Emas Jadi Pelarian Investor

Senin, 18 Maret 2019 | 16:15 WIB
Emas Jadi Pelarian Investor
[]
Reporter: Petrus Dabu | Editor: Petrus Dabu

KONTAN.CO.ID - Komoditas emas memancarkan kilau pada pekan lalu. Pelemahan dollar Amerika Serikat (AS) dan ketidakpastian masalah Brexit menyebabkan emas menjadi aset pelarian investor karena sifatnya yang termasuk dalam safe haven.

Mengutip data Bloomberg, harga emas di Commodity Exchange untuk kontrak pengiriman April 2019 pada Kamis (14/3), menyentuh US$ 1.302 per ons troi. Artinya, ada kenaikan 0,26% dibandingkan harga penutupan Jumat (8/3).

Sementara, harga emas batangan ukuran 1 gram yang dijual Aneka Tambang (Antam) pada Kamis (14/3) mencapai 671.000, naik 2,44% bila dibandingkan harga jualnya pada Jumat (8/3).

Analis Monex Investindo Futures Ahmad Yudiawan mengatakan, ada dua isu yang paling mempengaruhi harga emas pada pekan lalu. Pertama, pelemahan dollar AS akibat rilis data ekonomi negeri Uncle Sam yang tidak sesuai ekspektasi. "Dollar yang tertekan oleh data regional AS menguntungkan pergerakan harga emas", ujarnya.

Data Bloomberg menunjukkan, pergerakan indeks dollar AS pada pekan lalu cenderung melemah. Pada Kamis (14/3), indeks dollar AS berada di kisaran 96,54, turun dibanding posisi 97,31 pada Jumat (8/3).

Biasanya, imbuh Yudiawan, harga dua komoditas ini bergerak berlawanan arah. Artinya, ketika dollar AS melemah, emas akan menguat. Pun demikian sebaliknya.

Adapun beberapa data ekonomi AS yang baru dirilis adalah data ketenagakerjaan AS. Meskipun tingkat pengangguran AS pada Februari berhasil ditekan ke level 3,8% dari sebelumnya 3,9% namun penciptaan lapangan kerja baru untuk sektor nonpertanian (non-farm payroll) hanya 20.000. Ini jauh lebih kecil dibandingkan konsesus sebanyak 180.000.

Selain data ketenagakerjaan, lanjut Yudiawan, data Producer Price Index (PPI) dan core durable Ggoods order yang dirilis pada Rabu (13/3) juga tidak sesuai ekspektasi pasar. PPI atau inflasi produsen AS pada Februari naik menjadi 0,1%. Meski lebih tinggi dibanding PPI pada Januari yang -0,1%, tetapi angka tersebut lebih rendah daripada ekspektasi, yaitu 0,2%. Sedangkan data core durable goods orders pada Januari 2019 sebesar -0,1%, lebih rendah dibanding ekspektasi sebesar 0,1%.

Kedua, ketidakjelasan mengenai isu Brexit. Anggota parlemen Inggris pada Rabu (13/3) menolak hengkang dari Uni Eropa tanpa tercapainya kata sepakat. Hal ini membuka peluang dilakukannya pemungutan suara sebagai upaya menunda Brexit setidaknya hingga akhir Juni.

Ketidakpastian Brexit ini, lanjut Yudiawan, menimbulkan kekhawatiran pelaku pasar. Biasanya, kalau investor khawatir, mereka cenderung memegang aset yang lebih aman. "Status safe haven pada emas kelihatannya berlaku, sehingga itu yang menyebabkan harga emas terkerek", ujarnya.

Masih akan fluktuatif

Direktur Utama PT Garuda Berjangka Ibrahim memiliki pandangan berbeda terkait dampak Brexit terhadap emas. Menurut dia, ketidakpastian Brexit justru menguatkan indeks dollar AS. "Penguatan indeks dollar ini dimanfaatkan pelaku pasar untuk taking profit terhadap emas", ujarnya.

Ibrahim melihat, pergerakan harga emas masih fluktuatif. Selain karena ketidakpastian Brexit, penyebab lainnya adalah perekonomian China yang melemah. Beberapa waktu lalu, China memang merevisi pertumbuhan ekonominya ke level 6%-6,5%, lebih rendah daripada realisasi sepanjang tahun lalu yang mencapai 6,6%.

Sebagai salah satu negara dengan perekonomian terbesar di dunia, pelemahan ekonomi China tentu akan berdampak pada kondisi ekonomi global. Dalam kondisi begini, lanjut Ibrahim, yang diuntungkan adalah dollar AS.

Ibrahim menambahkan, sentimen lain yang masih menjadi perhatian pasar adalah perang dagang antara AS dan China. Meski pejabat AS dan China sama-sama mengirimkan sinyal bahwa perundingan antara dua belah pihak sudah menemukan titik temu, tetapi kenyataannya masih ada ganjalan dalam perundingan kedua negara. Terutama soal hak kekayaan intelektual dan transfer teknologi.

Ini mengakibatkan investor masih ragu-ragu untuk melakukan pembelian di aset-aset berisiko. Alhasil, mereka masih fokus di dollar AS, ujar Ibrahim.

Dollar masih dominan

Di sisi lain, Analis Asia Tradepoint Fitures Deddy Yusuf Siregar, melihat, pelaku pasar masih menunggu kepastian dari hasil pertemuan antara Presiden AS Donald Trump dengan Presiden China Xi Jinping yang rencananya akan diadakan pada 27 Maret 2019.

Apabila pertemuan tersebut menghasilkan kesepakatan yang menghentikan perang dagang, maka harga emas berpeluang rebound. "Sebab yang menghambat laju kenaikan harga emas selama ini, salah satunya dipicu oleh sengketa dagang antara dua negara besar ini," ujar Deddy.

