Emiten Properti Andalkan Pendapatan Berulang Saat Pasar Lesu

Jumat, 25 Januari 2019 | 07:56 WIB
Emiten Properti Andalkan Pendapatan Berulang Saat Pasar Lesu
[]
Reporter: Dityasa H Forddanta, Krisantus de Rosari Binsasi | Editor: Narita Indrastiti

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pendapatan berulang atawa recurring income menolong kinerja emiten properti di saat bisnis properti masih lesu. Saat penjualan properti baru turun, pendapatan berulang masih naik.

Ambil contoh, PT Summarecon Agung Tbk (SMRA). Sepanjang sembilan bulan tahun lalu, total recurring income perusahaan ini mencapai Rp 1,59 triliun. Angka ini naik sekitar 9% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya, yakni Rp 1,46 triliun.

Padahal, pemasukan SMRA dari bisnis pengembang properti di periode tersebut turun 4% menjadi Rp 2,42 triliun. Porsi recurring income SMRA juga termasuk yang terbesar.

Sekretaris Perusahaan SMRA Jemmy Kusnadi mengaku, bisnis properti masih penuh dengan tantangan, terlebih di segmen pengembangan properti. Apalagi, ketidakpastian meningkat karena tahun ini kondisi politik dan ekonomi masih menantang.

Karena itu, perusahaan properti mengandalkan recurring income, meski pertumbuhannya tidak terlalu besar. "Tapi tahun ini diharapkan stabil, minimal tetap berkontribusi 30%," ujar Jemmy kepada KONTAN, Kamis (24/1).

Wibisono, Investor Relation PT Agung Podomoro Land Tbk (APLN), melihat bisnis properti tahun ini belum sepenuhnya kondusif. Perusahaan bahkan menargetkan perolehan recurring income yang lebih konservatif. "Target recurring income tahun ini 25% dari pendapatan konsolidasi," beber dia.

Wajar jika sejumlah emiten properti masih konservatif di segmen recurring income. Pasalnya, bisnis properti berupa ruang perkantoran juga masih dalam kondisi kelebihan suplai atau oversupply. "Kondisi ini diperkirakan akan terus berlanjut hingga tahun 2021 atau 2022," tulis Yudha Gautama, analis Danareksa Sekuritas, dalam risetnya per 23 Januari.

Namun, di sisi lain, segmen ini masih menjadi penyelamat. Menjamurnya bisnis start up dan e-commerce meningkatkan permintaan kantor. Tapi, permintaannya terbatas pada ruang kantor yang saling berbagi dengan perusahaan lain. Istilah bekennya, co-working space.

Alasannya, tarif sewanya lebih murah. Sayang, tren permintaan ini hanya mampu meningkatkan okupansi untuk jangka pendek.

Setidaknya, segmen tersebut masih lebih baik dibanding segmen rumah tapak atau residensial. Apalagi, pada dasarnya kebutuhan rumah untuk rumah pertama tetap tinggi. Tapi, konsumen properti untuk investasi cenderung bersikap wait and see.

Akibatnya, apresiasi atau kenaikan harga lamban. "Alhasil, investasi properti menjadi kurang menarik dibanding instrumen investasi lainnya," imbuh Yudha.

Dia menambahkan, kebijakan relaksasi pajak dan loan to value (LTV) bisa menambah optimisme. Tapi, ini untuk jangka panjang.

SMRA menjadi salah satu saham jagoan Yudha, buy dengan target harga Rp 980. Kemarin, saham SMRA naik 15 poin ke level Rp 135.

Bagikan

Berita Terkait

Berita Terbaru

Klaim Purbaya Tak Terbukti, Korporasi Tahan Ekspansi, Rupiah Anjlok 7 Hari Beruntun
| Rabu, 24 Desember 2025 | 09:13 WIB

Klaim Purbaya Tak Terbukti, Korporasi Tahan Ekspansi, Rupiah Anjlok 7 Hari Beruntun

Korporasi masih wait and see dan mereka mash punya simpanan internal atau dana internal. Rumah tangga juga menahan diri mengambl kredit konsumsi.

