rabu, 22 Oktober 2025 | 07:41 WIB

Ini Penyebab Trafik 21 Jalan Tol Sepi

Kementerian Pekerjaan Umum (PU) mengumumkan  terdapat 21 ruas tol yang masih sepi dengan trafik di bawah 50% dari target dalam PPJT

 Ramai-Ramai Mengawal Program Makan Bergizi
| Rabu, 22 Oktober 2025 | 07:38 WIB

Ramai-Ramai Mengawal Program Makan Bergizi

Pemerintah akan merilis aturan tata kelola makan bergizi gratis yang melibatkan sejumlah instansi agar serapan anggaran optimal

Freeport akan Beli Konsentrat Tembaga dari Tambang Lain
| Rabu, 22 Oktober 2025 | 07:33 WIB

Freeport akan Beli Konsentrat Tembaga dari Tambang Lain

Saat ini produksi tambang Freeport sudah dihentikan sementara, kurang lebih satu bulan, sebagai imbas dari insiden longsor.

INDEKS BERITA

Terpopuler