Meski demikian, jelas Deddy, kalau pun perang dagang berakhir, tidak serta merta harga emas akan melonjak signifikan. Pasalnya, minat investor terhadap dollar AS masih tinggi.

Apalagi, Gubernur The Fed Jerome Powell beberapa waktu lalu sempat menyatakan bahwa perlambatan ekonomi bisa saja terjadi, meski secara keseluruhan perekonomian AS cukup baik. Pasar melihat, pernyataan ini sebagai indikasi The Fed masih mungkin menaikkan Fed Fund Rate (FRR) pada tahun ini, walaupun itu hanya sekali.

Berbeda dengan The Fed, sejumlah bank sentral negara maju lainnya, seperti bank sentral Jepang, Inggris dan Uni Eropa, sejauh ini masih mempertahankan kebijakan moneter longgar. "Sehingga, mau tidak mau, yang bisa diandalkan pelaku pasar saat ini adalah dollar AS. Jadi, faktor ini yang menyebabkan dollar kembali dominan", tandasnya.

Pada pekan ini, Yudiawan memperkirakan harga emas masih dipengaruhi oleh data-data ekonomi AS dan sentimen Brexit. Ia memperkirakan harga emas bergerak di level support US$ 1.280-1.275 dan resistance US$ 1.330-1.335.

Sementara, Ibrahim memproyeksikan level support emas di US$ 1.285 dan level resistance di US$ 1.320. Tapi ada indikasi harga akan turun, ujarnya.

Ibrahim menguraikan, secara teknikal, indikator stochastic menunjukkan 80% negatif, yang mengindikasikan harga emas akan jatuh. Sementara, MACD menunjukkan 60% positif yang menunjukkan harga naik, tetapi tidak kuat. "Porsinya hanya 60%, sementara stochastic-nya 80% negatif, " ujarnya.

Bagikan

Berita Terbaru

Permintaan dari PLN, Masih Jadi Pendorong Kinerja POWR
| Senin, 11 Agustus 2025 | 14:00 WIB

Permintaan dari PLN, Masih Jadi Pendorong Kinerja POWR

Per Juni 2025, POWR mencatat penerimaan pendapatan sebesar US$ 271,33 juta, naik 0,89% YoY dari sebelumnya US$ 268,93 juta.

Potensi Bisnis Besar Tapi Anggota BRICS+ Masih Pilih Melangkah Sendiri
| Senin, 11 Agustus 2025 | 13:00 WIB

Potensi Bisnis Besar Tapi Anggota BRICS+ Masih Pilih Melangkah Sendiri

BRICS+ yang digadang sebagai simbol kekuatan ekonomi baru belum menunjukkan tajinya sebagai penyeimbang dominasi negara barat.

Balik Rugi Jadi Laba, RAAM Memacu Bisnis Bioskop Platinum Cineplex
| Senin, 11 Agustus 2025 | 12:00 WIB

Balik Rugi Jadi Laba, RAAM Memacu Bisnis Bioskop Platinum Cineplex

RAAM berhasil membalik kerugian dari rugi Rp 98,37 miliar menjadi laba Rp 7,19 miliar, kinerja bioskop turut mendongkrak kinerja perusahaan ini.

Genjot Kinerja, HERO Perkuat Strategis Bisnis Guardian dan IKEA
| Senin, 11 Agustus 2025 | 11:00 WIB

Genjot Kinerja, HERO Perkuat Strategis Bisnis Guardian dan IKEA

Transformasi membuat HERO lebih fokus mengelola dua lini bisnis utama yakni ritel kecantikan kesehatan dan furnitur perabot rumah tangga.

Profit 27,84% Setahun, Harga Emas Antam Hari Ini Turun (11 Agustus 2025)
| Senin, 11 Agustus 2025 | 09:35 WIB

Profit 27,84% Setahun, Harga Emas Antam Hari Ini Turun (11 Agustus 2025)

Harga emas batangan bersertifikat di laman resmi Logam Mulia PT Aneka Tambang turun Rp 6.000 per gram ke Rp 1.945.000 per gram.

Sudah Saatnya Mengevaluasi Tantiem Direksi dan Komisaris BUMN
| Senin, 11 Agustus 2025 | 09:13 WIB

Sudah Saatnya Mengevaluasi Tantiem Direksi dan Komisaris BUMN

Bonus dan tantiem di BUMN triliunan rupiah per tahun itu seharusnya berdasarkan pencapaian operasional riil. Bukan karena trik akuntans. 

Menimbang Investasi Jangka Panjang di Perbankan
| Senin, 11 Agustus 2025 | 08:19 WIB

Menimbang Investasi Jangka Panjang di Perbankan

Faktor diversifikasi juga perlu diperhatikan. Meski sama-sama bergerak di bidang keuangan masing-masing bank memiliki pasar yang dapat berbeda.

Mempercayai Data
| Senin, 11 Agustus 2025 | 06:09 WIB

Mempercayai Data

Lembaga riset CELIOS mengirimkan surat ke PBB dan meminta badan statistik PBB mengaudit BPS terkait data pertumbuhan ekonomi Indonesia tersebut.

Kinerja Emiten Danantara Merana
| Senin, 11 Agustus 2025 | 06:05 WIB

Kinerja Emiten Danantara Merana

Mayoritas emiten pelat marah di bawah naungan BPI Danantara mengalami penurunan laba di semester I-2025.

Investor Individu Terus Menampung Saham Bank
| Senin, 11 Agustus 2025 | 06:00 WIB

Investor Individu Terus Menampung Saham Bank

Penurunan harga saham bank  besar memicu investor ritel menambah kepemilikan. Ini terlihat dari porsi saham milik individu yang naik.​

INDEKS BERITA

Terpopuler