Pasca Rights Issue Saham PANI Malah Longsor ke Fase Downtrend, Masih Layak Dilirik?
| Rabu, 24 Desember 2025 | 08:46 WIB

Pasca Rights Issue Saham PANI Malah Longsor ke Fase Downtrend, Masih Layak Dilirik?

Meningkatnya porsi saham publik pasca-rights issue membuka lebar peluang PANI untuk masuk ke indeks global bergengsi seperti MSCI.

Mengejar Dividen Saham BMRI dan BBRI: Peluang Cuan atau Sekadar Jebakan?
| Rabu, 24 Desember 2025 | 08:28 WIB

Mengejar Dividen Saham BMRI dan BBRI: Peluang Cuan atau Sekadar Jebakan?

Analisis mendalam prospek saham BMRI dan BBRI di tengah pembagian dividen. Prediksi penguatan di 2026 didukung fundamental solid.

Tahun Depan Harga Komoditas Energi Diramal Masih Sideways
| Rabu, 24 Desember 2025 | 08:25 WIB

Tahun Depan Harga Komoditas Energi Diramal Masih Sideways

Memasuki tahun 2026, pasar energi diprediksi akan berada dalam fase moderasi dan stabilisasi, harga minyak mentah cenderung tetap sideways.

Rupiah Nyungsep dan Bayang-Bayang Profit Taking, Berikut Rekomendasi Saham Hari Ini
| Rabu, 24 Desember 2025 | 08:20 WIB

Rupiah Nyungsep dan Bayang-Bayang Profit Taking, Berikut Rekomendasi Saham Hari Ini

Risiko lanjutan aksi profit taking masih membayangi pergerakan indeks. Ditambah kurs rupiah melemah, menjebol level Rp 16.700 sejak pekan lalu. ​

IHSG Berpeluang Melemah Jelang Libur Natal
| Rabu, 24 Desember 2025 | 08:15 WIB

IHSG Berpeluang Melemah Jelang Libur Natal

Pemicu pelemahan IHSG adalah tekanan pada saham-saham berkapitalisasi pasar besar dan aksi ambil untung (profit taking) investor.

SSIA Bisa Lebih Stabil Tahun Depan
| Rabu, 24 Desember 2025 | 08:10 WIB

SSIA Bisa Lebih Stabil Tahun Depan

Ruang pemulihan kinerja PT Surya Semesta Internusa Tbk (SSIA) mulai terbuka, ditopang pengakuan awal penjualan lahan Subang Smartpolitan, 

Peta Bank Syariah 2026 Berubah, Cek Rekomendasi Saham BRIS & BTPS Pasca Hadirnya BSN
| Rabu, 24 Desember 2025 | 07:59 WIB

Peta Bank Syariah 2026 Berubah, Cek Rekomendasi Saham BRIS & BTPS Pasca Hadirnya BSN

Bank Syariah Nasional langsung merangsek ke posisi dua dari sisi aset dan membawa DNA pembiayaan properti.

Pesta Pora Asing di Saham BUMI, Blackrock hingga Vanguard Ramai-Ramai Serok Barang
| Rabu, 24 Desember 2025 | 07:34 WIB

Pesta Pora Asing di Saham BUMI, Blackrock hingga Vanguard Ramai-Ramai Serok Barang

Investor institusi global seperti Blackrock dan Vanguard mengakumulasi saham BUMI. Simak rekomendasi analis dan target harga terbarunya.

Sederet Tantangan Industri Manufaktur pada 2026
| Rabu, 24 Desember 2025 | 07:20 WIB

Sederet Tantangan Industri Manufaktur pada 2026

Kadin melihat sektor manufaktur tetap menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia pada tahun 2026,

INDEKS BERITA

Terpopuler